Minggu, 08 Juni 2014

Laporan Daerah Aliran Sungai (DAS)

I.  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
DAS merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Secara umum di daerah tropis khususnya Indonesia fenomena alam banjir dan tanah longsor sering terjadi dan merupakan suatu masalah yang banyak menimbulkan kerugian berupa gangguan kesehatan, kehilangan harta benda, dan bahkan kehilangan nyawa penduduk.
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia dewasa ini tergolong cukup tinggi hingga mencapai 2,3 % per tahun, pertumbuhan populasi penduduk tersebut tidak sebanding dengan ketersediaan lahan, ketersediaan lapangan kerja, minimnya ketrampilan dan rendahnya tingkat pendidikan hal ini mendorong masyarakat mengeksploitasi sumberdaya alam melalui pembalakan hutan (forest logging), pengurangan areal tegakan hutan (deforestasi) dan pembukaan lahan pertanian baru pada kawasan hulu daerah aliran sungai (DAS) yang penggunaannya makin banyak dan makin intensif serta belum menggunakan kaidah-kaidah konservasi. Hal ini mengakibatkan erosi dan tanah longsor yang berperan besar dalam mempercepat proses terjadinya banjir di kawasan hilir DAS.
Terjadinya banjir dan kekeringan dengan besaran yang terus meningkat baik intensitas, maupun durasinya diakibatkan oleh laju alih fungsi lahan dan pembalakan hutan yang belum terkontrol sehingga berpengaruh langsung terhadap hasil  kualitas air (water yield)
Kekhawatiran tersebut dengan dasar alasan yaitu pengaruh distribusi curah hujan dalam skala besar dan bersentuhan langsung dengan permukaan tanah merusak struktur tanah, daya pecah butir hujan terhadap tanah dapat menyebabkan runoff bermuatan suspensi tanah, pada akhirnya kualitas air menjadi kurang baik bagi mahluk hidup.

Ø  Alur Sungai
Secara sederhana alur sungai dapat di bagi menjadi tiga bagian yaitu:
1.       Bagian hulu
2.       Bagian tengah
3.      Bagian hilir
-     Bagian hulu merupakan sumber erosi karena pada umumnya alur sungai melaliu daerah pegunungan, perbukitan atau lerengan gunung api yang kadang-kadang mempunyai cukup ketinggian dari muka laut.  Sebagai akibat keadaan itu maka bentuk kontur akan relative lebih rapat yang menunjukan miringnya permukaan bumi cukup besar.  Apabila hujan turun, sebagian dari air akan merembes dan sebagian lagi akan mengalir membawa partikel-partikel tanah sehingga menimbulkan erosi.
Alur sungai di bagian hulu ini biasanya mempunyai kecepatan aliran yang lebih besar dari pada bagian hilir, sehingga pada saat banjir material hasil erosi yang di angkut tidak saja partikel sedimen yang halus akan tetapi juga pasir, kerikil bahkan batu.
-       Bagian tengah merupakan daerah peralihandari bagian hulu dan hilir.  Kemiringan dasar sungai lebih landai sehingga kecepatan aliran relative lebih kecil dari pada bagian hulu.  Umumnya penampang sungai berbentuk peralihan V dan bentuk U sehingaga daya tamping biasanya mampu menerima aliran banjir.
-       Bagian hilir biasanya melalui daerah pedataran yang berbentuk dari endapan pasir halus sampai kasar, lumpur, endapan organic dan jenis endapan lainnya yang sangat labil.
Alur sungai yang melalui daerah pedataran yang mempunyai kemiringan dasar sungai yang landai sehingga kecepatan aliran lambat, keadaan ini memmungkinkan menjadi lebih mudah terjadi proses pengendapan.  Apabila terjadi banjir biasanya akan melimpas daerah kiri kanan alur sehingga berbentuk dataran banjir dan kadang-kadang tanggul alam sepanjang alur sungai (Soewarno, 1991).

