Minggu, 08 Juni 2014

Laporan Perlindungan HUTAN

I.                  PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Tumbuhan tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus, bakteri, atau jamur). Hewan dapat disebut hama karena mereka mengganggu tumbuhan dengan memakannya. Belalang, kumbang, ulat, wereng, tikus, walang sangit merupakan beberapa contoh binatang yang sering menjadi hama tanaman.
Gangguan terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh virus, bakteri, dan jamur disebut penyakit. Tidak seperti hama, penyakit tidak memakan tumbuhan, tetapi mereka merusak tumbuhan dengan mengganggu proses-proses dalam tubuh tumbuhan sehingga mematikan tumbuhan. Oleh karena itu, tumbuhan yang terserang penyakit, umumnya, bagian tubuhnya utuh. Akan tetapi, aktivitas hidupnya terganggu dan dapat menyebabkan kematian. Untuk membasmi hama dan penyakit, sering kali manusia menggunakan oat-obatan anti hama. Pestisida yang digunakan untuk membasmi serangga disebut insektisida. Adapun pestisida yang digunakan untuk membasmi jamur disebut fungsida.
Pembasmi hama dan penyakit menggunakan pestisida dan obat harus secara hati-hati dan tepat guna. Pengunaan pertisida yang berlebihan dan tidak tepat justru dapat menimbulkan bahaya yang lebih besat. Hal itu disebabkan karena pestisida dapat menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit. Oleh karena itu pengguna obat – obatan anti hama dan penyakit hendaknya diusahakan seminimal dan sebijak mungkin.
1.2              Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui cara mengidentifikasi hama dan penyakit dalam suatu kwasan hutan dan bagaimana cara pengendaliannya.


II.               TINJAUAN PUSTSAKA
Tanaman dikatakan sakit jika ada perubahan seluruh atau sebagian organ-organ tanaman yang menyebabkan terganggunya kegiatan fisiologisnya. Misalnya tanaman tomat yang semula segar tiba-tiba menjadi layu. Daun kedelai yang awalnya berwarna hijau segar, sekarang tibatiba kelihatan bercak-bercak cokelat. Tanaman-tanaman tersebut menyimpang dari keadaan normal dan biasanya orang mengatakan sakit. Penyebab sakit ini bermacam-macam, seperti BAKTERI, CENDAWAN, VIRUS, KEKURANGAN ATAU KELEBIHAN AIR, KEKURANGAN ATAU KELEBIHAN UNSUR HARA ATAU KARENA TANAMAN MENDAPATKAN STRESS LINGKUNGAN misalnya suhu lingkungan yang terlalu panas atau terlalu dingin.
Penyakit tanaman dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu PENYAKIT PARASIT dan PENYAKIT NON-PARASIT atau PENYAKIT FISIOLOGIS. Penyebab penyakit parasit sudah diantaranya adalah bakteri, virus dan cendawan. Sedangkan penyakit non-parasit yaitu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan atau kelebihan terhadap unsur hara (mineral), air, inar matahari dan temperatur.
HAMA adalah binatang perusak tanaman budidaya. Tanaman yang dirusak tersebut misalnya kol, sawi, selada, tomat, terung, jagung, jeruk, mangga. Sementara itu, binatang yang merusak atau hama diantaranya adalah
  • Wereng menyerang tanaman padi dan menyebarkan virus yang juga menyerang tanaman padi.
  • Kutu loncat merusak tanaman lamtoro
  • Belalanng sexava, merusak tanaman kelapa
  • Ulat kupu artona, merusak tanaman kelapa
Tindakan yang dilakukan agar tanaman terlindung dari serangan penyakit dan hama disebut PROTEKSI TANAMAN. Pengendalian hama yang baik yaitu dengan cara BIOLOGIS. Pengendaliannya meliputi PENGGUNAAN PREDATOR, binatang pemakan hama atau penggunaan parasit dan bakteri yang dapat menyebabkan sakit pada hama tetapi tidak pada tumbuhan. Pemberantasan secara biologis ini hanya akan mematikan hama. Sementara itu, serangga lain yang bukan hama akan terhindar dari kematian.
Ruang lingkup pengendalian hama dan penyakit tanaman (HPT) ini meliputi kegiatan-kegiatan :
1.      Identifikasi HPT
Identifikasi dilakukan untuk mengenali jenis-jenis HPT yang ada berupa gejala dan atau tanda yang dijumpai di lapangan serta intensitas serangan.



