I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan.
Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus,
bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu
tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang
sangit merupakan beberapa contoh binatang yang sering menjadi hama tanaman.
Gangguan terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh virus,
bakteri, dan jamur disebut penyakit. Tidak seperti hama, penyakit tidak memakan
tumbuhan, tetapi mereka merusak tumbuhan dengan mengganggu proses-proses dalam tubuh tumbuhan sehingga mematikan
tumbuhan. Oleh karena itu, tumbuhan yang terserang penyakit, umumnya, bagian
tubuhnya utuh. Akan tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan
kematian. Untuk membasmi hama dan penyakit, sering kali manusia menggunakan oat-obatan anti hama. Pestisida yang digunakan untuk
membasmi serangga disebut insektisida. Adapun pestisida yang digunakan untuk
membasmi jamur disebut fungsida.
Pembasmi hama dan penyakit menggunakan pestisida dan
obat harus secara hati-hati dan tepat guna.
Pengunaan pertisida yang berlebihan dan tidak tepat justru dapat menimbulkan
bahaya yang lebih besat. Hal itu disebabkan karena pestisida dapat menimbulkan
kekebalan pada hama dan penyakit. Oleh karena itu pengguna obat – obatan anti
hama dan penyakit hendaknya diusahakan seminimal dan sebijak mungkin.
1.2
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah agar
mahasiswa dapat mengetahui cara mengidentifikasi hama dan
penyakit dalam suatu kwasan hutan dan bagaimana cara pengendaliannya.
II.
TINJAUAN PUSTSAKA
Tanaman dikatakan sakit jika ada perubahan seluruh
atau sebagian organ-organ tanaman yang menyebabkan terganggunya kegiatan
fisiologisnya. Misalnya tanaman tomat yang semula segar tiba-tiba menjadi layu.
Daun kedelai yang awalnya berwarna hijau segar, sekarang tibatiba kelihatan
bercak-bercak cokelat. Tanaman-tanaman tersebut menyimpang dari keadaan normal
dan biasanya orang mengatakan sakit. Penyebab sakit ini bermacam-macam, seperti
BAKTERI, CENDAWAN, VIRUS, KEKURANGAN ATAU KELEBIHAN AIR, KEKURANGAN ATAU
KELEBIHAN UNSUR HARA ATAU KARENA TANAMAN MENDAPATKAN STRESS LINGKUNGAN misalnya
suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
Penyakit tanaman dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu PENYAKIT PARASIT dan PENYAKIT NON-PARASIT atau PENYAKIT FISIOLOGIS.
Penyebab penyakit parasit sudah diantaranya adalah bakteri, virus dan cendawan.
Sedangkan penyakit non-parasit yaitu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan
atau kelebihan terhadap unsur hara (mineral), air, inar matahari dan
temperatur.
HAMA adalah binatang perusak tanaman budidaya. Tanaman
yang dirusak tersebut misalnya kol, sawi, selada, tomat, terung, jagung, jeruk,
mangga. Sementara itu, binatang yang merusak atau hama diantaranya adalah
- Wereng menyerang tanaman padi
dan menyebarkan virus yang juga menyerang tanaman padi.
- Kutu loncat merusak tanaman
lamtoro
- Belalanng sexava, merusak
tanaman kelapa
- Ulat kupu artona, merusak
tanaman kelapa
Tindakan yang dilakukan agar tanaman terlindung dari
serangan penyakit dan hama disebut PROTEKSI TANAMAN. Pengendalian hama yang
baik yaitu dengan cara BIOLOGIS. Pengendaliannya meliputi PENGGUNAAN PREDATOR,
binatang pemakan hama atau penggunaan parasit dan bakteri yang dapat
menyebabkan sakit pada hama tetapi tidak pada tumbuhan. Pemberantasan secara
biologis ini hanya akan mematikan hama. Sementara itu, serangga lain yang bukan
hama akan terhindar dari kematian.
Ruang
lingkup pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT) ini meliputi
kegiatan-kegiatan :
1.
