Senin, 27 Juli 2015





SK KPA KALIAVO

PEMERINTAH KABUPATEN DONGGALA
KECAMATAN BANAWA TENGAH
KEPALA DESA KOLA-KOLA
Jln.Lapangan sinar Banawa
 


SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA KOLA-KOLA
                         Nomor.

Tentang
SUSUNAN PENGURUS PENDIRI KOMUNITAS PECINTA ALAM (KPA) KALIAVO
DESA KOLA-KOLA KEC. BANAWA TENGAH KAB. DONGGALA
TAHUN.2015

Menimbang                   : 1. Bahwa dalam rangka meningkatkan kwalitas dan memperlancar kegiatan  pemuda khususnya pemuda komunitas pecinta alam (KPA) Kaliavo perlu adanya struktur organisasi komunitas pecinta alam (KPA) Kaliavo.
                                        2.  Bahwa mereka yang namanya tercantum dalam lampiran surat keputusan ini dipandang mampu dan memiliki kompetisi untuk diangkat dalam pengurus komunitas pecinta alam (KPA) Kaliavo Tahun. 2015
                                        3. Bahwa guna keperluan dimaksud pada butir 2 diatas, perlu diterbitkan surat keputusan.
Mengigat                       : 1. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28
                                        2. Undang-undang no. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan
                                        3. Angaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggah komunitas pecinta alam    (KPA) Kaliavo.
                                       4, Rapat pembentukan organisasi pengurus tanggala 11 Juni 2015

MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama                         :  Mengangkat mereka yang namanya tercantum dalam lampiran ini dalam susunan pengurus pendiri komunitas pecinta alam (KPA) Kaliavo, sebagaimana tersebut pada daftar lampiran keputusan ini tahun. 2015-2016.
Kedua                           : Menugaskan kepada seluruh pengurus pendiri komunitas pecinta alam (KPA) Kaliavo untuk menjalankan kegiatannya sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing dan melaporkan secara tertulis kepada Pemerintah Desa        Kola-Kola.
Ketiga                           : Surat keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggala 11 juni 2015 s/d 10 Juni 2016 dan apabila dikemudian hari didapati kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
                                                                                                          Ditetapkan di : Kola-Kola
                                                                                                          Pada Tanggal : 14 Juni 2015

                                                                                                          Kepala Desa Kola-Kola.



                                                   RAIS. A. AMBO ATJO


KPA KALIAVO KOLA-KOLA

KPA KALIAVO didirikan pada tanggal 11 Juni 2015 di Desa Kola-Kola untuk jangka waktu yang tidak ditentukan, KPA KALIAVO bertempat kedudukan di Desa Kola-Kola dan/atau wilayah Banawa Tengha-Donggala.
Tujuan :
Organisasi KALIAVO bertujuan untuk:
1. Menumbuhkan,memupuk, membina dan mengembangkan kecintaan terhadap alam beserta segenap isinya sebagai pernyataan rasa cinta terhadap Tuhan sebagai pencipta.
2. Meningkatkan kepedulian, kecintaan terhadap lingkungan, kebersamaan, dan persaudaraan antar anggota KALIAVO
3. Mengembangkan dan membina pribadi yang luhur, ketahanan jasmani dan rohani, serta ilmu pengetahuan demi kemanusiaan.
4. Mewujudkan kerjasama antara lembaga pecinta alam, pemerintah, organisasi kemasyarakatan, dan oraganisasi independen lainnya yang berada di seluruh wilayah Indonesia berdasarkan semangat kekeluargaan dan kebersamaan.
ARTI LAMBANG
Ø Gunung.
Melambangkan bahwa tinggi dan kokohnya nilai alam dimata para makhluk sehingga, menjadikan salah satu landasan prinsip kehidupan bagi para insan yang ingin menggali serta mengenal arti alam untuk kelanjutan hidup.Ø Tameng/Kaliavo
Tameng menjadi simbol dalam hal melindungi kelestarian Alam.Ø Tombak b  ambu yang tersilang.
Simbol dari runcingnya nilai kasih kepada alam, sehingga membuat insan-insan pencinta alam memilki ketajaman naluri untuk melindungi alam.Ø Warna Hijau
Melambangkan kesuburan alam, subur dalam arti kesadaran mencintai semestaØ Warna Kuning Emas
Warna kebasaran yang ada di daerah kita, makna yang terselubung dibalik warna kuning emas tsb, kepuasan diri dalam mempelajari dan melayani alam.Ø Warna Coklat
Manis, dalam filosofi warna coklat menggambarkan bahwa manis dalam nuansa dijiwa supaya kita mampu mempertahankan ke indahan alam.Ø Warna Hitam
Melambangkan kelam, gelap sehingga menuntun diri harus bisa keluar dari tekanan-tekanan yang ada.Ø Kompas
Dari empat penjuru mata angin jiwa-jiwa kasih kami akan menuntut kearah dimana titik temu yang disebut dengan kesejatraan, beda arah bukan berarti tak bisa bersama. 