2.      Pencegahan HPT
Pencegahan dilakukan dengan tujuan untuk mempersempit serangan dan mengelola lingkungan biofisik tanam

3.      Pengendalian HPT
Pengendalian dilakukan untuk membatasi serangan /melokalisir serangan serta perlakuan lingkungan untuk mengurangi perkembangan HPT yang tidak diinginkan.

4.      Pemberantasan HPT
Pemberantasan dilakukan untuk memusnahkan serangan HPT yang ada berikut tanaman yang terkena serangan sehingga tidak menular pada tanaman lain yang sehat.

5.      Penanggulangan pasca pengendalian HPT
Pasca pengendalian HPT perlu dilakukan monitor untuk mengetahui efektifitas pengendalian yang dilakukan sehingga munculnya HPT baru dapat diketahui.


III.           METODE PRAKTEK

3.1         Waktu dan Tempat
Praktek Perlindungan Hutan  mengenai Mengidentifikasi Serangan Hama dan Penyakit Tanaman, bertempat di Desa Sidera , Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah
3.2      Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kamera, alat tulis menulis, botol serangga, plastic kantongan, tali raffia, dan literatur menegenai hama dan penyakit tanaman.
3.3     Cara Kerja
Adapun langkah kerja dalam praktikum mengenai Identifikasi Serangan Hama dan Penyakit  adalah sebagai berikut :
1.  Menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan dalam praktikum.
2.  Mencari hama atau penyakit yang terdapat dalam kawasan hutan tersebut
3.  Mempublikasikan hama dan penyakit tersebut dengan mnggunakan kamera.
4.  Mengidentifikasi hama dan penyAki  tersebutr dengan menggunakan literatur yang ada.



IV.           HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. HASIL
     4.1.1. Tabel Pengamatan.
Tabel 1.1  pengamatan serangan Hama dan Patogen tanaman Jati (Tectona    grandis L.f) pada plot I.
Nomor
Tanaman
Kriteria
Keterangan
Sehat
Merana Ringan
Merana Sedang
Merana Berat
Mati
1
-
X
-
-
-

2
-
X
-
-
-

3
-
-
X
-
-

4
-
-
-
X
-

5
-
X
-
-
-

6
-
X
-
-
-

7
-
-
X
-
-

8
-
-
X
-
-

9
-
-
-
X
-

10
-
-
X
-
-

11
-
X
-
-
-

12
-
-
X
-
-

13
-
X
-
-
-

14
-
X
-
-
-

15
-
-
X
-
-

16
-
X
-
-
-

17
-
-
X
-
-

18
-
-
-
X
-


Tabel 1.2  pengamatan serangan Hama dan Patogen tanaman Jati (Tectona    grandis L.f) pada plot II.
Nomor
Tanaman
Kriteria
Keterangan
Sehat
Merana Ringan
Merana Sedang
Merana Berat
Mati
1
-
-
-
X
-

2
-
X
-
-
-

3
-
X
-
-
-

4
-
-
-
X
-

5
-
X
-
-
-

6
-
-
X
-
-

7
-
X
-
-
-

8
-
X
-
-
-

9
-
X
-
-
-

10
-
X
-
-
-

11
-
-
X
-
-

12
-
-
X
-
-

13
-
-
-
X
-

14
-
-
X
-
-

15
-
X
-
-
-

16
-
X
-
-
-





Tabel 1.3.   pengamatan serangan Hama dan Patogen tanaman Jati (Tectona    grandis L.f) pada plot III.
Nomor
Tanaman
Kriteria
Keterangan
Sehat
Merana Ringan
Merana Sedang
Merana Berat
Mati
1
-
-
X
-
-