Identifikasi HPT
Identifikasi dilakukan untuk mengenali jenis-jenis HPT
yang ada berupa gejala dan atau tanda yang dijumpai di lapangan serta
intensitas serangan.
2.
Pencegahan HPT
Pencegahan dilakukan dengan tujuan untuk mempersempit
serangan dan mengelola lingkungan biofisik tanam
3.
Pengendalian HPT
Pengendalian dilakukan untuk membatasi serangan
/melokalisir serangan serta perlakuan lingkungan untuk mengurangi perkembangan
HPT yang tidak diinginkan.
4.
Pemberantasan HPT
Pemberantasan dilakukan untuk memusnahkan serangan HPT
yang ada berikut tanaman yang terkena serangan sehingga tidak menular pada
tanaman lain yang sehat.
5.
Penanggulangan pasca pengendalian HPT
Pasca pengendalian HPT perlu dilakukan monitor untuk
mengetahui efektifitas pengendalian yang dilakukan sehingga munculnya HPT baru
dapat diketahui.
III.
METODE
PRAKTEK
3.1
Waktu dan Tempat
Praktek Perlindungan Hutan mengenai Mengidentifikasi Serangan
Hama dan Penyakit Tanaman, bertempat di Desa Sidera , Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Propinsi
Sulawesi Tengah.
3.2 Bahan
dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah kamera, alat tulis menulis, botol serangga, plastic
kantongan, tali raffia, dan literatur menegenai hama
dan penyakit tanaman.
3.3 Cara
Kerja
Adapun langkah kerja dalam praktikum mengenai Identifikasi Serangan Hama dan Penyakit adalah sebagai berikut :
1. Menyiapkan bahan dan alat yang
akan digunakan dalam praktikum.
2. Mencari hama atau penyakit yang terdapat dalam kawasan hutan tersebut
3. Mempublikasikan hama dan
penyakit tersebut dengan mnggunakan kamera.
4. Mengidentifikasi hama dan
penyAki tersebutr dengan menggunakan
literatur yang ada.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1. HASIL
4.1.1.
Tabel Pengamatan.
Tabel 1.1 pengamatan serangan Hama dan Patogen tanaman
Jati (Tectona grandis L.f) pada plot I.
Nomor
Tanaman
|
Kriteria
|
Keterangan
|
||||
Sehat
|
Merana Ringan
|
Merana Sedang
|
Merana Berat
|
Mati
|
||
1
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
2
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
3
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
4
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
|
5
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
6
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
7
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
8
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
9
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
|
10
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
11
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
12
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
13
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
14
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
15
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
16
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
17
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
18
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
|
Tabel
1.2 pengamatan serangan Hama dan Patogen
tanaman Jati (Tectona grandis L.f) pada plot II.
Nomor
Tanaman
|
Kriteria
|
Keterangan
|
||||
Sehat
|
Merana Ringan
|
Merana Sedang
|
Merana Berat
|
Mati
|
||
1
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
|
2
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
3
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
4
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
|
5
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
6
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
7
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
8
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
9
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
10
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
11
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
12
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
13
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
|
14
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
15
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
16
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
Tabel
1.3. pengamatan serangan Hama dan Patogen tanaman
Jati (Tectona grandis L.f) pada plot III.
Nomor
Tanaman
|
Kriteria
|
Keterangan
|
||||
Sehat
|
Merana Ringan
|
Merana Sedang
|
Merana Berat
|
Mati
|
||
1
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
2
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
|
3
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
|
4
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
5
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
6
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
7
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
8
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
9
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
10
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
11
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
12
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
13
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
14
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
15
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
16
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
17
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
18
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
Tabel
1.4 pengamatan serangan Hama dan Patogen tanaman Jati (Tectona grandis L.f) pada plot IV.
