Makalah:
KETEKNIKAN KEHUTANAN
(KONSTRUKSI JALAN
DI HUTAN)
Rahmat Rum
L 131 10 383
JURUSAN
KEHUTANAN
FAKULTAS
KEHUTANAN
UNIVERSITAS
TADULAKO
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peranan keteknikan hutan dalam pengelolaan hutan
rakyat sebenarnya sangat penting, tetapi kegiatan penelitian dan pengembangan
di bidang tersebut masih sangat sedikit sehingga peranan yang penting tersebut
menjadi belum terrealisasikan di Indonesia. Contoh yang nyata dalam hutan yaitu
pembangunan jalan untuk akses pemanfaatan hutan yang lestari.
Perencanaan jalan dimaksudkan untuk mengembangkan
jaringan jalan dengan kerapatan jalan yang minimum tetapi dapat menjangkau
seluruh kawasan yang ditebang. Lokasi jalan utama ditentukan dalam rencana
strategis, sedangkan jalan cabang dalam rencana taktis. Akan tetapi, rancangan
jalan utama dapat dimodifikasi dan diperbaiki sesuai dengan survei topografi
sebelum penebangan yang dilaksanakan sewaktu mengadakan perencanaan taktis.
Dalam RIL, jalan-jalan hutan harus dibangun denganteknik yang ramah lingkungan
untuk menekan erosi tanah dan sedimentasi sungai yang serendah mungkin.
Perencanaan jalan yang benar sangat penting untuk
mengurangi kerapatan jalan dan meminimumkan kerusakan tanah. Walaupun vegetasi
perlu dibersihkan agar sinar matahari dapat mencapai jalan dan mengeringkannya
setelah hujan, jalan harus dibuat dengan lebar minimum tetapi memenuhi
persyaratan konstruksi dan pemeliharaan serta memungkinkan pengangkutan kayu
dapat dilakukan dengan efisien dan aman . Pengalaman menunjukkan bahwa drainase
yang baik lebih penting daripada sinar matahari untuk mengeringkan jalan dengan
cepat setelah hujan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagamana cara pembuatn kontruksi pembuatan jalan hutan?
II.
PEMBAHASAN
Pembongkaran
dan penimbunan tanah harus sesedikit mungkin untuk mengurangi permukaan tanah
terbuka yang secara potensial mudah tererosi. Jalan-jalan harus diusahakan jauh
dari sungai dan di luar daerah penyangga sungai. Timbunan badan jalan diatas
tanah lunak akan mengalami penurunan yang besar dan kemungkinan runtuh
akibat kurangnya daya dukung tanah lunak terhadap beban timbunan. Suatu cara
untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan cara penggunaan geotextile
yang digelar diatas tanah lunak sebelum pelaksanaan timbunan yang berfungsi
sebagai perkuatan (reinforcement). Perkuatan dalam kasus ini
hanya bekerja sementara sampai dengan kuat dukung (bearing
capacity) tanah lunak meningkat hingga cukup untuk mendukung beban
diatasnya. Analisa dengan metoda limit equilibrium akan
meninjau tiga modus stabilitas konstruksi timbunan diatas tanah lunak yaitu;
stabilitas internal, stabilitas fondasi tanah lunak dan stabilitas
keseluruhan konstruksi (overall stability).
Sebagai studi kasus,
disampaikan pelaksanaan jalan diatas tanah lunak dengan perkuatan geotextile di
pulau Setoko dan Nipah di kepulauan Riau. Jalan yang dibangun di daerah
ini melewati beberapa dataran rendah yang tertutup tanaman bakau dan
terpengaruh pasang surut. Penyelidikan tanah yang dilakukan menunjukkan bahwa
lapisan tanah lunak sampai kedalaman 15 m dibawah permukaan tanah.
Pembelokan aliran air:
Selokan di pinggir
jalan dan saluran-saluran drainase melintang (cross drains) yang
diletakkan dengan jarak yang benar harus dibuat dan dipelihara untuk
mengalirkan air dari badan jalan ke vegetasi yang ada di sekitarnya.
