Senin, 27 Juli 2015
SK KPA KALIAVO
KECAMATAN BANAWA TENGAH
KEPALA DESA KOLA-KOLA
Jln.Lapangan sinar Banawa
SURAT
KEPUTUSAN
KEPALA DESA KOLA-KOLA
Nomor.
Tentang
SUSUNAN PENGURUS PENDIRI KOMUNITAS PECINTA ALAM
(KPA) KALIAVO
DESA KOLA-KOLA KEC. BANAWA TENGAH KAB. DONGGALA
TAHUN.2015
Menimbang : 1. Bahwa
dalam rangka meningkatkan kwalitas dan memperlancar kegiatan pemuda khususnya pemuda komunitas pecinta
alam (KPA) Kaliavo perlu adanya struktur organisasi komunitas pecinta alam (KPA)
Kaliavo.
2.
Bahwa mereka yang namanya tercantum dalam lampiran surat keputusan ini
dipandang mampu dan memiliki kompetisi untuk diangkat dalam pengurus komunitas
pecinta alam (KPA) Kaliavo Tahun. 2015
3. Bahwa guna keperluan dimaksud pada butir 2
diatas, perlu diterbitkan surat keputusan.
Mengigat : 1.
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28
2. Undang-undang no. 8 Tahun 1985 Tentang
Organisasi Kemasyarakatan
3. Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggah
komunitas pecinta alam (KPA) Kaliavo.
4, Rapat pembentukan organisasi pengurus
tanggala 11 Juni 2015
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama : Mengangkat mereka yang namanya tercantum
dalam lampiran ini dalam susunan pengurus pendiri komunitas pecinta alam (KPA)
Kaliavo, sebagaimana tersebut pada daftar lampiran keputusan ini tahun.
2015-2016.
Kedua :
Menugaskan kepada seluruh pengurus pendiri komunitas pecinta alam (KPA) Kaliavo
untuk menjalankan kegiatannya sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing
dan melaporkan secara tertulis kepada Pemerintah Desa Kola-Kola.
Ketiga :
Surat keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggala 11 juni 2015 s/d 10 Juni
2016 dan apabila dikemudian hari didapati kekeliruan dalam penetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Kola-Kola
Pada Tanggal : 14 Juni
2015
Kepala Desa Kola-Kola.
RAIS. A. AMBO ATJO
KPA KALIAVO KOLA-KOLA
KPA KALIAVO didirikan pada tanggal 11 Juni 2015 di Desa Kola-Kola untuk jangka
waktu yang tidak ditentukan, KPA KALIAVO bertempat kedudukan di Desa Kola-Kola dan/atau wilayah Banawa
Tengha-Donggala.
Tujuan :
Organisasi KALIAVO bertujuan untuk:
1. Menumbuhkan,memupuk, membina dan mengembangkan kecintaan terhadap alam beserta segenap isinya sebagai pernyataan rasa cinta terhadap Tuhan sebagai pencipta.
2. Meningkatkan kepedulian, kecintaan terhadap lingkungan, kebersamaan, dan persaudaraan antar anggota KALIAVO
3. Mengembangkan dan membina pribadi yang luhur, ketahanan jasmani dan rohani, serta ilmu pengetahuan demi kemanusiaan.
4. Mewujudkan kerjasama antara lembaga pecinta alam, pemerintah, organisasi kemasyarakatan, dan oraganisasi independen lainnya yang berada di seluruh wilayah Indonesia berdasarkan semangat kekeluargaan dan kebersamaan.
1. Menumbuhkan,memupuk, membina dan mengembangkan kecintaan terhadap alam beserta segenap isinya sebagai pernyataan rasa cinta terhadap Tuhan sebagai pencipta.
2. Meningkatkan kepedulian, kecintaan terhadap lingkungan, kebersamaan, dan persaudaraan antar anggota KALIAVO
3. Mengembangkan dan membina pribadi yang luhur, ketahanan jasmani dan rohani, serta ilmu pengetahuan demi kemanusiaan.
4. Mewujudkan kerjasama antara lembaga pecinta alam, pemerintah, organisasi kemasyarakatan, dan oraganisasi independen lainnya yang berada di seluruh wilayah Indonesia berdasarkan semangat kekeluargaan dan kebersamaan.
ARTI LAMBANG
Ø Gunung.