Nomor
Tanaman
|
Kriteria
|
Keterangan
|
||||
Sehat
|
Merana Ringan
|
Merana Sedang
|
Merana Berat
|
Mati
|
||
1
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
2
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
3
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
4
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
|
5
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
6
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
|
7
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
8
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
9
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
10
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
11
|
-
|
-
|
-
|
X
|
-
|
|
12
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
13
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
14
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
15
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
16
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
17
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
18
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
Tabel
1.5. pengamatan serangan Hama dan
Patogen tanaman Jati (Tectona grandis L.f) pada plot V.
Nomor
Tanaman
|
Kriteria
|
Keterangan
|
||||
Sehat
|
Merana Ringan
|
Merana Sedang
|
Merana Berat
|
Mati
|
||
1
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
2
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
3
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
4
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
5
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
6
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
7
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
8
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
9
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
10
|
-
|
X
|
-
|
-
|
-
|
|
11
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
12
|
-
|
-
|
X
|
-
|
-
|
|
4.1.2. Pengolahan Data
100 %
Keterangan :
I =
Intensitas Serangan
X =
Jumlah Seluruh Tanaman
X1-X4 = Jumlah
Tanaman Yang Merana Ringan Sampai yang Mati
Y1Y4 = Skor
untuk Tanaman yang merana Ringan sampai mati
a. Plot 1
= 43, 05 %
b. Plot II
= 40, 62 %
c. Plot III
= 38,8 %
d. Plot IV
= 48,6 %
e. Plot V
= 39,5
%
4.2. PEMBAHASAN
1.
Hama Ulat (Hyblaea puera & Pyrausta machaeralis)
Hama ini menyerang pada awal
musim penghujan, yaitu sekitar bulan Nopember – Januari. Daun-daun yang
terserang berlubang-lubang dimakan ulat. Bila ulat tidak banyak cukup diambil
dan dimatikan. Bila tingkat serangan sudah tinggi, maka perlu dilakukan
pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida.
2.
Hama kutu putih/kutu lilin
Hama ini biasa menyerang setiap saat. Bagian tanaman yang diserang
adalah pucuk (jaringan meristematis). Pucuk daun yang terserang menjadi
keriting sehingga tumbuh abnormal dan terdapat kutu berwarna putih berukuran
kecil. Langkah awal pengendalian berupa pemisahan bibit yang sakit dengan yang
sehat karena bisa menular. Bila batang sudah mengkayu, batang dapat dipotong
0,5 – 1 cm di atas permukaan media; pucuk yang sakit dibuang/dimusnahkan. Jika
serangan sudah parah dan dalam skala yang luas maka dapat dilakukan
penyemprotan dengan menggunakan akarisida.
3. Hama penggerek batang/oleng-oleng
(Duomitus ceramicus)
Siklus Hidup
Duomitus ceramicus merupakan sejenis ngengat,
telurnya menetas antara bulan Maret – April, aktif pada malam hari. Setelah
kawin ngengat betina bertelur pada malam hari dan diletakkan pada celah kulit
batang. Telur berwarna putih kekuningan atau kuning gelap, bentuk silinder,
panjang 0,75 cm. Telur diletakkan berkelompok pada bekas patahan cabang atau
luka-luka di kulit batang. Stadia telur ± 3 minggu.
Larva menetas pada bulan Mei,
hidup dalam kulit pohon, selanjutnya menggerek kulit batang menuju kambium dan
kayu muda, memakan jaringan kayu muda. Larva pada tingkat yang lebih tua
membuat liang gerek yang panjang, terutama bila pohon jati kurang subur. Pada
tempat gerekan terjadi pembentukan kallus (gembol). Larva menggerek
batang dengan diameter 1 – 1,5 cm, panjang 20 – 30 cm dan bersudut 90 °.
Kotoran larva dari gerekan kayu dikeluarkan dari liang gerek. Fase
larva sangat lama antara April – September.
Selanjutnya larva masuk ke
stadium pupa, tidak aktif, posisinya mendekati bagian luar liang gerek. Fase
pupa berlangsung antara September – Pebruari. Seluruh siklus hidupnya, dari
stadia telur sampai menjadi ngengat memerlukan waktu ± 1 tahun.
Pengendalian
·
Oleng-oleng termasuk serangga hama low density
insect pest (serangga hama yang kepadatannya rendah). Dalam 1 batang
tanaman jati umumnya terdapat 1 ekor serangga larva, jarang 2 atau lebih.
Meskipun hanya 1 ekor sudah dapat merusak satu batang jati.
·
Kerusakan parah terutama pada serangan tanaman jati
muda, umur 1 – 3 tahun. Tanaman jati muda mudah patah akibat lubang serangan
pada batang jati muda.
·
Berkembangnya hama oleng-oleng difasilitasi oleh
tingginya kelembaban dan suhu lingkungan di lantai dasar hutan.
·
Umumnya serangan oleng-oleng pada batang jati pada
ketinggian 1 – 2 m dari tanah, dengan jumlah titik serangan 1 - 2. Namun
demikian pada lokasi serangan endemik yang parah, titik serangan dapat mencapai
5 titik dengan ketinggian titik serangan mencapai 4 meter.
·
Teknik pengendalian hama dengan sifat seperti
oleng-oleng diusahakan supaya insektisida yang dipakai harus dapat mengenai
sasarannya. Oleh karena itu teknik pemakaian insektisida fumigan dapat dipakai
karena dengan cepat mengenai sasarannya.
- insektisida fumigan, dosis : 1/8
butir dimasukkan ke dalam liang gerek serangga hama, kemudian lubang
ditutup dengan lilin malam. Aplikasi insektisida ini praktis, bilamana titik
serangan berada di bawah ketinggian 2 meter.
- Untuk meminimalkan tingkat serangan,
terutama di daerah endemik oleng-oleng, pengendalian perlu terintegrasi dengan
praktek silvikultur dan pengendalian mekanis.
- Aplikasi praktek silvikultur pada
daerah endemik dilakukan dengan mengatur jenis-jenis tanaman tumpang sari.
Jenis yang dipilih sebaiknya adalah jenis tanaman tumpang sari yang cukup
pendek sehingga ruang tumbuh di bawah tajuk jati tidak terlalu lembab. Kondisi
di bawah tajuk jati muda yang lembab dan rapat menyediakan habitat yang cocok
bagi hama hutan. Dari berbagai pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa
jumlah serangan hama oleng-oleng pada tumpang sari jagung lebih tinggi
dibandingkan palawija yang lain.
- Pengendalian mekanis dilakukan guna
menurunkan populasi serangga dewasa (ngengat). Pelaksanaannya dengan penggunaan
perangkap lampu (light trap) di malam hari. Untuk penggunaan light
trap, peralatan yang diperlukan berupa : kain putih 2 x 1,5 m, lampu
bohlam/neon, dan nampan penampung air. Ngengat yang diperoleh kemudian
dimusnahkan.
4.
Belalang
Locuita Migrotoria Manilensis adalah nama lain dari belalang
yang dikenal masyarakat sebagai belalang perusak, belalang pengembara,
belalang hantu. Disebut belalang perusak karena setiap kali selalu
meninggalkan kerusakan-kerusakan tanaman milik masyarakat. Juga dikenal dengan
belalang pengembara dikarenakan daya jelajah yang cukup jauh, satu hari dapat
menempuh jarak puluhan kilo meter. Sebutan yang terakhir cukup menakutkan,
belalang hantu. Siapa yang tidak takut, kalau baru pertama kali dalam hidupnya
melihat jutaan belalang yang berkumpul menghitamkan jalan, halaman,
tempat-tempat terbuka, bahkan langitpun seakan tertutup awan hitam saat
belalang beterbangan.
4. 2. 1. PEMBERANTASAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
A.
Secara Fisik Mekanik
Pembasmian hama dan penyakit
secara fisik dapat dilakukan melalui:
1. Pemangkasan lokal ; bagian tanaman yang
terserang dipotong atau dipangkas, hasil pangkasan kemudian dikumpulkan di
suatu tempat yang terbuka dan aman, lalu dilakukan pembakaran.