2
-
-
-
X
-

3
-
-
-
X
-

4
-
X
-
-
-

5
-
-
X
-
-

6
-
X
-
-
-

7
-
X
-
-
-

8
-
X
-
-
-

9
-
X
-
-
-

10
-
X
-
-
-

11
-
X
-
-
-

12
-
-
X
-
-

13
-
-
X
-
-

14
-
X
-
-
-

15
-
-
X
-
-

16
-
X
-
-
-

17
-
-
X
-
-

18
-
X
-
-
-







Tabel 1.4 pengamatan serangan Hama dan Patogen tanaman Jati (Tectona    grandis L.f) pada plot IV.
Nomor
Tanaman
Kriteria
Keterangan
Sehat
Merana Ringan
Merana Sedang
Merana Berat
Mati
1
-
X
-
-
-

2
-
-
X
-
-

3
-
-
X
-
-

4
-
-
-
X
-

5
-
-
X
-
-

6
-
-
-
X
-

7
-
-
X
-
-

8
-
-
X
-
-

9
-
-
X
-
-

10
-
-
X
-
-

11
-
-
-
X
-

12
-
-
X
-
-

13
-
-
X
-
-

14
-
-
X
-
-

15
-
X
-
-
-

16
-
X
-
-
-

17
-
X
-
-
-

18
-
-
X
-
-





Tabel 1.5.  pengamatan serangan Hama dan Patogen tanaman Jati (Tectona    grandis L.f) pada plot V.
Nomor
Tanaman
Kriteria
Keterangan
Sehat
Merana Ringan
Merana Sedang
Merana Berat
Mati
1
-
X
-
-
-

2
-
-
X
-
-

3
-
-
X
-
-

4
-
-
X
-
-

5
-
-
X
-
-

6
-
X
-
-
-

7
-
X
-
-
-

8
-
-
X
-
-

9
-
X
-
-
-

10
-
X
-
-
-

11
-
-
X
-
-

12
-
-
X
-
-









4.1.2. Pengolahan Data
       
                           
  100 %
Keterangan :
I             = Intensitas Serangan
X           = Jumlah Seluruh Tanaman
X1-X4  = Jumlah Tanaman Yang Merana Ringan Sampai yang Mati
Y1Y4   = Skor untuk Tanaman yang merana Ringan sampai mati

a.       Plot 1
                                          =  43, 05 %


b.      Plot II
                                             =  40, 62 %
c.       Plot III
                                              =  38,8 %



d.      Plot IV
     
                                              =  48,6 %
e.       Plot V
     
                                                   =  39,5 %




4.2. PEMBAHASAN

1.            Hama Ulat (Hyblaea puera & Pyrausta machaeralis)
Hama ini menyerang pada awal musim penghujan, yaitu sekitar bulan Nopember – Januari. Daun-daun yang terserang berlubang-lubang dimakan ulat. Bila ulat tidak banyak cukup diambil dan dimatikan. Bila tingkat serangan sudah tinggi, maka perlu dilakukan pengendalian dengan cara penyemprotan menggunakan insektisida.




2.            Hama kutu putih/kutu lilin
Hama ini biasa menyerang setiap saat. Bagian tanaman yang diserang adalah pucuk (jaringan meristematis). Pucuk daun yang terserang menjadi keriting sehingga tumbuh abnormal dan terdapat kutu berwarna putih berukuran kecil. Langkah awal pengendalian berupa pemisahan bibit yang sakit dengan yang sehat karena bisa menular. Bila batang sudah mengkayu, batang dapat dipotong 0,5 – 1 cm di atas permukaan media; pucuk yang sakit dibuang/dimusnahkan. Jika serangan sudah parah dan dalam skala yang luas maka dapat dilakukan penyemprotan dengan menggunakan akarisida.