Ø  Sedimentasi
Sedimen adalah hasil proses erosi, baik berupa erosi permukaan, erosi parit, atau erosi tanah lainnya.  Hasil sedimen adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air yang di ukur pada periode waktu dan tempat tertentu.
Bentuk hubungan antara erosi yang berlangsung di daerah tangkapan dan besarnya sedimen yang terukur di daerah hilir mempunyai mekanisme kasulitas yang rumit dan belum banyak di mengerti.  Uraian berikut ini merupakan kajian tentang proses interaksi terjadinya erosi di daerah hulu dan terbentuknya sedimen di daerah hilir (asdak, 1995).
Ø  Pengertian Erosi
Erosi adalah hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ketempat lain.  Hilang atau terkikisnya tanah atau bagian tanah tersebut disebabkan oleh tumbukan atau energy kinetic hujan terhadap permukaan tanah daerah tropika pada umumnya, selain itu erosi juga menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik dalam menyerap dan menahan air (Seta, 1987).

Kerusakan yang di alami oleh tanah-tanah yang tererosi, akan mengalami beberapa kemunduran sifat kimia dan fisik tanah,seperti kehilangan unsure hara dan bahan organic serta menurunya sifat-sifat fisik yang antra lain menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah menahan air, meningkatnya kepadatan dan berkurangnya kemampuan struktur tanah, kondisi ini akan menyebabkan memburuknya pertumbuhan tanaman.
Didaerah tropic basah terutama Indonesia, penyebab erosi adala air hujan.  Penyebab utama yang aktif dalan erosi air adalah kekutan atau energy jatuh hujan dan aliran air.  Kedua menghasilkan energi yang di perlukan untuk menghancurkan butir-butir tanah, di samping itu air juga berperan sebagai pelumas pergerakan longsoran tanah karena grafitasi (Sinakuban, 1986).

1.2    Tujuan Praktek
            Tujuan dilakukannya prektek ini adalah untuk mengetahui cara mengukur debit air sungai sertta mengetahui pengaruhnya dan peran DAS  terhadap kehidupan masyarakat sekitar daerah alisan sungai.


  
II. TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungan (DAS) secata umum didefinisikan sebagai satu hamapran wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatasan topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan sediment dan unsur hara mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau.
Menurut Mangundikoro (1995), Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang menampung dan penyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkan ke laut melalui sungai utama. Setiap DAS terbagi habis kedalam sub-DAS. Wilayah DAS adalah wilayah yang terdiri dari 2 atau lebih sub DASm yang secara geografis dan fisik teknis layak digabungkan dalam upaya perencanaan rehabilitasi dan konservasi tanah.
Masukan (input) utama dalam suatu DAS adalah curah hujan. Proses pergerakan curah hujan menjadi limpasan di dalam suatu DAS ditentukan oleh karakteristik DAS yaitu : a) Karakteristik lahan (topografi, tanah, geologi dan geomorfologi) dan b) Karakteristik vegetasi dan pola penggunaan lahan yang ada di atasnya (Seyhan, 1997).
Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dipandang sebagai suatu ekosistem karena didalamya  terdapat komponen bioril dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk satuan kesatuan yang teratur. Menurut Suyono dan Astuti (1983) bahwa untuk memelihara ekosistem daerah aliran sungai (DAS) diperlukan upaya pengelolaan daerah aliran sungai, dengan menganggap daerahtersebut merupakan suatu unit pengelolaan atau model ekosistem, berupa komponen-komponen masukan (input) yang terdiri dari curah hujan dan energy yang kemudian diproses dalam suatu wadah yaitu daerah aliran sungai (DAS), kemudian dikeluarkan berupa air, unsur hara, dan sedimenyang meurpakan keluaran (output) daeri daerah aliran sungai (DAS) tersebut.
Daerah aliran sungai berungsi sebagai objek kegiatan manusia secara individu maupun kelompok masyarakat dalam kaitannya dengan lembaga kelembagaan. Demikian DAS dapat dipandang sebagai ekosistem karena selalu mencerminkan jaringan yang merupakan mata rantai dari komponen-komponen yang tidak terputuskan seperti terjadinya siklus hidrologi, hubungan erosi sedimentasi dan daur hara (nutriancr cycle)