2. Dicabut ; jika tanaman yang diserang dalam
ukuran kecil (umur < 5 tahun atau bibit di persemaian) dan hampir semua
bagian tanaman terserang maka tanaman tersebut di cabut sampai ke akarnya
kemudian dikumpulkan di suatu tempat yang terbuka dan aman lalu di bakar.
3. Ditebang ; jika intensitas serangan tinggi
(hampir semua bagian tanaman diserang/>70 % bagian tanaman diserang) atau
sudah sangat parah dan tanaman berumur lebih dari 5 tahun, maka dilakukan
tebangan D2 penyakit. Prosedur penebangan mengikuti prosedur tebangan yang
sudah ada.
4. Dalam kegiatan pemangkasan dan penebangan
harus memperhatikan aspek keselamatan kerja dengan mengacu pada prosedur kerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang sudah ada.
5. Penghalang isolasi adalah daya upaya yang
dijalankan untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit tanaman berdasarkan
peraturan perundang-undangan
6. Pemberian abu kayu pada serangan rayap
7. Perlakuan panas
Pembasmian hama dan penyakit
secara mekanik dapat dilakukan melalui:
1. Pengambilan menggunakan tangan. Dapat dilakukan pada jenis hama ulat dan
belalang, dengan intensitas serangan hama dalam skala kecil.
2. Penangkapan bersama-sama oleh banyak orang (gropyokan-Jawa) pada
hama belalang.
3. Pemasangan perangkap antara
lain ;
·
Penggunaan lampu perangkap (light trap) untuk
hama penggerek batang pada fase kupu-kupu. Lampu perangkap ini dipasang pada
saat malam hari, peralatan yang diperlukan berupa : kain putih 2 x 1,5 m, lampu
bohlam/neon, dan nampan penampung air. Kupu/ngengat yang diperoleh kemudian
dimusnahkan.
·
Penggunaan perangkap kertas warna (colour trapping)
untuk hama lalat putih. Warna kertas yang digunakan bisa berwarna kuning atau
lainnya yang cerah. Kertas terlebih dahulu diberi lem perekat atau racun tikus
atau ter agar hama terperangkap pada kertas tersebut.
B.
Penggunaan Pestisida
1. Biopestisida/Pesticida
organik
Penggunaan pestisida organik
dapat berupa bakterisida atau insektisida yang disesuaikan dengan jenis hama
dan penyakit dan sesuai dengan dosis yang dianjurkan (sesuai Lampiran buku petunjuk
pengendalian hama dan penyakit). Beberapa contoh tanaman yang bisa digunakan
sebagai pesticida misalnya daun mimbo, mahoni, gadung, tembakau, daun sirsak
dan sebagainya. Atau jika dalam keadaan yang sangat memaksa bisa menggunakan
pestisida kimia dengan catatan penggunaannya harus mengacu pada prosedur kerja
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang sudah ada. Contoh-contoh
pestisida organik dan cara pembuatannya sesuai Lampiran 3.
2. Pestisida kimia
Penggunaan pesticida kimia
harus diminimalisir. Jika atas pertimbangan ekologi dan social terpaksa harus
menggunakan pesticida kimia, maka pemilihan jenis pestisidanya harus yang tidak
dilarang oleh FSC, WHO maupun peraturan perundangan yang lainnya serta
menggunakan prosedur keamanan dan keselamatan sesuai dengan Lembar data
keselamatan bahan masing-masing (lihat MSDS). Beberapa jenis pesticida kimia
yang beredar di Indonesia terlampir (Lampiran 2). Penggunaan pestisida dalam
pemberantasan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a) Dioleskan/bacok oles; cara ini digunakan untuk jenis pesticida sistemik,
contoh untuk pemberantasan hama penggerek batang atau penggerek pucuk.
Aplikasinya dengan membuat lubang pada batang dengan paku kemudian cairan
insektisida dimasukkan ke lubang atau melukai kulit batang sampai dengan bagian
luar kayu gubal (jaringan sebelah dalam jaringan kambium), kemudian insektisida
dioleskan dengan kuas atau disemprotkan ke bekas bacokan. Selanjutnya insektisida akan
diangkut melalui jaringan gubal ke bagian batang atas.
b) Ditabur pada tanah atau di campur dengan media tanam atau media semai.
Cara ini digunakan untuk jenis pestisida berwujud granular (kode G dalam
kemasan).
c) Disemprot langsung pada target hama/penyakit. Cara ini digunakan untuk
jenis pestisida racun kontak atau racun lambung yang memiliki kode SC, WP, EC.
d) Fumigasi; cara ini digunakan untuk jenis-jenis pestisida fumigan.
Contohnya untuk memberantas oleng-oleng dalam fase larva. Caranya dengan
memasukan insektisida fumigan pada lubang gerek kemudian lubang ditutup malam.
Cara penggunaan bergantung jenis
hama yang menyerang dan kondisi tanaman yang diserang.
C. Musuh Alami
Penggunaan musuh alami dengan
pengendalian biologis yaitu penggunaan serangga atau bakteri dalam
pengendalian hama secara innundative (pelepasan musuh alami secara
berulang dengan jenis lokal) dan klasikal (pelepasan musuh alami secara
tidak berulang dengan jenis eksotik). Musuh alami kita pilih musuh alami yang
paling dekat dengan target hama, kita pilih yang terbatas/lebih sedikit
sehingga tidak akan menyerang di luar target. Penggunaan musuh alami harus
mengacu pada aturan penggunaan kontrol biologi.
Penciptaan musuh alami juga
dibarengi dengan penciptaan habitat hidup bagi predator alami tersebut misalnya
penanaman pohon atau tegakan sebagai tempat bersarang atau penghasil biji
makanan predator. Secara umum prinsip penggunaan musuh alami tetap memperhatikan
keseimbangan ekosistem yang ada
4. 2. 2. PENGELOLAAN PASCA
PENGENDALIAN
A.
Pengumpulan Data Dan Informasi Kerusakan
Sebagai bahan evaluasi diperlukan
pengumpulan data lebih lanjut terkait dengan jumlah pohon dan volume pohon per
m³ serta analisa tingkat kerugiannya. Juga dilakukan pemetaan lokasi yang
diserang dengan peta kerja skala 1 :10000.
B.
Sanitasi Lokasi Bekas Serangan Hama Dan Penyakit
Sanitasi lokasi bekas serangam
dilakukan guna lebih menjamin bahwa pada lokasi tersebut sudah benar-benar
bersih dari sumber dan faktor-faktor yang dapat menstimulasi berkembang kembali
hama dan penyakit. Sanitasi dapat dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut :
a.
Pembakaran Tumbuhan Bawah
Pada proses pembakaran tumbuhan bawah diharuskan untuk
membuat sekat bakar/ilaran api dengan menggunakan sekat bakar alami
(menggunakan tanaman yang dapat menahan api)
b.
Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Pengolahan tanah tetap mempertahankan kesuburan tanah
Peralatan yang digunakan tidak merusak tanah
Pembersihan areal dilakukan dengan tujuan mengurangi sumber hama.
C.
Rehabilitasi
Kegiatan rehabilitasi
ditujukan untuk kembali memulihkan kondisi sumberdaya hutan seperti pada
kondisi semula. Kegiatan rehabilitasi dilakukan dengan penggunaan bibit unggul,
pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan arealnya, dan penggunaan jenis tanaman
resisten dengan penjelasan sebagai berikut :
Pemilihan bibit yang sehat
Pemilihan bibit yang sehat sangat penting
dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap HPT yang dicirikan dengan batang
kuat, daun segar (hijau dan tidak berlubang), fisik tidak tampak adanya
serangan bakteri patogen dan lain-lain.
Pengolahan tanah
Pengolahan tanah bertujuan
untuk menciptakan tingkat aerasi yang baik yang berguna bagi tanaman pokok dan
menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi hama dan penyakit.
Pengolahan tanah dapat
dilakukan dengan menambahkan pupuk sehingga kandungan humus akan meningkat.
Dengan demikian kemampuan tanah untuk mengikat air menjadi tinggi dan tanah
menjadi tidak mudah kering. Pengaturan drainase untuk menciptakan sistem tata
air mikro yang dapat menciptakan drainase yang baik sehingga tingkat kelembaban
pada kondisi yang tidak dapat atau menghambat tumbuh dan berkembangnya hama dan
penyakit.
Pemilihan jenis yang tepat
Jenis tanaman dengan sifat
resisten terhadap serangan hama dan penyakit dapat diperoleh secara karakter
alami atau dengan penerapan bioteknolgi berupa pemuliaan pohon. Setiap spesies
atau varietas mempunyai mekanisme pertahanan terhadap hama dan penyakit yang
berbeda. Pemilihan jenis yang resisten ini bukan bertujuan untuk menghilangkan
hama sama sekali karena hama juga mempunyai mekanisme evolusi tersendiri untuk
beradaptasi, tetapi minimal dapat menekan laju perkembangan hama dan penyakit.
Pemilihan jenis yang tepat dapat
dilakukan dengan pengamatan umum tegakan yang telah lama tumbuh di tempat (indigenous
trees) dengan mempertimbangkan aspek lain tentu saja. Panaman jenis eksotis
harus dicampur dengan jenis lokal guna meminimalisir dampak serangan hama dan
penyakit.
Pengaturan pola tanam dan jarak tanam
Pengaturan pola tanam terkait
dengan hama dan penyakit ditujukan untuk menciptakan tingkat kelembaban tanah
yang tidak terlalu tinggi. Pola tanam tumpangsari dapat mendukung berkembang
biaknya hama dan penyakit jika tidak tepat dalam pemilihan jenisnya. Pengaturan
pola tanam dan jarak tanam disesuaikan dengan jenis tanaman. Pengaturan jenis
tumpangsari, perlu dipilih jenis tanaman tumpangsari yang tidak mensyaratkan
penggenangan air/tanah dan selalu lembab. Apabila kondisi lahan cenderung
lembab agar diupayakan penggantian jenis non jati yang toleran terhadap
kelembaban tanah yang tinggi.
D. Monitoring dan Evaluasi
Untuk mengetahui efektifitas
dari upaya pemberantasan mendapatkan data pengamatan dari upaya penanggulangan
yang dilakukan, dilakukan pengamatan periodik pada lokasi yang pernah terserang
hama dan penyakit dibuat plot pengamatan permanen yang terdiri atas
berbagai perlakuan yang diterapkan
Monitoring dilakukan satu
bulan sekali/penilaian kondisi tanaman dilakukan sebelum pembuatan maupun
secara berkala setelah aplikasi perlakuan sangat penting dilakukan.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
·
Pengendalian hama dan penyakit pada hutan tanaman yang
menerapkan sistem monokultur harus dikelola dengan baik. Pemilihan teknik pengendalian
yang tepat sesuai dengan jenis hama dan penyakit yang menyerang akan menentukan
keberhasilan dan efectivitas pengendalian, dan untuk mengetahui jenis hama dan
penyakit yang menyerang perlu dilakukan identifikasi gejala dan atau tanda
serta kondisi lingkungan yang mendukung.
·
Pemilihan teknik pengendalian harus mempertimbangkan
aspek lingkungan, social dan ekonomi. Sehingga penerapan pengendalian hama
penyakit terpadu adalah lebih baik, dan penggunaan pestisida kimia harus
diminimalkan. Dan jika dengan terpaksa harus menggunakan pestisida kimia maka
aspek keamanan dan keselamatan harus diterapkan serta tidak menggunakan jenis
pestisida kimia yang dilarang digunakan di dalam kawasan hutan yang
bersertifikasi FSC.
5.2
Saran
Untuk praktikum berikutnya
dihaarapkan agar para praktikan deberi penuntun praktikum agar para praktikan
lebih memahami ketika melakukan praktikum, sehingga hasil yang diperoleh lebih
maksimal dan tidak terjadi kesalahan dalam melakukan praktikum.