3.      Hama penggerek batang/oleng-oleng (Duomitus ceramicus)
Siklus Hidup
Duomitus ceramicus merupakan sejenis ngengat, telurnya menetas antara bulan Maret – April, aktif pada malam hari. Setelah kawin ngengat betina bertelur pada malam hari dan diletakkan pada celah kulit batang. Telur berwarna putih kekuningan atau kuning gelap, bentuk silinder, panjang 0,75 cm. Telur diletakkan berkelompok pada bekas patahan cabang atau luka-luka di kulit batang. Stadia telur ± 3 minggu.
Larva menetas pada bulan Mei, hidup dalam kulit pohon, selanjutnya menggerek kulit batang menuju kambium dan kayu muda, memakan jaringan kayu muda. Larva pada tingkat yang lebih tua membuat liang gerek yang panjang, terutama bila pohon jati kurang subur. Pada tempat gerekan terjadi pembentukan kallus (gembol). Larva menggerek batang dengan diameter 1 – 1,5 cm, panjang 20 – 30 cm dan bersudut 90 °.  Kotoran larva dari gerekan kayu dikeluarkan dari  liang gerek.  Fase larva sangat lama antara April – September.
Selanjutnya larva masuk ke stadium pupa, tidak aktif, posisinya mendekati bagian luar liang gerek. Fase pupa berlangsung antara September – Pebruari. Seluruh siklus hidupnya, dari stadia telur sampai menjadi ngengat memerlukan waktu  ± 1 tahun.

Pengendalian
·         Oleng-oleng termasuk serangga hama low density insect pest (serangga hama yang kepadatannya rendah).  Dalam 1 batang tanaman jati umumnya terdapat 1 ekor serangga larva, jarang 2 atau lebih. Meskipun hanya 1 ekor sudah dapat  merusak  satu batang jati. 
·         Kerusakan parah terutama pada serangan tanaman jati muda, umur 1 – 3 tahun. Tanaman jati muda mudah patah akibat lubang serangan pada batang jati muda.
·         Berkembangnya hama oleng-oleng difasilitasi oleh tingginya kelembaban dan suhu lingkungan di lantai dasar hutan.
·         Umumnya serangan oleng-oleng pada batang jati pada ketinggian 1 – 2 m dari tanah, dengan jumlah titik serangan 1 - 2. Namun demikian pada lokasi serangan endemik yang parah, titik serangan dapat mencapai 5 titik dengan ketinggian titik serangan mencapai 4 meter.
·         Teknik pengendalian hama dengan sifat seperti oleng-oleng diusahakan supaya insektisida yang dipakai harus dapat mengenai sasarannya. Oleh karena itu teknik pemakaian insektisida fumigan dapat dipakai karena dengan cepat mengenai sasarannya.
-       insektisida fumigan, dosis : 1/8 butir dimasukkan ke dalam liang gerek serangga hama, kemudian lubang ditutup dengan lilin malam. Aplikasi insektisida ini praktis, bilamana titik serangan berada di bawah ketinggian 2 meter.
-       Untuk meminimalkan tingkat serangan, terutama di daerah endemik oleng-oleng, pengendalian perlu terintegrasi dengan praktek silvikultur dan pengendalian mekanis.
-       Aplikasi praktek silvikultur pada daerah endemik dilakukan dengan mengatur jenis-jenis tanaman tumpang sari. Jenis yang dipilih sebaiknya adalah jenis tanaman tumpang sari yang cukup pendek sehingga ruang tumbuh di bawah tajuk jati tidak terlalu lembab. Kondisi di bawah tajuk jati muda yang lembab dan rapat menyediakan habitat yang cocok bagi hama hutan.  Dari berbagai pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa jumlah serangan hama oleng-oleng pada tumpang sari jagung lebih tinggi dibandingkan palawija yang lain.
-       Pengendalian mekanis dilakukan guna menurunkan populasi serangga dewasa (ngengat). Pelaksanaannya dengan penggunaan perangkap lampu (light trap) di malam hari. Untuk penggunaan light trap, peralatan yang diperlukan berupa : kain putih 2 x 1,5 m, lampu bohlam/neon, dan nampan penampung air. Ngengat yang diperoleh kemudian dimusnahkan.










4.      Belalang
Locuita Migrotoria Manilensis adalah nama lain dari belalang yang dikenal masyarakat sebagai belalang perusak,  belalang pengembara, belalang hantu. Disebut belalang perusak karena setiap kali   selalu meninggalkan kerusakan-kerusakan tanaman milik masyarakat. Juga dikenal dengan belalang pengembara dikarenakan daya jelajah yang cukup jauh, satu hari dapat menempuh jarak puluhan kilo meter. Sebutan yang terakhir cukup menakutkan, belalang hantu. Siapa yang tidak takut, kalau baru pertama kali dalam hidupnya melihat jutaan belalang yang berkumpul menghitamkan jalan, halaman, tempat-tempat terbuka, bahkan langitpun seakan tertutup awan hitam saat belalang beterbangan.