Selasa, 12 Mei 2015

KOLA-KOLA (SINUE MPANJILI)

SINUE
Sengo ngapa koulu
Nabaraka itu tesa naboli ka kami bijana
Vuluvuntu vulonji to karapea dadena
Nosakaya ompa bulau negaga
Saluvengi saluveita
Poili nutasi posakaya ompa
Najadi bente,bente mpo sigau
Toma langgai ante gumana
Totua besi ante tangina
Bonaloa niuli
uve mata ina noili khi saluveita
Tanda baraka SINUE ngapa ntotua
Nolempa sadempa khi lakha sukana..

Ocehan Sang Pemimpi

Menepaki Hasrat

Di kesenyapan malam
ku coba lambungkan hayal tuk temani jiwa dalam ke sepian.
Indah walau hanya dalam genggaman angan
biarlah...biarlah ku coba merabah 
menapaki hasrat yg kian menggila.
Engkau suluh dalam gelapnya malam
tuntun langkahku dari aral yg menyandung
genggam tanganku dan mari kita merajut kisah kasih yg nalar tak mampu mengkritisi.
Semua tergantung angan dan hayalku
sejauh mana ku lemparkan serta ku selami inti sari tuntutan batin
kerana mungkin,ini akan sulit terealisasi..



Aisyah Rifkayanti

Sekilas wajah riang terpampang di sana
Tat kala terbentur di gendang teling nama yang sangat bersahaja.
Rona ke bahagian seketika menyeruak ke rongga rongga jiwa yang terhimpit sesaknya rindu.
Aisyah..
Indah namamu kan terkenang selalu
Lugu dan manis senyummu masih terlukis jelas di dinding sukmaku.
Takan ada satupun yg sanggup menghapus sketsa rupamu yang ayu dari taman kalbuku.
Aisyah...
Di jendela tua ini
Ku coba titip rinduku lewat angin yang berlalu.
Berharap kokohnya ke angkuhanmu akan luluh saat rindu ini menjamah sekujur ingatanmu...
Aisyah...
Di sini,malam ini ku labuhkan pilu
Bersama senandung senandung hambar dari jiwa yang merindu.
Aisyah...oh puspa hatiku...
Celoteh menyambut malam...

Rabu, 22 April 2015

Hubungan Tebal Hujan dan Aliran Batang Pada Lahan Agroforestry di Sub DAS Sopu (Skiripsi)

I.     PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Konsep pengelolaan DAS hendaklah berpedoman pada satu sungai satu perencanaan dan satu pengelolaan, dalam implementasinya merupakan tanggung jawab semua daerah di kawasan DAS tersebut. Hendaknya konsep ini tidak lekang karena pelaksanaan OTDA (otonomi daerah), tidak rapuh karena target PAD. Pengaturan tataguna tanah di DAS dengan menetapkan luasan hutan minimum 30% dari luas DAS merupakan satu langkah dalam menanggulangi banjir dan longsor, disamping upaya-upaya konservasi yang lainnya. Hutan mempunyai peran sangat penting dalam menahan aliran permukaan(run-off) yang sangat signifikan mengurangi terjadinya banjir dan longsor. Dalam pembangunan hutan di kawasan DAS, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan merupakan faktor yang sangat penting untuk dipertimbangkan, sehingga pola agroforestry merupakan pilihan yang tepat.
Agroforestry sangat tepat untuk dikembangkan dalam pengelolaan DAS (pengendalian banjir dan longsor) dengan petimbangan: (1) mampu menutup permukaan tanah dengan sempurna, sehingga efektif menekan aliran permukaan, erosi/longsor dan banjir, serta mampu meningkatkan infiltrasi/pasokan dan cadangan air tanah, (2) variasi tanaman membentuk jaringan perakaran yang kuat baik pada lapisan tanah atas maupun bawah, akan meningkatkan stabilitas tebing, sehingga mengurangi kerentanan terhadap longsor (melalui pola tanam khusus), (3) terkait rehabilitasi lahan, mampu meningkatkan kesuburan fisika (perbaikan struktur tanah dan kandungan air), kesuburan kimia (peningkatan kadar bahan organik dan ketersediaan hara) dan biologi tanah (meningkatkan aktivitas dan diversitas), morfologi tanah (pembentukan solum), (4) secara ekonomi meningkatkan pendapatan petani dan menekan resiko kegagalan panen, dan (5) mempunyai peran penting dalam upaya rehabilitasi lahan kritis. Khusus konservasi daerah tebing rawan longsor dapat dilakukan melalui penghijauan dengan pola tanam, variasi tanaman yang sistem perakaranya dalam yang diselingi dengan tanaman yang lebih pendek dan ringan, permukaan tanah ditanami rumput, dan disertai perbaikan drainase (menjauhkan air dari lereng dan menghindari air meresap ke dalam lereng) agar stabilitas lereng tetap terjaga.
Pengaturan luas hutan menjadi sangat penting dalam mengurangi resiko banjir di kawasan DAS, mengingat hutan merupakan penutupan lahan yang paling baik dalam mencegah erosi. Hutan pada kawasan DAS juga berperan sebagai penyimpan air tanah pada saat intensitas curah hujan yang tinggi, yang biasa terjadi pada awal musim penghujan. Hutan sangat efektif dalam mengendalikan aliran permukaan karena laju infiltrasi hutan di daerah hulu DAS sangat besar, sehingga dapat mengatur fluktuasi aliran sungai dan cukup signifikan dalam mengurangi banjir (Nana Mulyana et al., 2007). Oleh karena itu, penetapan luasan hutan minimum 30% dari luas DAS merupakan satu langkah yang tepat dalam menanggulangi erosi dan banjir, disamping upaya konservasi lainnya.
Program penghijauan dan penghutanan kembali perlu terus dilakukan dalam rangka upaya pengendalian erosi dan banjir baik di lahan petani maupun di kawasan hutan. Sistem penanaman penghutanan kembali baik di dalam dan di luar kawasan dapat dilakukan dengan dua pola, yaitu murni tanaman kayu (bisa satu jenis tanaman kayu atau campuran) maupun agroforestri. Pola agroforestri yang merupakan pola tumpang sari antara tanaman tahunan (hutan) dengan tanaman pertanian, mampu menutup tanah dengan sempurna sehingga berpengaruh efektif terhadap pengendalian erosi dan peningkatan pasokan air tanah.
Hujan (presipitasi) merupakan curahan atau turunnya air dari atmosfer ke
permukaan bumi dan laut dalam bentuk yang berbeda, yaitu curah hujan di daerah
tropis dan curah hujan serta salju di daerah beriklim sedang (Asdak, 2010). Proses
terjadinya hujan diawali ketika sejumlah uap air di atmosfer bergerak ketempat yang lebih tinggi oleh karena adanya perbedaan tekanan uap air. Uap air bergerak
dari tempat dengan tekanan uap air lebih tinggi ke tempat dengan tekanan uap air
lebih rendah. Uap air yang bergerak ke tempat yang lebih tinggi (dengan suhu udara menjadi lebih rendah) tersebut pada ketinggian tertentu akan mengalami
kejenuhan dan apabila hal ini terjadi diikuti dengan terjadinya kondensasi, maka
uap air tersebut akan berubah bentuk menjadi butiran-butiran hujan (Asdak, 2010). Dengan adanya hujan maka kebutuhan makhluk hidup akan air dapat terpenuhi. Namun karena hujan tidak turun setiap saat, kita perlu menjaga agar ketersediaann air dapat cukup bila kelak kemarau datang. Salah satu caranya adalah dengan menjaga hutan.
Beberapa faktor yang berperanan terhadap besarnya evapotranspirasi antara lain adalah radiasi matahari, suhu, kelembaban udara, kecepatan angin dan ketersediaan air di dalam tanah atau sering disebut kelengasan tanah. Lengas tanah berperanan terhadap terjadinya evapotranspirasi. Evapotranspirasi punya pengaruh yang penting terhadap besarnya cadangan air tanah terutama untuk kawasan yang berhujan rendah, lapisan/tebal tanah dangkal dan sifat batuan yang tidak dapat menyimpan air (Triatmodjo, 2009)
Dalam daur hidrologi, penutupan hutan mempunyai peran yang sangat penting. Salah satu fungsi hutan yang telah dipercayai adalah perannya dalam pengendalian daur air suatu kawasan, selain itu hutan dapat memberikan naungan,
mengurangi kecepatan angin, debu dan suara serta menurunkan suhu yang ekstrim
(Asdak,2010). Dengan adanya daur hidrologi, proses jatuhnya air hujan ke lantai hutan terbagi menjadi tiga cara, yaitu; tetesan air yang langsung jatuh ke permukaan tanah, air yang jatuh dari sela-sela daun (aliran tembus), dan air yang mengalir melalui batang pohon (aliran batang). Proses tertahannya air hujan oleh
pohon-pohon dan tidak sampai ke permukaan tanah, disebut intersepsi. Intersepsi
mengakibatkan volume air hujan yang mencapai permukaan tanah berkurang karena sebagian air hujan yang diintersepsi dikembalikan ke atmosfir melalui
proses evaporasi. Oleh karena itu, intersepsi merupakan faktor penting untuk menentukan curah hujan bersih atau jumlah curah hujan yang tersedia untuk menjadi air larian dan aliran air tanah.
1.2.       Rumusan Masalah
            Dari kegiatan penebangan pohon untuk dijadikan areal pertanian menyebabkan perubahan persentase penutupan tajuk. Perubahan lahan yang semula adalah hutan menjadi lahan pertanian akan mempengaruhi besarnya intersepsi tajuk hutan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Suryatmojo (2010) bahwa “intersepsi tajuk hutan merupakan bagian proses hidrologi yang mengalami gangguan akibat alih fungsi lahan, selain itu peran hutan dan suatu tegakan pohon dalam pengendalian air kawasan bersifat dinamik terhadap waktu, ruang, dan system pengelolaan”.
a)        Bagaimana hubungan tebal hujan dan  aliran batang, pada lahan agroforestry  di Sub  DAS Sopu.?
1.3.            Tujuan Penilitian
a.       Untuk mengetahui hubungan antara tebal hujan dan  aliran batang pada lahan agroforestry di Sub  DAS Sopu?
1.4.            Manfaat Penilitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dalam bentuk data aktual mengenai pengaruh aliran batang terhadap tebal hujan pada lahan agroforestry di Sub  DAS Sopu.  Selain itu data ini juga diharapkan dapat memberi arahan kepada pengelola DAS agar dapat menyelesaikan masalah- masalah lingkungan yang ada.









II.                TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Pengertian Aliran Tembus dan Aliran Batang.
          Peran hutan dalam siklus air dimulai dari intersepsi. Pada areal hutan, curah hujan yang jatuh tidak langsung menuju ke tanah tetapi dapat terserap oleh tajuk tanaman. Peristiwa ini disebut intersepsi. Disamping itu tetesan hujan juga mengalir lewat batang pohon, yang disebut stemflow. Air yang masuk ke tajuk tanaman akan dilepas lagi melalui proses air tembus yang disebut throughfall. Dengan demikian jumlah air yang sampai ke permukaan tanah tergantung kepada ketiga proses tersebut ( Priyono, 2003).
Air hujan yang jatuh melalui tumbuh-tumbuhan dibedakan menjadi dua komponen, yaitu air tembus (throughfall) dan air aliran batang (stemflow). Air tembus adalah air yang jatuh ke tanah dengan menetes melalui daun-daun dan ranting-ranting (Soerianegara, 1970 dalam Fermanto, 2000). Sedangkan menurut Finlayson (1998) dalam Fermanto (2000) air tembus merupakan bagian dari air hujan yang jatuh ke daratan melalui vegetasi dan mencapai tanah berupa butiran air yang berasal dari daun. Aliran batang menurut Finlayson (1998) dalam Fermanto (2000) merupakan bagian dari hujan yang mengalir ke bawah melalui ranting dan cabang yang akhirnya mencapai tanah. Nilai aliran batang jauh lebih kecil dibandingkan dengan air tembus. Aliran batang juga didefinisikan sebagai air yang sampai ke tanah dengan mengalir melalui permukaan batang (Soerianegara, 1970 dalam Fermanto, 2000).


2.1.      Pengertian Hujan

Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi.
Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam satuan millimeter (mm).
Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap tanaman.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Bayong (2004) mengungkapkan bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.

2.3.            Defenisi Agroforestry
Agroforestri merupakan salah satu sistem penggunaan lahan yang diyakini oleh banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan. Agroforestri memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap jasa lingkungan (environmental services) antara lain mempertahankan fungsi hutan dalam mendukung DAS (daerah aliran sungai), mengurangi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer, dan mempertahankan keanekaragaman hayati. Mengingat besarnya peran Agroforestri dalam mepertahankan fungsi DAS dan pengurangan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer melalui penyerapan gas CO2 yang telah ada di atmosfer oleh tanaman dan mengakumulasikannya dalam bentuk biomasa tanaman, maka agroforestri sering dipakai sebagai salah satu contoh dari “Sistem Pertanian Sehat” (Hairiah dan Utami  2002).
Salah satu fungsi agroforestri pada level bentang lahan (skala meso) yang sudah terbukti diberbagai tempat adalah kemampuannya untuk menjaga dan mempertahankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan, khususnya terhadap kesesuaian lahan. Beberapa dampak positif sistem agroforestri pada skala meso ini antara lain: (a) memelihara sifat fisik dan kesuburan tanah, (b) mempertahankan fungsi hidrologi kawasan, (c) mempertahankan cadangan karbon, (d) mengurangi emisi gas rumah kaca, dan (e) mempertahankan keanekaragaman hayati. Fungsi agroforestri itu dapat diharapkan karena adanya komposisi dan susunan spesies tanaman dan pepohonan yang ada dalam satu bidang lahan.
2.3.1        Peran Agroforestry dalam Konservasi DAS

Kondisi ekosistem DAS yang kondusif akan mampu menggerakan sendi-sendi perekonomian kawasan. Untuk mencapai kondisi tersebut perlu upaya konservasi dan rehabilitasi tanah dan air di kawasan tersebut. Konservasi tanah dan air bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan serta menurunkan atau menghilangkan dampak negatip pengelolaan lahan seperti erosi/longsor, sedimentasi dan banjir. Upaya konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara sipil teknik (mekanis) dan secara vegetatif. Pengendalian erosi secara vegetatif merupakan pengendalian erosi yang didasarkan pada peran tanaman sehingga mengurangi daya pengikisan dan penghanyutan tanah oleh aliran permukaan. Tanaman  dapat berfungsi melindungi permukaan tanah terhadap pukulan air hujan, melindungi daya transportasi aliran permukaan, dan menambah infiltrasi tanah, sehingga pasokan dan cadangan air dalam tanah meningkat. Pangkasan dan seresah tanaman dapat memasok bahan organik dan hara, serta dapat menyediakan pakan untuk  ternak. Cara vegetatif dapat dilakukan