Sedimen yang terangkut dari tempat terjadinya erosi akan terbawa / terangkut oleh aliran dan akan diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat dan terhenti. Alat pengangkutnya adalah limpasan permukaan(surface flow) dan bilamana limpasan permukaan mencapai badan sungai, maka aliran sungai meurpakan media pengangkut sedimen (Arsyad, 1989)



III.  METODE PRAKTEK
3.1   Waktu dan tempat
            Praktikum Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dilaksanakan pada hari Sabtu, 2 Juli 2012, bertempat di sub DAS Uno desa Labuan Kungguma kecamatan Tanantovea  kabupaten Donggala

3.2   Alat dan bahan
            Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu ballpoint dan kertas, meteran, tali rafia, tongkat pengukur, bola pimpong, stopwatch.

3.3  Langkah kerja
            Dalam melakukan pengukuran debit air perlu diketahui lebar sungai ( l ) maka lebar sungai diukur dengan  menggunakan meteran atau tali rafia begitupun dalam mengukur panjang sungai ( p ) juga menggunakan meteran atau tali rafia.  Kemudian mengukur kedalaman sungai menggunakan tongkat pengukur dan diukur secara berulang kali kemdian kedalaman sungai dirata-ratakan untuk mendapatkan kedalaman rata-rata.  Jika kedalaman rata-rata telah didapatkan maka praktikum dilanjutkan dengan melepaskan botol air mineral mengikuti arus aliran air dan  menghitung kecepatan botol air mineral sampai pada titik yang ditentukan yaitu panjang sungai dalam satuan detik (s)  menggunakan stopwatch. Pengukuran ini dilakukan pada bagian sisi kiri sungai, sisi kanan dan bagian tengah sungai dan dilakukan secara berulang kali kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan kecepatan rata-rata (v).
            Data hasil pengukuran ini kemudian dimasukan ke rumus untuk mendapatkan besaran debit air sungai.




IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil
a.             Pengukuran panjang sungai (P)
-          P   =  10 m
b.      Pengukuran lebar sungai (L)
-          L1           =   3,46 m
-          L2       =  4,25  m
-          L3         =  4,29  m
-          L(total)  =
=  4 m
c.          Pengukuran kedalaman / tinggi air (T)
-          T(tengah)  =  48 cm
-          T(kanan)  =  25 cm
-          T(kiri)     =  28 cm
                                          
-          T(total)  =
=  30 cm
=  0,30  m
d.      Pengukuran kecepatan arus sungai (V)
-       V untuk t(1) = 6,10 detik
  t(2) = 6,22 detik
  t(3) = 5,52 detik
 

-       V(total)           =
        = 5,94 detik
e.       Pengukuran kecepatan permukaan aliran sungai
-       V = S
       T

-       V = 10
      4,28

    = 2,33 m/detik
f.       Pengukuran debit air (Q)
-          Q= VxA
Diketahui:
V= 4,28
A= 4m x 0,30m
   = 1,2 m2
Dit: Q….?