4. 2. 1. PEMBERANTASAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN

A.  Secara Fisik Mekanik
Pembasmian hama dan penyakit secara fisik dapat dilakukan melalui:
1.      Pemangkasan lokal ; bagian tanaman yang terserang dipotong atau dipangkas, hasil pangkasan kemudian dikumpulkan di suatu tempat yang terbuka dan aman, lalu dilakukan pembakaran.
2.      Dicabut ; jika tanaman yang diserang dalam ukuran kecil (umur < 5 tahun atau bibit di persemaian) dan hampir semua bagian tanaman terserang maka tanaman tersebut di cabut sampai ke akarnya kemudian dikumpulkan di suatu tempat yang terbuka dan aman lalu di bakar.
3.      Ditebang ; jika intensitas serangan tinggi (hampir semua bagian tanaman diserang/>70 % bagian tanaman diserang) atau sudah sangat parah dan tanaman berumur lebih dari 5 tahun, maka dilakukan tebangan D2 penyakit. Prosedur penebangan mengikuti prosedur tebangan yang sudah ada.
4.      Dalam kegiatan pemangkasan dan penebangan harus memperhatikan aspek keselamatan kerja dengan mengacu pada prosedur kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang sudah ada.
5.      Penghalang isolasi adalah daya upaya yang dijalankan untuk mencegah penyebaran hama dan penyakit tanaman berdasarkan peraturan perundang-undangan
6.      Pemberian abu kayu pada serangan rayap
7.      Perlakuan panas
Pembasmian hama dan penyakit secara mekanik dapat dilakukan melalui:
1. Pengambilan menggunakan tangan. Dapat dilakukan pada jenis hama ulat dan belalang, dengan intensitas serangan hama dalam skala kecil.
2. Penangkapan bersama-sama oleh banyak orang (gropyokan-Jawa) pada hama belalang.
3. Pemasangan perangkap antara lain ;
·         Penggunaan lampu perangkap (light trap) untuk hama penggerek batang pada fase kupu-kupu. Lampu perangkap ini dipasang pada saat malam hari, peralatan yang diperlukan berupa : kain putih 2 x 1,5 m, lampu bohlam/neon, dan nampan penampung air. Kupu/ngengat yang diperoleh kemudian dimusnahkan.
·         Penggunaan perangkap kertas warna (colour trapping) untuk hama lalat putih. Warna kertas yang digunakan bisa berwarna kuning atau lainnya yang cerah. Kertas terlebih dahulu diberi lem perekat atau racun tikus atau ter agar hama terperangkap pada kertas tersebut.
B.  Penggunaan Pestisida
1. Biopestisida/Pesticida organik
Penggunaan pestisida organik dapat berupa bakterisida atau insektisida yang disesuaikan dengan jenis hama dan penyakit dan sesuai dengan dosis yang dianjurkan (sesuai Lampiran buku petunjuk pengendalian hama dan penyakit). Beberapa contoh tanaman yang bisa digunakan sebagai pesticida misalnya daun mimbo, mahoni, gadung, tembakau, daun sirsak dan sebagainya. Atau jika dalam keadaan yang sangat memaksa bisa menggunakan pestisida kimia dengan catatan penggunaannya harus mengacu pada prosedur kerja Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang sudah ada. Contoh-contoh pestisida organik dan cara pembuatannya sesuai Lampiran 3.
2.      Pestisida kimia
Penggunaan pesticida kimia harus diminimalisir. Jika atas pertimbangan ekologi dan social terpaksa harus menggunakan pesticida kimia, maka pemilihan jenis pestisidanya harus yang tidak dilarang oleh FSC, WHO maupun peraturan perundangan yang lainnya serta menggunakan prosedur keamanan dan keselamatan sesuai dengan Lembar data keselamatan bahan masing-masing (lihat MSDS). Beberapa jenis pesticida kimia yang beredar di Indonesia terlampir (Lampiran 2). Penggunaan pestisida dalam pemberantasan hama dan penyakit dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a) Dioleskan/bacok oles; cara ini digunakan untuk jenis pesticida sistemik, contoh untuk pemberantasan hama penggerek batang atau penggerek pucuk. Aplikasinya dengan membuat lubang pada batang dengan paku kemudian cairan insektisida dimasukkan ke lubang atau melukai kulit batang sampai dengan bagian luar kayu gubal (jaringan sebelah dalam jaringan kambium), kemudian insektisida dioleskan dengan kuas atau disemprotkan ke bekas bacokan. Selanjutnya insektisida akan diangkut melalui jaringan gubal ke bagian batang atas.
b) Ditabur pada tanah atau di campur dengan media tanam atau media semai. Cara ini digunakan untuk jenis pestisida berwujud granular (kode G dalam kemasan).
c) Disemprot langsung pada target hama/penyakit. Cara ini digunakan untuk jenis pestisida racun kontak atau racun lambung yang memiliki kode SC, WP, EC.
d) Fumigasi; cara ini digunakan untuk jenis-jenis pestisida fumigan. Contohnya untuk memberantas oleng-oleng dalam fase larva. Caranya dengan memasukan insektisida fumigan pada lubang gerek kemudian lubang ditutup malam.
Cara penggunaan bergantung jenis hama yang menyerang dan kondisi tanaman yang diserang.