Kemiringan jalan:
Kemiringan
jalan harus dibuat sedatar mungkin dengan maksimum kemiringan 10- 20%. Bagian –
bagian jalan yang kemiringannya mendekati 20% tidak boleh melebihi 500 m
panjangnya.
Keterjangkauan (akses):
Pengendalian
akses (keterjangkauan) sering merupakan suatu langkah yang sangat penting yang
harus diambil oleh manajer hutan untuk melindungi integritas hutan dan hidupan
liar yang ada di dalamnya (Fimbel et al., in press). Jadi, sewaktu membuat
jaringan jalan angkutan, perencana harus merancang akses ke daerah konsesi
hanya melalui beberapa pintu gerbang yang dijaga untuk mencegah
orang-orang yang tidak ada hubungan langsung dengan kegiatan pengelolaan hutan
masuk ke daerah penebangan.
Tempat penimbunan (landing) :
Kerapatan
tempat penimbunan (TPN) dan luas arealnya dapat dibatasi melalui perencanaan
pembuatan jalan dan tempat penimbunan sebelum kegiatan penebangan, serta
memanfaatkan informasi topografi dan volume pohon- pohon yang dapat ditebang
yang dihasilkan dari survei potensi dan/atau survei topografi. Untuk
meminimumkan dampak terhadap lingkungan yang berkaitan dengan tempat penimbunan
(atau tempat penyimpanan balok sementara), praktek-praktek berikut harus
dilaksanakan dengan pengawasan oleh Petugas Perencanaan dari Tim Pengawas RIL
Lapangan:
1. tempat penimbunan
dibuat berdampingan dengan jalan;
2. luasnya dibatasi
< 0.2 ha (kira-kira 30 x 60 m)
3. hindari pembuatan
tempat penimbunan di luar daerah penebangan; dan
4. tempat penimbunan dibuat
di punggung bukit untuk memungkinkan penyaradan ke arah bukit
dan menjamin drainase yang baik di lokasi tersebut.
Perencanaan jaringan jalan sarad :
Jalan
sarad direncanakan dengan mengikuti analisis data posisi pohon dan topografi
yang diperoleh dari survei potensi dan survei topografi. Pencatatan data ke
dalam database GIS merupakan suatu keuntungan yang tidak diragukan lagi untuk
analisis dan interpretasi data. Analisis data dan perencanaan jaringan jalan
sarad merupakan tanggung jawab Petugas Perencanaan dari Tim Pengawas RIL
Lapangan. Petugas Inventarisasi Hutan dan Petugas Operasi Penebangan harus
diajak konsultasi untuk memperoleh bantuan dan pengarahan teknis. Aturan-aturan
berikut dapat dipakai sebagai dasar untuk merancang jalan sarad :
1. Penyaradan tidak
diijinkan pada lereng lebih besar dari 30%, juga tidak boleh di
kawasan yang dilindungi atau jalur hijau sungai.
2. Jalan sarad tidak
boleh memotong sungai. Bila penyeberangan tidak dapat dihindari, titik-titik
penyeberangan harus terlihat jelas pada peta dan harus disetujui setelah
diperiksa di lapangan oleh Petugas Perencanaan atau Petugas Inventarisasi Hutan
dari Tim Pengawas RIL Lapangan.
3. Jaringan jalan
sarad harus dioptimalkan menurut posisi
dan kerapatan pohon
yang akan ditebang untuk meminimumkan panjang jalan sarad dalam hutan.
Perencanaan penebangan
Tujuan
utama dari penebangan terarah (penebangan dengan arah rebah tertentu, directional
felling) adalah untuk menempatkan batang kayu pada posisi yang mudah untuk
dikeluarkan. Tujuan yang lain adalah untuk menghindari kerusakan pada
pohon-pohon yang direncanakan untuk dapat ditebang pada siklus penebangan
berikutnya (yaitu pohon-pohon dengan dbh > 40 cm), pohon-pohon yang
dilindungi, dan tegakan tinggal lainnya. Penebangan terarah harus dipakai untuk
melindungi pohon-pohon tersebut, yang telah diidentifikasi dan dicatat pada
waktu survei potensi. Perencanaan penebangan terarah merupakan tanggung jawab
Petugas Perencanaan dari Tim Pengawas RIL Lapangan. Petunjuk utama untuk perencanaan
arah rebah adalah:
1. Pohon harus
ditebang ke arah atau menjauhi jalan sarad atau kabel sarad dengan sudut miring
sekitar 30o terhadap arah penyaradan, kecuali bila pohon-pohon
tersebut dapat ditebang langsung ke atas jalan sarad.