Melambangkan bahwa tinggi dan kokohnya nilai alam
dimata para makhluk sehingga, menjadikan salah satu landasan prinsip kehidupan
bagi para insan yang ingin menggali serta mengenal arti alam untuk kelanjutan
hidup.Ø Tameng/Kaliavo
Tameng menjadi simbol dalam hal melindungi
kelestarian Alam.Ø Tombak b ambu yang tersilang.
Simbol dari runcingnya nilai kasih kepada alam,
sehingga membuat insan-insan pencinta alam memilki ketajaman naluri untuk
melindungi alam.Ø Warna Hijau
Melambangkan kesuburan alam, subur dalam arti
kesadaran mencintai semestaØ Warna Kuning
Emas
Warna kebasaran yang ada di daerah kita, makna yang
terselubung dibalik warna kuning emas tsb, kepuasan diri dalam mempelajari dan
melayani alam.Ø Warna Coklat
Manis, dalam filosofi warna coklat menggambarkan
bahwa manis dalam nuansa dijiwa supaya kita mampu mempertahankan ke indahan
alam.Ø Warna Hitam
Melambangkan kelam, gelap sehingga menuntun diri
harus bisa keluar dari tekanan-tekanan yang ada.Ø Kompas
Dari empat penjuru mata angin jiwa-jiwa kasih kami
akan menuntut kearah dimana titik temu yang disebut dengan kesejatraan, beda
arah bukan berarti tak bisa bersama.
Selasa, 12 Mei 2015
KOLA-KOLA (SINUE MPANJILI)
SINUE
Sengo ngapa koulu
Nabaraka itu tesa naboli ka kami bijana
Vuluvuntu vulonji to karapea dadena
Nosakaya ompa bulau negaga
Sengo ngapa koulu
Nabaraka itu tesa naboli ka kami bijana
Vuluvuntu vulonji to karapea dadena
Nosakaya ompa bulau negaga
Saluvengi saluveita
Poili nutasi posakaya ompa
Najadi bente,bente mpo sigau
Toma langgai ante gumana
Totua besi ante tangina
Poili nutasi posakaya ompa
Najadi bente,bente mpo sigau
Toma langgai ante gumana
Totua besi ante tangina
Bonaloa niuli
uve mata ina noili khi saluveita
Tanda baraka SINUE ngapa ntotua
Nolempa sadempa khi lakha sukana..
uve mata ina noili khi saluveita
Tanda baraka SINUE ngapa ntotua
Nolempa sadempa khi lakha sukana..
Ocehan Sang Pemimpi
Menepaki Hasrat
Di kesenyapan malam
ku coba lambungkan hayal tuk temani jiwa dalam ke sepian.
ku coba lambungkan hayal tuk temani jiwa dalam ke sepian.
Indah walau hanya dalam genggaman angan
biarlah...biarlah ku coba merabah
menapaki hasrat yg kian menggila.
biarlah...biarlah ku coba merabah
menapaki hasrat yg kian menggila.
Engkau suluh dalam gelapnya malam
tuntun langkahku dari aral yg menyandung
genggam tanganku dan mari kita merajut kisah kasih yg nalar tak mampu mengkritisi.
tuntun langkahku dari aral yg menyandung
genggam tanganku dan mari kita merajut kisah kasih yg nalar tak mampu mengkritisi.
Semua tergantung angan dan hayalku
sejauh mana ku lemparkan serta ku selami inti sari tuntutan batin
kerana mungkin,ini akan sulit terealisasi..
sejauh mana ku lemparkan serta ku selami inti sari tuntutan batin
kerana mungkin,ini akan sulit terealisasi..
Aisyah Rifkayanti
Sekilas wajah riang
terpampang di sana
Tat kala terbentur di gendang teling nama yang sangat bersahaja.
Rona ke bahagian seketika menyeruak ke rongga rongga jiwa yang terhimpit sesaknya rindu.
Aisyah..
Indah namamu kan terkenang selalu
Lugu dan manis senyummu masih terlukis jelas di dinding sukmaku.
Takan ada satupun yg sanggup menghapus sketsa rupamu yang ayu dari taman kalbuku.
Aisyah...
Di jendela tua ini
Ku coba titip rinduku lewat angin yang berlalu.
Berharap kokohnya ke angkuhanmu akan luluh saat rindu ini menjamah sekujur ingatanmu...
Aisyah...
Di sini,malam ini ku labuhkan pilu
Bersama senandung senandung hambar dari jiwa yang merindu.
Aisyah...oh puspa hatiku...
Celoteh menyambut malam...
Tat kala terbentur di gendang teling nama yang sangat bersahaja.
Rona ke bahagian seketika menyeruak ke rongga rongga jiwa yang terhimpit sesaknya rindu.
Aisyah..
Indah namamu kan terkenang selalu
Lugu dan manis senyummu masih terlukis jelas di dinding sukmaku.
Takan ada satupun yg sanggup menghapus sketsa rupamu yang ayu dari taman kalbuku.
Aisyah...
Di jendela tua ini
Ku coba titip rinduku lewat angin yang berlalu.
Berharap kokohnya ke angkuhanmu akan luluh saat rindu ini menjamah sekujur ingatanmu...
Aisyah...
Di sini,malam ini ku labuhkan pilu
Bersama senandung senandung hambar dari jiwa yang merindu.
Aisyah...oh puspa hatiku...
Celoteh menyambut malam...
Rabu, 22 April 2015
Hubungan Tebal Hujan dan Aliran Batang Pada Lahan Agroforestry di Sub DAS Sopu (Skiripsi)
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Konsep pengelolaan DAS hendaklah berpedoman pada satu sungai satu
perencanaan dan satu pengelolaan, dalam implementasinya merupakan tanggung
jawab semua daerah di kawasan DAS tersebut. Hendaknya konsep ini tidak lekang
karena pelaksanaan OTDA (otonomi daerah), tidak rapuh karena target PAD.
Pengaturan tataguna tanah di DAS dengan menetapkan luasan hutan minimum 30%
dari luas DAS merupakan satu langkah dalam menanggulangi banjir dan longsor,
disamping upaya-upaya konservasi yang lainnya. Hutan mempunyai peran sangat
penting dalam menahan aliran permukaan(run-off) yang sangat signifikan
mengurangi terjadinya banjir dan longsor. Dalam pembangunan hutan di kawasan
DAS, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan merupakan faktor yang
sangat penting untuk dipertimbangkan, sehingga pola agroforestry merupakan
pilihan yang tepat.
Agroforestry sangat tepat untuk dikembangkan dalam pengelolaan DAS
(pengendalian banjir dan longsor) dengan petimbangan: (1) mampu menutup
permukaan tanah dengan sempurna, sehingga efektif menekan aliran permukaan,
erosi/longsor dan banjir, serta mampu meningkatkan infiltrasi/pasokan dan
cadangan air tanah, (2) variasi tanaman membentuk jaringan perakaran yang kuat
baik pada lapisan tanah atas maupun bawah, akan meningkatkan stabilitas tebing,
sehingga mengurangi kerentanan terhadap longsor (melalui pola tanam khusus),
(3) terkait rehabilitasi lahan, mampu meningkatkan kesuburan fisika (perbaikan
struktur tanah dan kandungan air), kesuburan kimia (peningkatan kadar bahan
organik dan ketersediaan hara) dan biologi tanah (meningkatkan aktivitas dan
diversitas), morfologi tanah (pembentukan solum), (4) secara ekonomi
meningkatkan pendapatan petani dan menekan resiko kegagalan panen, dan (5)
mempunyai peran penting dalam upaya rehabilitasi lahan kritis. Khusus
konservasi daerah tebing rawan longsor dapat dilakukan melalui penghijauan
dengan pola tanam, variasi tanaman yang sistem perakaranya dalam yang diselingi
dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan, permukaan tanah ditanami rumput,
dan disertai perbaikan drainase (menjauhkan air dari lereng dan menghindari air
meresap ke dalam lereng) agar stabilitas lereng tetap terjaga.
Pengaturan
luas hutan menjadi sangat penting dalam mengurangi resiko banjir di kawasan
DAS, mengingat hutan merupakan penutupan lahan yang paling baik dalam mencegah
erosi. Hutan pada kawasan DAS juga berperan sebagai penyimpan air tanah pada
saat intensitas curah hujan yang tinggi, yang biasa terjadi pada awal musim
penghujan. Hutan sangat efektif dalam mengendalikan aliran permukaan karena
laju infiltrasi hutan di daerah hulu DAS sangat besar, sehingga dapat mengatur
fluktuasi aliran sungai dan cukup signifikan dalam mengurangi banjir (Nana
Mulyana et al., 2007). Oleh karena itu, penetapan luasan hutan minimum 30% dari
luas DAS merupakan satu langkah yang tepat dalam menanggulangi erosi dan
banjir, disamping upaya konservasi lainnya.
Program
penghijauan dan penghutanan kembali perlu terus dilakukan dalam rangka upaya
pengendalian erosi dan banjir baik di lahan petani maupun di kawasan hutan.
Sistem penanaman penghutanan kembali baik di dalam dan di luar kawasan dapat
dilakukan dengan dua pola, yaitu murni tanaman kayu (bisa satu jenis tanaman
kayu atau campuran) maupun agroforestri. Pola agroforestri yang merupakan pola
tumpang sari antara tanaman tahunan (hutan) dengan tanaman pertanian, mampu
menutup tanah dengan sempurna sehingga berpengaruh efektif terhadap
pengendalian erosi dan peningkatan pasokan air tanah.
Hujan (presipitasi) merupakan curahan atau
turunnya air dari atmosfer ke
permukaan
bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah
tropis
dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang (Asdak, 2010). Proses
terjadinya
hujan diawali ketika sejumlah uap air di atmosfer bergerak ketempat yang lebih
tinggi oleh karena adanya perbedaan tekanan uap air. Uap air bergerak
dari
tempat dengan tekanan uap air lebih tinggi ke tempat dengan tekanan uap air
lebih
rendah. Uap air yang bergerak ke tempat yang lebih tinggi (dengan suhu udara
menjadi lebih rendah) tersebut pada ketinggian tertentu akan mengalami
kejenuhan
dan apabila hal ini terjadi diikuti dengan terjadinya kondensasi, maka
uap
air tersebut akan berubah bentuk menjadi butiran-butiran hujan (Asdak, 2010).
Dengan adanya hujan maka kebutuhan makhluk hidup akan air dapat terpenuhi.
Namun karena hujan tidak turun setiap saat, kita perlu menjaga agar ketersediaann
air dapat cukup bila kelak kemarau datang. Salah satu caranya adalah dengan
menjaga hutan.
Beberapa faktor yang berperanan terhadap besarnya
evapotranspirasi antara lain adalah radiasi matahari, suhu, kelembaban udara,
kecepatan angin dan ketersediaan air di dalam tanah atau sering disebut
kelengasan tanah. Lengas tanah berperanan terhadap terjadinya evapotranspirasi.
Evapotranspirasi punya pengaruh yang penting terhadap besarnya cadangan air
tanah terutama untuk kawasan yang berhujan rendah, lapisan/tebal tanah dangkal
dan sifat batuan yang tidak dapat menyimpan air (Triatmodjo, 2009)
Dalam daur hidrologi, penutupan hutan mempunyai
peran yang sangat penting. Salah satu fungsi hutan yang telah dipercayai adalah
perannya dalam pengendalian daur air suatu kawasan, selain itu hutan dapat
memberikan naungan,
mengurangi
kecepatan angin, debu dan suara serta menurunkan suhu yang ekstrim
(Asdak,2010).
Dengan adanya daur hidrologi, proses jatuhnya air hujan ke lantai hutan terbagi
menjadi tiga cara, yaitu; tetesan air yang langsung jatuh ke permukaan tanah,
air yang jatuh dari sela-sela daun (aliran tembus), dan air yang mengalir
melalui batang pohon (aliran batang). Proses tertahannya air hujan oleh
pohon-pohon
dan tidak sampai ke permukaan tanah, disebut intersepsi. Intersepsi
mengakibatkan
volume air hujan yang mencapai permukaan tanah berkurang karena sebagian air
hujan yang diintersepsi dikembalikan ke atmosfir melalui
proses
evaporasi. Oleh karena itu, intersepsi merupakan faktor penting untuk
menentukan curah hujan bersih atau jumlah curah hujan yang tersedia untuk
menjadi air larian dan aliran air tanah.
1.2. Rumusan Masalah
Dari kegiatan penebangan pohon untuk
dijadikan areal pertanian menyebabkan perubahan persentase penutupan tajuk.
Perubahan lahan yang semula adalah hutan menjadi lahan pertanian akan
mempengaruhi besarnya intersepsi tajuk hutan. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Suryatmojo (2010) bahwa “intersepsi tajuk hutan merupakan bagian proses
hidrologi yang mengalami gangguan akibat alih fungsi lahan, selain itu peran
hutan dan suatu tegakan pohon dalam pengendalian air kawasan bersifat dinamik
terhadap waktu, ruang, dan system pengelolaan”.
a)
Bagaimana hubungan tebal hujan dan aliran batang, pada lahan agroforestry di Sub
DAS Sopu.?
1.3.
Tujuan
Penilitian
a.
Untuk mengetahui hubungan antara tebal
hujan dan aliran batang pada lahan
agroforestry di Sub DAS Sopu?
1.4.
Manfaat Penilitian
Manfaat dari penelitian
ini adalah untuk memberikan informasi dalam bentuk data aktual mengenai
pengaruh aliran batang terhadap tebal hujan pada lahan agroforestry di Sub DAS Sopu. Selain itu data ini juga diharapkan dapat
memberi arahan kepada pengelola DAS agar dapat menyelesaikan masalah- masalah
lingkungan yang ada.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Pengertian Aliran Tembus dan Aliran Batang.
Peran hutan
dalam siklus air dimulai dari intersepsi. Pada areal hutan, curah hujan yang
jatuh tidak langsung menuju ke tanah tetapi dapat terserap oleh tajuk tanaman.
Peristiwa ini disebut intersepsi. Disamping itu tetesan hujan juga mengalir
lewat batang pohon, yang disebut stemflow. Air yang masuk ke tajuk
tanaman akan dilepas lagi melalui proses air tembus yang disebut throughfall.
Dengan demikian jumlah air yang sampai ke permukaan tanah tergantung kepada
ketiga proses tersebut ( Priyono, 2003).
Air hujan yang jatuh melalui tumbuh-tumbuhan
dibedakan menjadi dua komponen, yaitu air tembus (throughfall) dan air
aliran batang (stemflow). Air tembus adalah air yang jatuh ke tanah
dengan menetes melalui daun-daun dan ranting-ranting (Soerianegara, 1970 dalam
Fermanto, 2000). Sedangkan menurut Finlayson (1998) dalam Fermanto (2000) air
tembus merupakan bagian dari air hujan yang jatuh ke daratan melalui vegetasi
dan mencapai tanah berupa butiran air yang berasal dari daun. Aliran batang
menurut Finlayson (1998) dalam Fermanto (2000) merupakan bagian dari hujan yang
mengalir ke bawah melalui ranting dan cabang yang akhirnya mencapai tanah.
Nilai aliran batang jauh lebih kecil dibandingkan dengan air tembus. Aliran
batang juga didefinisikan sebagai air yang sampai ke tanah dengan mengalir
melalui permukaan batang (Soerianegara, 1970 dalam Fermanto, 2000).
2.1. Pengertian Hujan
Hujan
adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter
0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi
apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan
tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang
mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi.
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi
uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi
lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan
titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi
ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan
selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia
satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm).
Curah hujan
merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak
menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter
artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air
setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Intensitas hujan
adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan
intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena
berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling
beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor
penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena
itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya)
seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama
(Lakitan, 2002). Bayong (2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan
sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan
pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara
tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau
presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.
2.3.
Defenisi
Agroforestry
Agroforestri
merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang diyakini oleh banyak orang
dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan. Agroforestri
memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap jasa lingkungan (environmental
services) antara lain mempertahankan fungsi hutan dalam mendukung DAS
(daerah aliran sungai), mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, dan
mempertahankan keanekaragaman hayati. Mengingat besarnya peran Agroforestri
dalam mepertahankan fungsi DAS dan pengurangan konsentrasi gas rumah kaca di
atmosfer melalui penyerapan gas CO2 yang telah ada di atmosfer oleh tanaman dan
mengakumulasikannya dalam bentuk biomasa tanaman, maka agroforestri sering
dipakai sebagai salah satu contoh dari “Sistem Pertanian Sehat” (Hairiah dan
Utami 2002).
Salah satu
fungsi agroforestri pada level bentang lahan (skala meso) yang sudah terbukti
diberbagai tempat adalah kemampuannya untuk menjaga dan mempertahankan
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, khususnya terhadap kesesuaian
lahan. Beberapa dampak positif sistem agroforestri pada skala meso ini antara
lain: (a) memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah, (b) mempertahankan fungsi
hidrologi kawasan, (c) mempertahankan cadangan karbon, (d) mengurangi emisi gas
rumah kaca, dan (e) mempertahankan keanekaragaman hayati. Fungsi agroforestri
itu dapat diharapkan karena adanya komposisi dan susunan spesies tanaman dan
pepohonan yang ada dalam satu bidang lahan.
2.3.1
Peran
Agroforestry dalam Konservasi DAS
Kondisi
ekosistem DAS yang kondusif akan mampu menggerakan sendi-sendi perekonomian
kawasan. Untuk mencapai kondisi tersebut perlu upaya konservasi dan
rehabilitasi tanah dan air di kawasan tersebut. Konservasi tanah dan air
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan serta menurunkan atau
menghilangkan dampak negatip pengelolaan lahan seperti erosi/longsor,
sedimentasi dan banjir. Upaya konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara
sipil teknik (mekanis) dan secara vegetatif. Pengendalian erosi secara
vegetatif merupakan pengendalian erosi yang didasarkan pada peran tanaman
sehingga mengurangi daya pengikisan dan penghanyutan tanah oleh aliran permukaan.
Tanaman dapat berfungsi melindungi
permukaan tanah terhadap pukulan air hujan, melindungi daya transportasi aliran
permukaan, dan menambah infiltrasi tanah, sehingga pasokan dan cadangan air
dalam tanah meningkat. Pangkasan dan seresah tanaman dapat memasok bahan
organik dan hara, serta dapat menyediakan pakan untuk ternak. Cara vegetatif dapat dilakukan
2.4.
Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan
wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang
menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya
melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu,
pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan
DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha
penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan
produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari),
disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga
distribusi aliran merata sepanjang tahun (Marwah, 2001)
Dalam terminologi yang lain dalam bahasa Inggris pegertian DAS sering
dipergunakan istilah “ drainage area” atau “river basin” atau “catchment area”
atau “watershed”. Definisi DAS tersebut di atas pada dasarnya menggambarkan
suatu wilayah yang mengalirkan air yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan
bahan larut melalui titik yang sama sepanjang suatu alur atau sungai. DAS juga
merupakan suatu ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta
unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan
inflow dan outflow dari material dan energi. Cakupan luas suatu DAS di bumi
kita ini sangat bervariasi mulai dari beberapa puluh meter persegi sampai
dengan ratusan ribu hektar. Suatu DAS yang sangat luas seperti Amazon biasanya
disebut “ river basin” . Secara herarkis suatu DAS yang luas/besar biasanya
terdiri atas beberapa DAS yang lebih kecil. DAS-DAS yang lebih kecil tersebut
dinamai sub DAS dari DAS yang lebih besar. Sub DAS mungkin juga terdiri atas
beberapa sub-sub DAS.
DAS merupakan suatu sistem ekologi yang kompleks, di
dalamnya terjadi keseimbangan dinamik antara energi material yang masuk (input)
dan material yang keluar (output). Pada keadaan alami perubahan
keseimbangan masukan dan keluaran berjalan lambat dan tidak menimbulkan ancaman
yang membahayakan bagi manusia dan kelestarian lingkungan, namun pada sistem
DAS dengan dinamika penggunaan lahan yang berlangsung secara terus menerus dari
bentuk vegetasi rapat ke bentuk vegetasi yang jarang atau dari bentuk vegetasi
ke bentuk non vegetasi, sesuai penyebaran lokasi penggunaan lahan secara
spasial (keruangan), akan mempengaruhi fluktuasi debit aliran sungai (Asdak,
2004).
Selain merupakan wilayah tata air, DAS juga merupakan
suatu ekosistem, disebut sebagai ekosistem DAS. Unsur-unsur yang terdapat di
dalam DAS meliputi sumberdaya alam dan manusia. Sumberdaya alam bertindak
sebagai obyek terdiri atas tanah, vegetasi, dan air, sedangkan unsur
manusia sebagai subyek atau pelaku pendayagunaan dari unsur-unsur sumberdaya
alam, antara unsur-unsur tersebut terjadi proses hubungan timbal balik dan
saling mempengaruhi. Dalam sumber daya alam antara tanah, air, dan vegetasi
saling terkait sehingga menghasilkan suatu produk tertentu dan kondisi air
tertentu yang pada akhirnya berpengaruh pada kehidupan manusia. Di pihak
lain, manusia sebagai pelaku pendayagunaan sumberdaya alam banyak melakukan
aksi atau pengubahan-pengubahan pada tanah dan vegetasi, sehingga
bereaksi pada hasil produk, partisipasi maupun hasil air (Asdak, 2004).
III. METODE
PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan
penelitian mulai dari pengumpulan data primer dan sekunder, serta analisis
data, secara keseluruhan berlangsung selama 4 bulan yang dimulai pada bulan
Nopember 2014 hingga Maret 2015 .
Penelitian dilakukan di Sub DAS Sopu dengan luas
wilayah penelitian berkisar 3.391,43
Ha. Secara administratif pemerintahan, daerah penelitian berada di Kecamatan
Nokilolaki, Kabupaten Sigi dengan jarak sekitar 70 km sebelah Selatan Kota
Palu, Ibukota Propinsi Sulawesi Tengah.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam
penilitian ini yaitu air hujan yang tertampung dalam aliran batang.
Peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Penampung
aliran batang (stemflow) dipasang pada batang tanaman, dimana ujung
selang bagian atas terletak 120 cm dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan
tinggi bebas cabang tanaman. Seng Plat dililitkan
pada batang yang dihubungkan dengan jerigen
yang diatur sedemkian rupa sehingga aliran batang dapat tertampung.
2.
Gelas ukur dengan volume 100 ml dan 1000 ml,
digunakan untuk mengukur besarnya curah hujan, air dan aliran batang.
3.
Pipa Paralon berdiameter 2,5 cm dan Corong
berdiameter 19,10 cm.
4. Kompas
untuk menentukan arah.
5.
Pita ukur untuk mengukur diameter pohon.
6.
Alat tulis menulis, kamera dan kalkulator.
3.3. Teknik Pengukuran dan Pengumpulan Data
a.
Pengamatan Stemflow
(aliran
batang)
Pengamatan Stemflow,
dan
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pada tipe penggunaan lahan agroforestry dan tempat
terbuka dibuat petak ukur (PU) berukuran 100 m x 100 m =1 ha.
2.
Selanjutnya,
untuk
mengukur aliran batang, yang terbuat dari seng plat yang dililitkan melingkar pada batang
masing-masing pohon (yang berdiameter ≥ 20cm) dan dihubungkan dengan alat penampung air
(jerigen) volume 5 liter. Masing-masing PU juga
dipasang 9 alat pengukur aliran batang (stempflow). Pengukuran aliran batang juga dilakukan pada setiap kejadian hujan berhenti, Adapun gambar
alat penampun aliran batang (stempflow) disajikan pada Gambar 3.1
Gambar
3.1. .Alat Penampung Aliran Batang
3. Pada
tempat terbuka dipasang alat pengukur hujan yang manual terbuat dari pipa
paralon berdiameter 2,5 cm dengan
diatasnya dipasang corong yg berdiameter 19,10
cm dan dihubungkan dengan alat penampung air (jerigen) volume 5 liter.
Masing-masing
PU dipasang 9 alat pengukur
yang dilakukan ditempat terbuka pada setiap
kejadian hujan berhenti. Adapun gambar alat penampung pada tempat terbuka.
Gambar 3.2. Alat Pengukur hujan manual.
3.4.
Pengolahan dan Analisis Data
A.
Tebal
hujan dihitung dengan persamaan:
Th=
|
VTh
|
.................................(3.14)
|
L
|
Keterangan:
Th = Tebal hujan (mm)
VTh = Volume
tebal hujan yang tertampung (ml)
L = Luas penampang alat penampung (cm2)
B.
Aliran
batang dihitung dengan persamaan:
Sf=
|
VSf
|
..............................(3.15)
|
LPt
|
Keterangan:
Sf =Stemflow
(mm)
VSf =
Volume Stemflow yang tertampung
(ml)
LPt = Luas penampang proyeksi tajuk (m2)
Analisis
Data
Hubungan
antara tebal hujan dan aliran batang dianalisis dengan menggunakan analisis regresi
linier sederhana dengan persamaan sebagai berikut:
Y=
a + bx
Y = variable terikat (aliran batang)
X = variable bebas (tebal hujan)
a dan b = konstanta
III.
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak, Luas dan Batas
Kawasan
Desa Kamarora secara administrasi terletak di
Kecamatan Nokilalaki Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Desa Kamarora memiliki luas 850 ha.
Adapun batas-batas Desa Kamarora adalah sebagai berikut:
-
Sebelah
Utara: Berbatasan dengan Desa Sipulung Kecamatan Palolo.
-
Sebelah
Timur: Berbatasan dengan Desa Tongoa Kecamatan Palolo.
-
Sebelah
Selatan: Berbatasan dengan Desa Anca Kecamatan Lindu.
-
Sebelah
Barat: Berbatasan dengan Desa Sopu Kecamatan Nokilalaki.
4.2
Iklim dan Curah Hujan
Keadaan
iklim Desa Kamarora menurut klasifikasi iklim Schmidth dan Ferguson termasuk
dalam tipe iklim B (agak musiman). Dengan curah hujan berkisar antara
2.000-3.000 mm/tahun (Data Desa Kamarora 2011).
4.3
Aksesibilitas
Lokasi Desa Kamarora yang masuk dalam wilayah
konservasi TNLL dapat ditempuh melalui jalur darat dengan jarak tempuh ± 64 Km
dari ibukota provinsi dengan waktu tempuh selama ± 1,5 jam dan 14 Km dari
Kecamatan Palolo dengan waktu tempuh ±
15 menit.
44.
Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
4.4.1.
Jumlah Penduduk
Jumlah
Penduduk Desa Kamarora adalah 1.472 jiwa atau 382 kepala keluarga. Dimana
jumlah jenis kelamin laki-laki sebanyak 747 jiwa dan jumlah jenis kelamin
wanita 725 jiwa. Secara rinci keadaan jumlah penduduk Desa Kamarora dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah penduduk Desa Kamarora berdasarkan
jenis kelamin.
No.
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
(jiwa)
|
1.
|
Laki- laki
|
747
|
2.
|
Perempuan
|
725
|
Jumlah
1.472
|
Sumber
data : Rekapitulasi Data RTM Desa
Kamarora Tahun 2012
4.4.2.
Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Desa Kamarora saat ini
masih kurang baik, hal ini dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang
bersekolah. Sebagian diantaranya hanya mengikuti pendidikan ditingkat SD. Hal
ini dapat dilihat pada tabel2.
Tabel 2. Data tingkat pendidikan masyarakat Desa
Kamarora.
No.
|
Klasifikasi
Pendidikan
|
Jumlah
(Jiwa)
|
1.
|
SD
|
150
|
2.
|
SMP
|
100
|
3.
|
SMA
|
60
|
Sumber
Data: Rekapitulasi Data RTM Desa Kamarora Tahun 2012
4.4.3.
Mata Pencaharian
Pada umumya mata pencaharian masyarakat Desa Kamarora
adalah petani tanaman semusim berupa padi, jagung dan umbi-umbian untuk
dikonsumsi sendiri dan sisanya dijual untuk menambah penghasilan. Mereka juga
menanam tanaman tahunan seperti cokelat, kelapa dan kemiri. Selain itu, mereka
juga beternak sapi, kambing dan babi. Keberadaan hutan bagi masyarakat setempat
merupakan alaternatif bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
memanfaatkan hasil hutan dan membuka lahan untuk berkebun.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
DAFTAR
PUSTAKA
Asdak, C. 2010. Hidrologi
dan Pengelolaan DAS. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
.............., C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta
Bayong, T.H.K.,
2004.Klimatologi, Penerbit ITB, Bandung
Bruce,
Fermanto, I.
2000. Masukan Hara Melalui Curah Hujan, Air Tembus dan Aliran
Batang pada Tegakan Pinus (Pinus
merkusii), Puspa (Schima wallichii)
dan Agathis (Agathis lorantifolia) dan
di Das Cipeureu, Hutan
Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Skripsi.
Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor. Tidak
Dipublikasikan.
Hairiah, K dan
S.H. Utami. 2002. Agroforestry: Tawaran Menuju Pertanian
Sehat. Dalam H.M S. Sabarnurdin, S.
Hardiwinoto, S. Danarto dan P. Suryanto (eds.) Peranan Strategis agroforestry
dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara Lestari dan Terpadu”. Prosiding
Seminar Nasional, Yogyakarta. Fakultas Kehutanan UGM.
Marwah, S. 2001. Daerah Aliran Sungai (Das) Sebagai Satuan Unit Perencanaan Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan.http://rudyct.250x.com/sem1_012/sitti_marwah.htm (01/04/04)
Nana Mulyana
et al., 2007..Hubungan luas tutupan hutan terhadap potensi banjir dan koefisien
limpasan di beberapa das di indonesia. Workshop Peran hutan dan kehutanan dalam
meningkatkan daya dukung DAS. Surakarta.
Priyono,
C. N. S. 2003. Pengaruh Pinus terhadap Erosi dan Tata Air. Prosiding
Seminar Hasil-Hasil
Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Pinus. http//www.balitbang-das. Or. Id. [17 Mei 2005]
Suryatmojo, H.
2010. Strategis Pemilihan Vegetasi Untuk Pencegahan Bahaya Longsor Lahan, http://www.fortunecity.com
[01 Juli 2010]
Triatmodjo,
2009. Peranan Hutan Sebagai Pengendali Air : Suatu Penghamoiran Analisis
Sistem. Universitas Gadjah Mada
.s .............., 2009. Hidrologi Terapan. Beta Ofset, Yogyakarta.
Tukidin.(2010). Karakter
Curah Hujan diIndonesia . http://journal. unnes.ac.id/nju/index.
php/JG/article/view/84/85, yang diakses pada pukul 04.04 WIB, tanggal 15
Agustus 2014.
Langganan:
Postingan (Atom)