C.  Musuh Alami
Penggunaan musuh alami dengan pengendalian biologis  yaitu penggunaan serangga atau bakteri dalam pengendalian hama secara innundative (pelepasan musuh alami secara berulang dengan jenis lokal) dan klasikal (pelepasan musuh alami secara tidak berulang dengan jenis eksotik). Musuh alami kita pilih musuh alami yang paling dekat dengan target hama, kita pilih yang terbatas/lebih sedikit sehingga tidak akan menyerang di luar target. Penggunaan musuh alami harus mengacu pada aturan penggunaan kontrol biologi.
Penciptaan musuh alami juga dibarengi dengan penciptaan habitat hidup bagi predator alami tersebut misalnya penanaman pohon atau tegakan sebagai tempat bersarang atau penghasil biji makanan predator. Secara umum prinsip penggunaan musuh alami tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem yang ada


            4. 2. 2. PENGELOLAAN PASCA PENGENDALIAN
A.  Pengumpulan Data Dan Informasi Kerusakan
Sebagai bahan evaluasi diperlukan pengumpulan data lebih lanjut terkait dengan jumlah pohon dan volume pohon per m³ serta analisa tingkat kerugiannya. Juga dilakukan pemetaan lokasi yang diserang dengan peta kerja skala 1 :10000.
B.  Sanitasi Lokasi Bekas Serangan Hama Dan Penyakit
Sanitasi lokasi bekas serangam dilakukan guna lebih menjamin bahwa pada lokasi tersebut sudah benar-benar bersih dari sumber dan faktor-faktor yang dapat menstimulasi berkembang kembali hama dan penyakit. Sanitasi dapat dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut :
a.    Pembakaran Tumbuhan Bawah
Pada proses pembakaran tumbuhan bawah diharuskan untuk membuat sekat bakar/ilaran api dengan menggunakan sekat bakar alami (menggunakan tanaman yang dapat menahan api)

b.    Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Pengolahan tanah tetap mempertahankan kesuburan tanah
 Peralatan yang digunakan tidak merusak tanah
 Pembersihan areal dilakukan dengan tujuan mengurangi sumber hama.