Penyelesaian:
Q= VxA
   = 4,28 x 1,2
   = 5,13
Q= 5,13 x 0,75
   = 3,84
4.2  Pembahasan 
Pada percobaan untuk mengukur debit air ini dilakukan dengan cara mengamati botol air mineral yang melaju pada aliran sungai. Sebelum itu, dilakukan pengukuran lebar, tinggi dan panjang sungai. Pengukuran ini dilakukan agar dapat mengetahui luas penampang sungai.
Debit aliran adalah laju aliran air yang melewati suatu penampang melintang pada sungai per satuan waktu. Fungsi dari pengukuran debit aliran adalah untuk mengetahui seberapa banyak air yang mengalir pada suatu sungai dan seberapa cepat air tersebut mengalir dalam satu detik.
Praktikum tentang debit aliran kali ini dilakukan pada aliran sungai terbuka dengan panjang 10 meter dan lebar 4 meter. Kedalaman total yang diperoleh adalah 0,30 meter. Waktu total yang ditempuh oleh bola pimpong pada percobaan 5,94 detik. Sehingga Kecepatan air yg dihitung adalah 1,2 m/detik dan luas penampang adalah       4,28 m2
Dengan mengalikan luas penampang tersebut dengan kecepatan botol, maka didapatkan debit air  3,84  m3/detik.
Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per waktu. Debit adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Satuan debit yang digunakan adalah meter kubir per detik (m3/s). Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu.
Dalam hidrologi dikemukakan, debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukurpermukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dtk).
Pada dasarnya, debit air yang dihasilkan oleh suatu sumber air ditentukan oleh beberapa faktor-faktor sebagai berikut:
1. Intensitas Hujan
     Karena hujan merupakan salah satu faktor yang memiliki komponen musimann yang dapt secara cepat mempengaruhi debit air, dan siklus tahuanan dengan karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek), atau kemarau panjang (musim hujan pendek), yang menyebabkan bertambahnya debit air.
2. Pengundulan Hutan
     Fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena itu hutan yang terjaga dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber air pada musim kemarau. Sebaliknya hutan yang gundul akan mejadi malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di hilir.
3. Pengalihan Hutan menjadi Lahan Pertanian
     Resiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya dengan pengundulan hutan. Penurunan debit sungai dapat terjadi akibat erosi. Selain akan meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai sebagai akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air dengan meningkatnya kandungan hara dalam air sungai. Kebanyakan kawasan hutan yang diubah menjadi lahan pertanaian mempunyai kemiringan di atas 25%, sehingga bila tidak memperhatikan faktor konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan lain-lain.
4.  Intersepsi
     Intersepsi adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi di atas permukaan tanah, tertahan beberapa saat, untuk diuapkan kembali ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Prses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah dan dengan demikian, meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting dalam penentu faktor debit air, pengelola DAS harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional. Penggantian dari satu jenis vegetasi menjadi vegetasi laian yang berbeda, dapat mempengaruhi hasil air di daerah tersebut.

5. Evaporasi dan Transpirasi
     Evaporasi transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau kelompok yang dapat menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, mengapa dikatakan salah satu komponen penentu debit air, karena melalui kedua proses ini dapat membuat air baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari permukaan air, tanah dan permukaan daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di udara dengan adanya uap air di udara maka akan terjadi hujan, denan adanya hujan tadi maka debit air di DAS akan bertambah juga sedikit demi sedikit.

Pengukuran debit sungai memerlukan penentuan lokasi alat ukur yang memadai untuk mendapatkan kecepatan aliran sungai rata-rata yang tepat dan debit air yang akurat. Pengukuran debit air perlu dilakukan sekurang-kurangnya 4 kali dalam setahun yaitu musim kemarau, akhir musim kemarau, musim penghujan, dan akhir musim penghujan untuk mendapatkan rata-rata debit air tahunan


V.  KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan
Dari hasil pembahasan, dapat disimpulkan:
1.    Debit air hasil pengukuran adalah  3,48   m3/detik.
2.    Faktor yang mempengaruhi debit aliran sungai adalah Intensitas Hujan, Pengundulan Hutan, Pengalihan Hutan menjadi Lahan Pertanian, Intersepsi, dan Evaporasi dan Transpirasi
3.    Debit air merupakan komponen yang penting dalam pengelolaan suatu Daerah Aliran Sungai. Pelestarian Hutan sangat menentukan dalam menjaga kestabilan debit air karena hutan merupakan faktor utama dalam hal penyerapan air tanah serta dalam proses evaporasi dan transpirasi. Hutan juga berperan sebagai pengendali terjadinya longssor yang mengakibatkan permukaan ssungai menjadi dangkal, jika terjadi pendangkalan maka debit air sungai ikut berkurang

5.2  Saran
            Pada praktek selanjutnya diharapkan agar penjelasan cara dan metode praktek dapat dijelaskan dengan baik sehingga pelaksanaannya di lapangan dapat berjalan dengan baik







Tidak ada komentar:

Posting Komentar