2. Bila mungkin, pohon-pohon
harus ditebang ke arah rumpang (gap) tajuk yang ada.
3. Pada lereng yang
curam, pohon-pohon harus dirobohkan ke arah puncak bukit, kecuali jika pohon
sangat berat condongnya ke kaki bukit yang menyebabkan teknik penebangan
terarah untuk menarik pohon tersebut ke arah puncak bukit.
4. Pohon-pohon yang
berdampingan dengan daerah penyangga sungai harus ditebang sedemikian rupa
sehingga tajuk pohon jatuh diluar daerah penyangga tersebut.
5. Prosedur
penebangan yang benar harus diterapkan supaya pohon tidak pecah waktu ditebang.
Akhirnya, penelitian mutakhir menunjukkan bahwa kemampuan teknik RIL untuk
menekan kerusakan terhadap tegakan tinggal sampai 50%, dibandingkan dengan
praktek-praktek penebangan secara konvensional, tidak akan dapat dicapai apabila
intensitas penebangan > 8 pohon/ha (Bertault dan Sist 1995, 1997; Sist et
al. 1998). Di lokasi lain, yang tujuan silvikulturnya dapat berbeda dengan
tujuan sistem TPTI, jumlah maksimum pohon/ha yang dapat ditebang dan
keefektifan teknik RIL untuk mengurangi dampak penebangan dibandingkan dengan
praktek-praktek penebangan konvensional perlu diteliti. Keputusan untuk tidak
memasukkan pohon-pohon dengan ukuran tertentu untuk ditebang merupakan tanggung
jawab Tim Pengawas RIL Lapangan dan didasarkan pada data yang diperoleh dari
survei potensi. Di kawasan yang mempunyai kerapatan pohon yang tinggi,
pohon-pohon yang sangat besar, seperti pohon-pohon yang menjulang tinggi, tidak
perlu ditebang dan disisakan sebagai pohon inti.
Survei akhir pra-pembalakan RIL :
Sebelum
operasi pembalakan dimulai, perlu dilakukan survei akhir pra-pembalakan, yang
mencakup kegiatan- kegiatan berikut:
• penandaan jaringan
jalan sarad di lapangan dengan jalan sarad yang lebar (2m) dan mudah dilihat
dalam hutan (disarankan untuk menggunakan pita berwarna atau tanda-tanda dengan
cat di pohon); pembukaan jalan-jalan sarad sebelum penebangan dapat dianggap
sebagai suatu alternatif pilihan , dengan keuntungan utama untuk membantu
penebang dan pengawas di lapangan ketika mereka harus memeriksa dan menentukan
arah rebah yang paling baik dari setiap pohon :
1. pemeriksaan di
lapangan untuk menentukan apakah arah rebah yang direncanakan pada peta menurut
jaringan jalan sarad dan topografi memungkinkan. Sebelum penebangan, pengawas
RIL bersama-sama dengan penebang pergi ke lapangan untuk memeriksa arah
kemiringan pohon secara alami yang akan menentukan sektor penebangan 1800.