C.  Rehabilitasi
Kegiatan rehabilitasi ditujukan untuk kembali memulihkan kondisi sumberdaya hutan seperti pada kondisi semula. Kegiatan rehabilitasi dilakukan dengan penggunaan bibit unggul, pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan arealnya, dan penggunaan jenis tanaman resisten dengan penjelasan sebagai berikut  :
Pemilihan bibit yang sehat
      Pemilihan bibit yang sehat sangat penting dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap HPT yang dicirikan dengan batang kuat, daun segar (hijau dan tidak berlubang), fisik tidak tampak adanya serangan bakteri patogen dan lain-lain.
      Pengolahan tanah
Pengolahan tanah bertujuan untuk menciptakan tingkat aerasi yang baik yang berguna bagi tanaman pokok dan menciptakan lingkungan yang tidak nyaman bagi hama dan penyakit.
Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan menambahkan pupuk sehingga kandungan humus akan meningkat. Dengan demikian kemampuan tanah untuk mengikat air menjadi tinggi dan tanah menjadi tidak mudah kering. Pengaturan drainase untuk menciptakan sistem tata air mikro yang dapat menciptakan drainase yang baik sehingga tingkat kelembaban pada kondisi yang tidak dapat atau menghambat tumbuh dan berkembangnya hama dan penyakit.
      Pemilihan jenis yang tepat
Jenis tanaman dengan sifat resisten terhadap serangan hama dan penyakit dapat diperoleh secara karakter alami atau dengan penerapan bioteknolgi berupa pemuliaan pohon. Setiap spesies atau varietas mempunyai mekanisme pertahanan terhadap hama dan penyakit yang berbeda. Pemilihan jenis yang resisten ini bukan bertujuan untuk menghilangkan hama sama sekali karena hama juga mempunyai mekanisme evolusi tersendiri untuk beradaptasi, tetapi minimal dapat menekan laju perkembangan hama dan penyakit.
Pemilihan jenis yang tepat dapat dilakukan dengan pengamatan umum tegakan yang telah lama tumbuh di tempat (indigenous trees) dengan mempertimbangkan aspek lain tentu saja. Panaman jenis eksotis harus dicampur dengan jenis lokal guna meminimalisir dampak serangan hama dan penyakit.
      Pengaturan pola tanam dan jarak tanam
Pengaturan pola tanam terkait dengan hama dan penyakit ditujukan untuk menciptakan tingkat kelembaban tanah yang tidak terlalu tinggi. Pola tanam tumpangsari dapat mendukung berkembang biaknya hama dan penyakit jika tidak tepat dalam pemilihan jenisnya. Pengaturan pola tanam dan jarak tanam disesuaikan dengan jenis tanaman. Pengaturan jenis tumpangsari, perlu dipilih jenis tanaman tumpangsari yang tidak mensyaratkan penggenangan air/tanah dan selalu lembab. Apabila kondisi lahan cenderung lembab agar diupayakan penggantian jenis non jati yang toleran terhadap kelembaban tanah yang tinggi.

     D.  Monitoring dan Evaluasi
Untuk mengetahui efektifitas dari upaya pemberantasan mendapatkan data pengamatan dari upaya penanggulangan yang dilakukan, dilakukan pengamatan periodik pada lokasi yang pernah terserang hama dan penyakit  dibuat plot pengamatan permanen yang terdiri atas berbagai perlakuan yang diterapkan
Monitoring dilakukan satu bulan sekali/penilaian kondisi tanaman dilakukan sebelum pembuatan maupun secara berkala setelah aplikasi perlakuan sangat penting dilakukan.


V.               KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan

·         Pengendalian hama dan penyakit pada hutan tanaman yang menerapkan sistem monokultur harus dikelola dengan baik. Pemilihan teknik pengendalian yang tepat sesuai dengan jenis hama dan penyakit yang menyerang akan menentukan keberhasilan dan efectivitas pengendalian, dan untuk mengetahui jenis hama dan penyakit yang menyerang perlu dilakukan identifikasi gejala dan atau tanda serta kondisi lingkungan yang mendukung.
·         Pemilihan teknik pengendalian harus mempertimbangkan aspek lingkungan, social dan ekonomi. Sehingga penerapan pengendalian hama penyakit terpadu adalah lebih baik, dan penggunaan pestisida kimia harus diminimalkan. Dan jika dengan terpaksa harus menggunakan pestisida kimia maka aspek keamanan dan keselamatan harus diterapkan serta tidak menggunakan jenis pestisida kimia yang dilarang digunakan di dalam kawasan hutan yang bersertifikasi FSC.

5.2              Saran
Untuk praktikum berikutnya dihaarapkan agar para praktikan deberi penuntun praktikum agar para praktikan lebih memahami ketika melakukan praktikum, sehingga hasil yang diperoleh lebih maksimal dan tidak terjadi kesalahan dalam melakukan praktikum.