2.4.            Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen, dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu, pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun (Marwah, 2001)
Dalam terminologi yang lain dalam bahasa Inggris pegertian DAS sering dipergunakan istilah “ drainage area” atau “river basin” atau “catchment area” atau “watershed”. Definisi DAS tersebut di atas pada dasarnya menggambarkan suatu wilayah yang mengalirkan air yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan larut melalui titik yang sama sepanjang suatu alur atau sungai. DAS juga merupakan suatu ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Cakupan luas suatu DAS di bumi kita ini sangat bervariasi mulai dari beberapa puluh meter persegi sampai dengan ratusan ribu hektar. Suatu DAS yang sangat luas seperti Amazon biasanya disebut “ river basin” . Secara herarkis suatu DAS yang luas/besar biasanya terdiri atas beberapa DAS yang lebih kecil. DAS-DAS yang lebih kecil tersebut dinamai sub DAS dari DAS yang lebih besar. Sub DAS mungkin juga terdiri atas beberapa sub-sub DAS.
DAS merupakan suatu sistem ekologi yang kompleks, di dalamnya terjadi keseimbangan dinamik antara energi material yang masuk (input) dan material yang keluar (output).  Pada keadaan alami perubahan keseimbangan masukan dan keluaran berjalan lambat dan tidak menimbulkan ancaman yang membahayakan bagi manusia dan kelestarian lingkungan, namun pada sistem DAS dengan dinamika penggunaan lahan yang berlangsung secara terus menerus dari bentuk vegetasi rapat ke bentuk vegetasi yang jarang atau dari bentuk vegetasi ke bentuk non vegetasi, sesuai penyebaran lokasi penggunaan lahan secara spasial (keruangan), akan mempengaruhi fluktuasi debit aliran sungai (Asdak, 2004).
Selain merupakan wilayah tata air, DAS juga merupakan suatu ekosistem, disebut sebagai ekosistem DAS. Unsur-unsur yang terdapat di dalam DAS meliputi sumberdaya alam  dan manusia. Sumberdaya alam bertindak sebagai obyek terdiri atas tanah, vegetasi, dan  air, sedangkan unsur manusia sebagai subyek atau pelaku pen­dayagunaan dari unsur-unsur sumberdaya alam, antara unsur-unsur tersebut terjadi proses hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Dalam sumber daya alam antara tanah, air, dan vegetasi saling terkait sehingga menghasilkan suatu produk tertentu dan kondisi air tertentu yang  pada akhirnya berpengaruh pada kehidupan manusia. Di pihak lain, manusia sebagai pelaku pendayagunaan sumberdaya alam banyak melakukan aksi atau pengubahan-pengubahan  pada tanah dan vegetasi, sehingga bereaksi pada hasil produk, partisipasi maupun hasil air (Asdak, 2004).




















III.      METODE PENELITIAN
3.1       Waktu dan Tempat
Pelaksanaan penelitian mulai dari pengumpulan data primer dan sekunder, serta analisis data, secara keseluruhan berlangsung selama 4 bulan yang dimulai pada bulan Nopember 2014 hingga Maret 2015 .
Penelitian dilakukan di Sub DAS Sopu dengan luas wilayah penelitian berkisar  3.391,43 Ha. Secara administratif pemerintahan, daerah penelitian berada di Kecamatan Nokilolaki, Kabupaten Sigi dengan jarak sekitar 70 km sebelah Selatan Kota Palu, Ibukota Propinsi Sulawesi Tengah.
3.2       Bahan dan Alat
            Bahan yang digunakan dalam penilitian ini yaitu air hujan yang tertampung dalam aliran batang.
            Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1.      Penampung aliran batang (stemflow) dipasang pada batang tanaman, dimana ujung selang bagian atas terletak 120 cm dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan tinggi bebas cabang tanaman. Seng Plat dililitkan pada batang yang dihubungkan dengan jerigen yang diatur sedemkian rupa sehingga aliran batang dapat tertampung.
2.      Gelas ukur dengan volume 100 ml dan 1000 ml, digunakan untuk mengukur besarnya curah hujan, air  dan aliran batang.
3.      Pipa Paralon berdiameter 2,5 cm dan Corong berdiameter  19,10 cm.
4.      Kompas untuk menentukan arah.
5.      Pita ukur untuk mengukur diameter  pohon.
6.      Alat tulis menulis, kamera dan kalkulator.

3.3. Teknik Pengukuran dan Pengumpulan Data
a.      Pengamatan  Stemflow (aliran batang)

Pengamatan Stemflow, dan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1.      Pada tipe penggunaan lahan agroforestry dan tempat terbuka dibuat petak ukur (PU) berukuran 100 m x 100 m =1 ha. 
2.      Selanjutnya,  untuk mengukur aliran batang, yang terbuat dari seng plat  yang dililitkan melingkar pada batang masing-masing  pohon (yang berdiameter ≥ 20cm) dan dihubungkan dengan alat penampung air (jerigen) volume 5  liter. Masing-masing PU juga dipasang 9 alat pengukur aliran batang (stempflow). Pengukuran  aliran batang juga dilakukan pada setiap kejadian hujan berhenti, Adapun gambar alat penampun  aliran batang (stempflow) disajikan pada Gambar 3.1
 








Gambar 3.1. .Alat Penampung Aliran Batang

3.      Pada tempat terbuka dipasang alat pengukur hujan yang manual terbuat dari pipa paralon berdiameter  2,5 cm dengan diatasnya dipasang corong yg berdiameter 19,10  cm dan dihubungkan dengan alat penampung air (jerigen) volume 5  liter. Masing-masing PU  dipasang 9 alat pengukur  yang dilakukan ditempat terbuka pada setiap kejadian hujan berhenti. Adapun gambar alat penampung pada tempat terbuka.





Gambar 3.2. Alat Pengukur hujan manual.










3.4.            Pengolahan dan Analisis Data

A.    Tebal hujan dihitung dengan persamaan:

Th=
VTh
                                 .................................(3.14)
L

Keterangan:
Th    = Tebal hujan (mm)
VTh =  Volume tebal hujan yang tertampung (ml)
L      = Luas penampang alat penampung (cm2)
B.     Aliran batang dihitung dengan persamaan:

Sf=
VSf
                              ..............................(3.15)
LPt
Keterangan:
Sf     =Stemflow (mm)
VSf  =  Volume Stemflow yang tertampung (ml)
LPt  = Luas penampang proyeksi tajuk (m2)
Analisis Data
Hubungan antara tebal hujan dan aliran batang  dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana dengan persamaan sebagai berikut:
Y= a + bx
Y = variable terikat (aliran batang)
X = variable bebas (tebal hujan)
a dan b = konstanta




III.             KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak, Luas dan Batas Kawasan
            Desa Kamarora secara administrasi terletak di Kecamatan Nokilalaki Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi  Tengah. Desa Kamarora memiliki luas 850 ha. Adapun batas-batas Desa Kamarora adalah sebagai berikut:
-          Sebelah Utara: Berbatasan dengan Desa Sipulung Kecamatan Palolo.
-          Sebelah Timur: Berbatasan dengan Desa Tongoa Kecamatan Palolo.
-          Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Desa Anca Kecamatan Lindu.
-          Sebelah Barat: Berbatasan dengan Desa Sopu Kecamatan Nokilalaki.
4.2 Iklim dan Curah Hujan
            Keadaan iklim Desa Kamarora menurut klasifikasi iklim Schmidth dan Ferguson termasuk dalam tipe iklim B (agak musiman). Dengan curah hujan berkisar antara 2.000-3.000 mm/tahun (Data Desa Kamarora 2011).
4.3 Aksesibilitas
            Lokasi Desa Kamarora yang masuk dalam wilayah konservasi TNLL dapat ditempuh melalui jalur darat dengan jarak tempuh ± 64 Km dari ibukota provinsi dengan waktu tempuh selama ± 1,5 jam dan 14 Km dari Kecamatan Palolo dengan waktu tempuh  ± 15 menit.

44. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
4.4.1. Jumlah Penduduk
            Jumlah Penduduk Desa Kamarora adalah 1.472 jiwa atau 382 kepala keluarga. Dimana jumlah jenis kelamin laki-laki sebanyak 747 jiwa dan jumlah jenis kelamin wanita 725 jiwa. Secara rinci keadaan jumlah penduduk Desa Kamarora dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah penduduk Desa Kamarora berdasarkan jenis kelamin.        
No.
Jenis Kelamin
Jumlah (jiwa)
1.
Laki- laki
747
2.
Perempuan
725
  Jumlah                                                                            1.472 
Sumber data : Rekapitulasi Data RTM  Desa Kamarora Tahun 2012
4.4.2. Pendidikan
            Tingkat pendidikan masyarakat Desa Kamarora saat ini masih kurang baik, hal ini dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang bersekolah. Sebagian diantaranya hanya mengikuti pendidikan ditingkat SD. Hal ini dapat dilihat pada tabel2.
Tabel 2. Data tingkat pendidikan masyarakat Desa Kamarora.
No.
Klasifikasi Pendidikan
Jumlah (Jiwa)
1.
SD
150
2.
SMP
100
3.
SMA
60
Sumber Data: Rekapitulasi Data RTM Desa Kamarora Tahun 2012
4.4.3. Mata Pencaharian
            Pada umumya mata pencaharian masyarakat Desa Kamarora adalah petani tanaman semusim berupa padi, jagung dan umbi-umbian untuk dikonsumsi sendiri dan sisanya dijual untuk menambah penghasilan. Mereka juga menanam tanaman tahunan seperti cokelat, kelapa dan kemiri. Selain itu, mereka juga beternak sapi, kambing dan babi. Keberadaan hutan bagi masyarakat setempat merupakan alaternatif bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan hasil hutan dan membuka lahan untuk berkebun.















HASIL DAN PEMBAHASAN






















DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

.............., C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta
Bayong, T.H.K., 2004.Klimatologi, Penerbit ITB, Bandung  Bruce,

Fermanto, I. 2000. Masukan Hara Melalui Curah Hujan, Air Tembus dan Aliran
Batang pada Tegakan Pinus (Pinus merkusii), Puspa (Schima wallichii)
dan Agathis (Agathis lorantifolia) dan di Das Cipeureu, Hutan
Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Skripsi. Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan.

Hairiah, K dan S.H. Utami. 2002. Agroforestry: Tawaran Menuju Pertanian
Sehat. Dalam H.M S. Sabarnurdin, S. Hardiwinoto, S. Danarto dan P. Suryanto (eds.) Peranan Strategis agroforestry dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Secara Lestari dan Terpadu”. Prosiding Seminar Nasional, Yogyakarta. Fakultas Kehutanan UGM.
Marwah, S. 2001. Daerah Aliran Sungai (Das) Sebagai Satuan Unit Perencanaan  Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan.http://rudyct.250x.com/sem1_012/sitti_marwah.htm (01/04/04)
Nana Mulyana et al., 2007..Hubungan luas tutupan hutan terhadap potensi banjir dan koefisien limpasan di beberapa das di indonesia. Workshop Peran hutan dan kehutanan dalam meningkatkan daya dukung DAS. Surakarta.
Priyono, C. N. S. 2003. Pengaruh Pinus terhadap Erosi dan Tata Air. Prosiding
Seminar Hasil-Hasil Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Pinus. http//www.balitbang-das. Or. Id. [17 Mei 2005]
                                  
Suryatmojo, H. 2010. Strategis Pemilihan Vegetasi Untuk Pencegahan Bahaya Longsor Lahan, http://www.fortunecity.com [01 Juli 2010]

Triatmodjo, 2009. Peranan Hutan Sebagai Pengendali Air : Suatu Penghamoiran Analisis Sistem. Universitas Gadjah Mada

.s ..............,     2009. Hidrologi Terapan. Beta  Ofset, Yogyakarta.

Tukidin.(2010). Karakter Curah Hujan diIndonesia . http://journal. unnes.ac.id/nju/index. php/JG/article/view/84/85, yang diakses pada pukul 04.04 WIB, tanggal 15 Agustus 2014.