2. penandaan arah
rebah akhir dengan cat pada batang setiap pohon yang akan ditebang; dan
3. penandaan
pohon-pohon yang tidak boleh ditebang di kawasan di mana jumlah pohon yang
boleh ditebang > 8 pohon/ha. (mengecat kembali lingkaran kuningnya)
Peta taktis dan rencana tertulis :
Inventarisasi
dan perencanaan prapenebangan harus memberikan kontribusi kepada pengembangan
peta taktis, yang meliputi semua informasi yang diperlukan untuk mencapai
operasi pembalakan seperti yang telah ditentukan dalam rencana. Peta taktis ini
harus mempunyai skala 1 : 2000 dan memuat informasi sebagai berikut :
• garis kontur (
interval 5 m atau lebih kecil);
• posisi setiap pohon
yang akan ditebang, ditandai dengan nomor inventarisasinya;
• arah rebah setiap
pohon tersebut;
• lokasi jaringan
jalan dan tempat penimbunan (TPN);
• jaringan jalan
sarad; dan
• daerah penyangga
sungai dan kawasan-kawasan lain yang tidak ditebang.
• Peta taktis
tersebut juga harus berisi dokumen tertulis yang berisi rincian teknik setiap
kegiatan yang akan dilakukan (pra-penebangan, saat penebangan, dan post
penebangan).
Penebangan (tim, peta dan material):
Para
penebang harus menggunakan peta taktis pembalakan yang rinci untuk merencanakan
pekerjaannya. Efisiensi operasi penebangan dapat ditingkatkan bila setiap hari
para penebang mempelajari terlebih dahulu (mereview) keadaan topografi
dan informasi posisi pohon yang ada di peta taktis pembalakan sebelum memulai
penebangan. Kegiatan ini akan membantu mereka untuk memutuskan urutan pohon
yang akan ditebang pada hari tersebut. Operasi penebangan harus dilakukan oleh
orang yang terlatih yang dilengkapi dengan alat-alat keselamatan dan
menggunakan peralatan yang dipelihara dengan benar. Penebang harus terbiasa
dengan teknik pengarahan penebangan, dan perusahaan pembalakan harus memberikan
pelatihan kepada penebang yang belum mempunyai ketrampilan di bidang teknik ini
sebelumnya. Setiap keputusan untuk menebang pohon dengan arah yang berbeda dari
arah yang tercantum dalam rencana pembalakan harus dicatat dan dilaporkan
kepada Petugas Perencana dari Tim Pengawas RIL Lapangan.
III.
KESIMPULAN
Adapun kesmpulan daripada isi makalah ini adalah :
Ilmu
keteknikan sangat penting dalam pelaksanaan teknis pembangunan hutan yang
berkelanjutan. Keteknikan ini dibutuhkan dalam pengembangan teknologi-teknologi
yang maju. Dari awal penanaman hutan di suatu kawasan sudah dibutuhkan perencanaan
teknis baik berupa pembuatan jalan maupun pembutan jatah tebang dan lain
sebagainya.
Perencanaan
jalan dimaksudkan untuk mengembangkan jaringan jalan dengan kerapatan jalan
yang minimum tetapi dapat menjangkau seluruh kawasan yang ditebang. Lokasi
jalan utama ditentukan dalam rencana strategis, sedangkan jalan cabang dalam
rencana taktis. Akan tetapi, rancangan jalan utama dapat dimodifikasi dan
diperbaiki sesuai dengan survei topografi sebelum penebangan yang dilaksanakan
sewaktu mengadakan perencanaan taktis. Dalam RIL, jalan-jalan hutan harus
dibangun denganteknik yang ramah lingkungan untuk menekan erosi tanah dan
sedimentasi sungai yang serendah mungkin.
Peranan
keteknikan hutan dalam pengelolaan hutan rakyat sebenarnya sangat penting, tetapi
kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang tersebut masih sangat sedikit
sehingga peranan yang penting tersebut menjadi belum terrealisasikan di
Indonesia. Contoh yang nyata dalam hutan yaitu pembangunan jalan untuk akses
pemanfaatan hutan yang lestari.
DAFTAR
PUSTAKA
Elias, 2007. Modul 2.
Pelatihan Pembukaan Wilayah Hutan, Fakultas Kehutanan,Institut Pertanian Bogor,
BogorParsakhoo et al. 2010.
Forest roads Planning
and Construction in Iranian Forestry.
Department of Forestry, Faculty of Natural
Resources,Sari Agricultural Sciences and Natural Resources University, Sari,
Iran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar