Senin, 20 Oktober 2014

Desa Kola-Kola Kec. Banawa Tengah






Kode Etik dan Tugas Rimbawan


Kode Etik dan Tugas Rimbawan
Jiwa korsa seharusnya tidak akan pernah luntur atau mati hanya karena sebuah kepentingan sebab rimbawan telah terikat oleh kode etik rimbawan yang telah dirumuskan dan dideklarasikan bersama di Cangkuang-Sukabumi pada tahun 1999. Adapun Kode Etik dimaksud adalah :
1.    Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2.     Menempatkan hutan alam sebagai bagian dari upaya mewujudkan martabat dan integritas bangsa di tengah bangsa-bangsa lain sepanjang jaman;
3.    Menghargai dan melindungi nilai kemajemukan sumber daya hutan dan sosial budaya setempat;
4.    Bersikap objektif dalam melaksanakan segenap kelestarian fungsi ekonomi, ekologi dan sosial hutan secara seimbang dimanapun dan kapanpun bekerja dan berdarma bakti;
5.    Menguasai, meningkatkan, mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan teknologi berwawasan lingkungan dan kemasyrakatan yang berkaitan dan kehutanan;
6.    Menjadi pelopor dalam setiap upaya pendidikan dan penyelamatan lingkungan dimanapun dan kapanpun rimbawan berada;
7.    Berperilaku jujur, bersahaja, terbuka, komunikatif, bertanggunggugat, demokratis, adil, ikhlas dan mampu bekerjasama dengan semua pihak sebagai upaya mengembankan profesi;
8.    Bersikap tegas, teguh dan konsisten dalam melaksanakan segenap bidang gerak yang diembannya, serta memiliki kepekaan, proaktif, tanggap, dinamis dan adaptif, terhadap perubahan lingkungan strategis yang mempengaruhi baik ditingkat lokal, nasional, regional dan global;
9.    Mendahulukan kepentingan tugas rimbawan dan kepentingan umum (public interest) saat ini dan generasi yang akan datang diatas kepentingan-kepentingan lain;

10.  Menjunjung tinggi dan memelihara jiwa korsa rimbawan

Rabu, 15 Oktober 2014

Contoh Laporan Inventarisasi Kehutanan

I.             PENDAHULUAN

1.1       Latar  Belakang
Kegiatan  pengelolaan harus  berdasarkan  pada  prinsip  kelestarian  hutan  (Suistanable  Forest  Management).  Prinsip  kelestarian  hutan  yang  dimaksud  adalah  kelestarian  fungsi  produksi,  fungsi  ekologis,  dan  fungsi  sosial.  Hal  ini  berarti  bahwa  pengelolaan  hutan  tersebut  harus  menjamin  keberlanjutan  pemanfaatan  hasil  hutan,  fungsi  hutan  sebagai  sistem  penyangga  kehidupan  berbagai  spesies  asli  beserta  ekosistemnya  dan  kehidupan  masyarakat  setempat  yang  tergantung  kepada  hutan,  baik  secara  langsung  maupun  tidak  langsung, 
Inventarisasi hutan biasanya dianggap sinonim dengan taksiran kayu.  Di sini inventarisasi hutan adi artikan sebagai suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya.  Perlu ditekankan, bahwa inventarisasi hutan harus berisi pula evaluasi terhadap karakteristik-karakteristik pohon mampu terhadap lahan tempat pohon-pohon itu tumbuh (Husch, B., 1987).
Menurut FAO di dalam World Forest Inventory 1968 menggunakan suatu rangkaian defenisi yang merupakan revisi defenisi-defenisi sebelumnya dan yang mungkin akan direvisi lebih lanjut dengan bertambahnya pengalaman. FAO pun mengdefinikan lahan hutan sebagai “suatu lahan yang tertutup hutan yakni dengan pohon-pohonan yang tajuknya menutup lebih dari 20% dari area, dan yang tidak digunakan untuk tujuan lain selain untuk kehutanan”.
Suatu inventarisasi hutan lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta pemilikannya, penaksiran volume (parameter lain seperti berat) pohon-pohon yang masih berdiri, dan penaksiran tambah-tumbuh dan pengeluaran hasil. Dalam inventarisasi tertentu, dapat diberikan tekanan atau pembatasan pada satu atau beberapa masalah tersebut, bergantung pada asas tujuan.  Tetapi untuk suatu penilaian yang menyeluruh terhadap suatu areal hutan dan terutama bermaksud untuk mengelolanya berdasar asas hasil lestari, semua elemen itu harus dikuasai.
Inventarisasi  hutan  dilaksanakan  untuk  mengetahui  dan  memperoleh  data  dan  informasi  tentang  sumberdaya  hutan,  potensi  kekayaan  hutan  serta  lingkungannya  secara  lengkap. Kegiatan  pengumpulan  data  penunjang  dalam  kegiatan  inventarisasi  hutan  terdiri  dari  data  luas  dan  letak,  topografi,  bentang  alam  spesifik,  geologi  dan  tanah,  iklim,  fungsi  hutan,  tipe  hutan,  flora  dan  fauna  yang  dilindungi,  pengusahaan  hutan  serta  penduduk,  kelembagaan  dan  sarana-prasarana.  Sedangkan  kegiatan  pengolahan  data  terdiri  penyusunan  daftar  nama  jenis  pohon  dan dominasi,  perhitungan  masa  tegakan,  perhitungan  luas  bidang  dasar  pohon  serta  perhitungan  volume  pohon.
Dalam  Inventarisasi  Hutan  penaksiran  volume  tegakan  diminimalkan  pada salah  satu  variabel  penting.  Volume  tegakan  selalu  ditaksir  dengan  mengukur sejumlah  pohon  dalam  petak  ukur  sebagai  sampel.  Parameter  pohon  yang  diukur dalam  setiap  petak  ukur  tersebut  adalah  diameter  (setinggi  dada),  tinggi  dan jumlah  pohon.
Penaksiran  volume  kayu  yang  masih  berdiri  hanya  merupkaan  langkah  awal untuk  menghitung  hasil  akhir  dalam  inventore  hutan,.  Target  yang  lebih  penting adalah  menaksir  volume  tegakan  merupakan  jumlah  volume  pohon  yang  terdapat di  suatu  areal  hutanKonsep  ini  berlaku  bila  sampel  yang  diambil  merupakan individu  pohon.  Untuk  kepentingan  pengelolaan  hutan  yang  perlu  diketahui  bukan hanya  volume  tegakan  yang  ada  sekarang  saja,  tetapi  juga  pertimbangan  tegakan tersebut  di  masa  yang  akan  datang  khususnya  selama  jangka  waktu  perencanaan.
1.2.       Tujuan  Praktek
Tujuan dari praktikum Inventarisasi Hutan adalah agar mahasiswa dapat mengetahui sekaligus memahami cara mengukur atau menaksir potensi dari suatu tegakan hutan dalam hal pengukuran parameter pohon dengan menggunakan metode Line Plot Systematic Sampling. Dalamkegiatan inventarisasi hutan ini bertujuan juga untuk  mengevaluasi  dan  menyajikan  informasi  yang  terspesifikasi  dari  suatu  areal  hutan,  dan  menganalisis  berbagai  macam  metode  dalam  pengambilan  data,  penggunaan  bentuk  unit  contoh ,  maupun  pengolahan  data.
1.3.       Kegunaan  Praktek
Kegunaan praktikum Inventarisasi Hutan adalah agar mahasiswa dapat memahami tata cara pembuatan jalur petak ukur, cara menentukan arah jalur, serta cara  pengukuran jarak petak ukur pada masing-masing jalur. Kegunaan  lain dari  kegiatan  ini  adalah  agar  dalam  pengambilan  data,  penggunaan  bentuk  unit  contoh,  maupun  pengolahan  data  dapat  disertai  dengan  metode  sampling  yang  mampu  memberikan  hasill  akhir  dari  penaksiran  parameter  pohon.



II.               TINJAUAN  PUSTAKA

2.1     Pengertian  Inventarisasi  Hutan
Inventarisasi hutan merupakan terjemahan dari bahasa inggris forest inventory, atau bahasa Belanda bosch inventarisatie.  Secara umum, arti istilah tersebut adalah suatu tindakan untuk mengumpulkan informasi tentang kekayaan hutan.  Istilah lain yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia adalah perisalahan istilah seruoa dalam bahasa inggris yang mempunyai arti lebih spesifik, adalah timber cruising, yang lebih menitikberatkan pada pengumpulan informasi tentang potnesi kayu dari suatu areal hutan dalam rencana pembalakkan (logging) (Kadri W., DKK., 1992).
          Secara  umum  inventarisasi  hutan  didefenisiskan  sebagai  pengumpulan  dan  penyusunan  data  dan  fakta  mengenai  sumberdaya  hutan  untuk  perencanaan  pengelolaan  sumberdaya  tersebut  bagi  kesejahteraan  masyarakat  secara  lestari  dan  serbaguna  (Departemen  Kehutanan  dan  Perkebunan,  1999).
          Inventarisasi  hutan  merupakan  suatu  teknik  mengumpulkan,  mengevaluasi,  dan  menyajikan  informasi  yang  terspesifikasi  dari  suatu  areal  hutan  karena  secara  umum  hutan  merupakan  areal  yang  luas,  maka  data  biasanya  dikumpulkan  dengan  kegiatan  sampling  (De  Vries,  1986).
          Husch  (1987)  menegaskan  bahwa  inventarisasi  hutan  adalah  suatu  usaha  untuk  menguraikan  kualitas  dan  kuantitas  pohon-pohon   hutan  serta  berbagai  karakteristik  arael  tempat  tumbuhnya.  Suatu  inventarisasi  hutan  lengkap  dipandang  dari  segi  penaksiran  kayu  harus  berisi  deskripsi  areal  berhutan  serta  pemilikannya,  penaksiran  pohon-pohon  yang  masih  berdiri,  penaksiran  tempat  tumbuh  dan  pengeluaran  hasil.
2.2     Sampling  dalam  Inventarisasi  Hutan
Sampling sistematik adalah satu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan satu pola yang bersifat sistematik (systematic pattern), yang telah ditentukan terlebih dahulu.  Bentuk pola tersebut bermacam-macam, bergantung pada tujuan inventore, waktu dan biaya yang tersedia, serta kondisi populasi yang dihadapi (Simon H.  2007).
          Line plot systematic sampling merupakan perkembangan dari continuous strip sampling.  Latar belakang penggunaan line plot sampling adalah untuk menghemat waktu dan biaya pekerjaan pengukuran di lapangan, tetapi diharapkan tidak mengurangi kecermatan sampling yang diperoleh (Simon H., 2007).
          Menurut  Direktorat  Bina  Program  Kehutanan  (1982)  dalam  Purwaningrum  (2002),  mengkaji  bahwa  sampling  merupakan  tatanan  cara  dalam  penarikan  contoh  yang  metode  pengukurannya  hanya  dilakukan  pada  sebagian elemen  dari  populasi,   tidak  semua  elemen  dalam  populasi  diukur  atau  dengan  kata  lain  pendugaan  karakteristik  suatu  populasi berdasarkan  contoh  (sample)  yang  diambil  dari  populasi  tersebut  yang   digunakan untuk  memperoleh  nilai  dugaan  dari  populasi  yang  sedang  dipelajari.  Cenderung  menguntungkan  karena  menghemat  sumberdaya  (biaya,  waktu,  dan  tenaga),  kecepatan  mendapatkan informasi  (up  to  date),  ruang  lingkup  (cakupan)  lebih  luas,  data/informasi  yang diperoleh  lebih teliti  dan  mendalam  serta  pekerjaan  lapangan  lebih  mudah dibanding  cara  sensus.



2.3         Pengertian Populasi dan Sampel (Contoh)
Populasi ialah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas.  Populasi terdiri atas populasi terbatas dan tak terbatas.  Populasi dapat bersifat  homogeny dan heterogen (Usman, H., 2008).
Menurut Cochran (1963), populasi digunakan untuk menyatakan kumpulan dari mana contoh diambil, sedangkan Husch (1971) mengatakan populasi merupakan kumpulan keseluruhan anggota dan individu yang akan diteliti atau dipelajari.
          Ditinjau dari banyak anggotanya, populasi dapat dibedakan atas populasi tak terhingga dan populasi terhingga (Nasution, 1970; Husch, 1971; Sudjana, 1974).
          Sampel merupakan bagian populasi yang secara statistik dianggap refresentatif untuk mewakili karakteristik atau menggambarkan parameter populasi tersebut (Simon H., 1996).
Pengambilan contoh menurut Teken (1965), dilakukan atas pertimbangan biaya waktu dan tenaga yang tersedia dalam suatu penelitian.  Menurut Mubyarto (1976), pengambilan contoh dilakukan atas pertimbangan sumberdaya yang terbatas, keterbatasan data dan pengujian yang sifatnya merusak.
2.4         Prinsip  Dasar  Sampling  jalur  sitematik
          Penentuan  sampling  jalur  sistematik  terkait  dengan  petak  ukur  pengamatan.  Petak  ukur  ini  berbasis  pada  plot  persegi  maupun  persegi  panjang  yang  umunya  dibuat  tegak  lurus  garis  kontur  atau  sungai  yang  mengarah  ke  puncak  gunung  atau  bukit  agar  keragaman  karakteristik  tegakan  yang  diukur  dapat  terwakili.  Adanya  penentuan  petak  ukur  ini  tidak  lepas  dari  pengamatan,  pengukuran,  dan  penandaan  pohon  inti  yang  meliputi  jumlah,  jenis,  diameter  dan  tingkat  kerusakannya.  Biasanya  kegiatan  ini  digunakan  untuk  inventarisasi  hutan  alam  (Hey Metode  sampling  jalur  sistematik  merupakan  suatu  metode  yang  ditentukan  berdasarkan  luas  tertentu  dari  unit  contohnya,  yakni  berdasarkan  dengan  unit  contoh  berbentuk  jalur  yang  terdistribusi  secara  sistematik.  Sistematik  di  sini  diartikan  bahwa  jalur  tersebar  merata  dengan  lebar  jalur  dan  jarak  antar  jalur  yang  selalu  tetap  dari  satu  jalur  ke  jalur  lainnya  (Sutarahardja,  1997).       
2.5     Pengertian Pengambilan Sampel dan Pengambilan Contoh
          Pengambilan contoh adalah suatu cara untuk menaksir sifat-sifat dari suatu kumpulan individu atau populasi dengan jalan mengamati sebagian daripada kumpulan individu tersebut (Sukhatme, 1963).  Pengambilan contoh bertujuan untuk menaksir sifat dari populasi dengan suatu ketelitian tertentu ( Spure, 1952).
Alasan yang dipergunakan untuk pengambilan contoh  (Cochran, 1963 antara lain:
1.    Sulit untuk mengamati seluruh populasi ;
2.    Dengan pengambilan contoh, pengamatan menjadi lebih muda dan biaya yang diperlukan relatif menjadi kecil ;
3.    Waktu yang dipergunakan relatif lebih singkat ;
4.    Sasaran lebih besar dan lebih teliti.
Cochran dan Sukhatme (1963) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pengambilan contoh sistematik adalah bila pengambilan pemilihan unit contohnya dilakukan menurut cara atau pola khusus yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Pengambilan contoh sistematik merupakan cara pengambilan contoh yang relatif lebih muda dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan bila dibanding dengan cara-cara lain yang biasa digunakan, antara lain pengambilan contoh acak sederhana dan pengambilan contoh acak berlapis (Soediono dan Komar, 1976).
2.6     Penentuan  Volume  Pohon
          Perhitungan  volume  pohon  yang  masih  berdiri  ini,  dapat  dilakukan  dengan  berbagai  cara  membagi  batang  pohon  ke  dalam  bagian-bagian  yang  sama  atau  tidak  sama  panjang,  kemudian  masing-masing  bagian  batang  dihitung  volumenya  dengan  menggunakan  rumus-rumus  geometrik  volume.  Volume  batang  pohon  merupakan  hasil  penjumlahan  dari  volume  bagian-bagian  tersebut  (FAO,  1987).
          Cara  penentuan  volume  bagi  batang  pohon  yang  memiliki  bentuk  yang  tidak  teratur  adalah  dengan  menggunakan  alat  Xylometer,  yaitu  dengan  cara  memasukan  batang  pohon  ke  dalam  bak  air  dan  menghitung  kenaikan  permukaan  air  yang  kemudian  dihitung  volumenya (Simon,  1993).
          Volume  dari  sebatang  pohon  dapat  ditaksir  dengan  menggunakan  suatu  tabel  volume.  Tabel  volume  ini  disusun  berdasarkan  suatu  persamaan  yang  menggambarakan  hubungan  antara  beberapa  dimensi  pohon  yang  mudah  untuk  diukur  dengan  volume  pohon  tersebut  (Loetsch,  Zofrer  dan  Haller,  1973).  Dalam  penyusunan  tabel  volume,  diperlukan  pengukuran  dimensi  pohon,  perhitungan  volume  pohon  serta  pengembangan  persamaan  hubungan  antara  dimensi  pohon  dengan  volume  pohon  tersebut  (FAO,  1987).


III.           METODE  PRAKTEK

3.1         Waktu  dan  Tempat
Praktikum Inventarisasi Sumber Daya Hutan dilaksanakan pada Saptu, 2 Juli tahun 2012, bertempat di Dusun 2 Lanta, Desa Labuan Kungguma, Kecamatan Labuan, Kabupaten  Donggala
3.2         Alat  dan  Bahan
Alat  yang  digunakan  dalam  kegiatan  ini  antara  lain  :
1.    Roll  Meter;                                       6.  Kalkulator;
2.    Tali  Rapia;                                        7.  Alat  Tulis
3.    Kayu;
4.    Parang ;                                            
5.    Kompas  Bidik;
          Bahan  atau  objek  yang  digunakan  dalam  kegiatan  ini  adalah  yang  terdapat  di  sekitar  lokasi  pengamatan.
3.3     Cara Kerja
Ø Line Plot Sistematik Sampling
Sistem plot yang digunakan dalam praktek Inventarisasi Hutan adalah Line Plot Systematic Sampling dengan ukuran plot yang digunakan 20 m x 20 m dengan luasan keseluruhan 60 m2.
Ø Pengukuran Diameter Pohon
Pengukuran diameter pohon dilakukan dengan mengukur keliling pohon dengan menggunakan pita ukur dan pengukurannya dilakukan dengan setinggi dada (dbh) yaitu pada ketinggian pohon 1,3 m dari pangkal pohon di atas permukaan tanah.

Ø Pengukuran Tinggi Pohon
Pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan mengukur tinggi batang bebas cabang dan tinggi total pohon dengan menggunakan alat Hagameter.
3.4     Metode  Pengumpulan  Data
          Data  yang  dikumpulkan  dalam  pengamatan  ini  terbagi  menjadi  dua,  yaitu  data  primer  dan  data  sekunder.
3.4.1    Data  Primer
Data  primer  merupakan  data  yang  diperoleh  dengan  carapengukuran  secara  langsung  di  lapangan.  Data  ini  terdiri  dari  :
Ø  Keliling  dan  Diameter  Pohon  setinggi  dada  yang  diukur  pada  ketinggian  1,3  m  di  atas  permukaan  tanah.  Pengukuran  ini  menggunakan  metode  sampling  jalur  sistematik,  karena  semua  pohon  yang  di  amati  berada  dalam  wadah  petak  ukur  pengamatan.
Ø  Diameter  pangkal  dan  ujung  per  seksi  pohon.  Masing-masing  seksi  pohon  memiliki  panjang  yang  berbeda.
Ø  Pengukuran  Tinggi  Bebas  Cabang  dan  Tinggi  Total  Pohon.
Ø  Volume  dan  rerata  volume  masing-masing  pohon  contoh  dihitung  dengan  cara  menjumlahkan  seluruh  volume  seksi  pohon.
Ø      Waktu  penyelesaian  adalah  waktu  mulai  penandaan  titik  awal  secara  acak  sampai  dengan  pengukuran  volume  dan  rerata  volume  pohon  berdasarkan  metode  sampling  jalur  sistematik.
3.4.2        Data  Sekunder
Data  ini  berisi  tentang  keadaan  umum  lokasi  pengamatan,  yang  akan  didapatkan  melalui  pencatatan  arsip  Badan  Statistik,  Sulawesi  Tengah,  Palu,  berupa  letak  lokasi  secara  geografis  dan  administratif,  kondisi  iklim,  tanah,  dan  topografi  serta  data  lain  yang   mendukung  kegiatan  ini.
3.5     Analisis  Data
          Analisis  data  hasil  pengukuran  di  lapangan  ditujukan  untuk  memperoleh  nilai  dari  Keliling,  Diameter,  Tinggi  Bebas  Cabang,  Tinggi  Total,  dan  Volume  pohon  berdasarkan  metode  sampling  jalur  sistematik  dengan  petak  ukur  pengamatan  seluas  20  x  20  m.
Di  samping  itu,  dapat  dianalisa  variabel  lain  yang  terkait  dalam  pengukuran  di  lapangan,  yakni  pengukuran  Volume  Rata-rata  per  Petak  Ukur,  Ragam  (Rarians),  Simpangan  Baku  (Standar  Deviasi),  Galat  Baku  (Standar  Error),  Kesalahan  Pengambilan  Contoh  (Sampling  Error),  Konviden  Interval  (Selang  Kepercayaan).
Berdasarkan data lapangan yang telah dikumpulkan, maka dilakukan analisis kuantitatif dengan menggunakan perhitungan Matematis-Statistika dengan rumus sebagai berikut :


a.      Volume rata-rata pada petak ukur      :
 
b.      Ragam (Varians)       :  
 
c.       Simpangan Baku (standar deviasi)  :
 

d.      Galat Baku (Standard error)           : 
e.       Kesalahan Pengambilan Contoh (Sampling Error)           :
 
f.       Tingkat kecermatan :
P =  x 100%
g.      Konviden Interval (Selang Kepercayaan)  :  
 








IV.      KEADAAN  UMUM  LOKASI  PRAKTEK

4.1         Letak  dan  Luas
Praktikum  Sumberdaya  Inventarisasi  Hutan dilaksanakan, Desa Labuan Kungguma, Kec.Labuan Kab. Donggala
4.1.1   Iklim,  Curah  Hujan,  Temperatur,  dan  Kelembaban
Iklim
Pada  kegiatan  yang  dilaksanakan  di  areal  tersebut,  keadaan Iklimnya termaksud  kategori  iklim  H  serta  menurut  klasifikasi  iklim  Schmidth  dan Ferguson,  jumlah  bulan  kering  O,  sedangkan  jumlah  bulan  basah  6  bulan.
Ø   Curah  Hujan 
ketinggian  rata-rata  curah  hujan  pada  bulan  Juli  sebesar  (80,40  mm) sedangkan  yang  terendah  pada  bulan  Februari  (43,92  mm).
Ø   Temperatur  Udara
Keadaan  temperatur  lokasi  kegiatan  ini  suhunya  berkisar  antara  24,12oc – 27,31oc.
4.1.2                       Kelembaban  Udara
Untuk  kelembaban  udara  pada  lokasi  kegiatan  ini  berkisar  antara 74,80% - 79%.



4.2         Topografi  dan  Jenis  Tanah
4.2.1             Jenis  Tanah
Lokasi  Kegiatan  ini  berada  pada  ketinggian  yang
mencapai  150 – 400  di  atas  permukaan  laut.  Bentuk  umum  topografi  di  lokasi praktek  ini  adalah  datar,  yang  didominasi  oleh  kelas  datar  berbukit.
4.2.2                       Topografi
          Pada  lokasi  kegiatan  ini  jenis  tanahnya  didominasi  oleh  jenis  Cutisol,  tekstur  tanah  umumnya  kering  serta  didominasi  oleh  vegetasi  rumput  dan  semak  belukar.  Pada  lahan  pekarangan  sering dijumpai  jenis  pohon  Akasia  (Cassia  siamea  Lamk),  Bayur,  Beringin dan  Lamtoro.  Sedangkan  jenis  Non-kayu  seperti  Rotan,  Bambu,  Aren dan  lain-lain.










V.          HASIL  DAN  PEMBAHASAN

5.1.       Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis dilapangan pada 4 plot, pada hutan alam Wani diketahui komposisi jenis vegetasi pada tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai terdiri :
Tabel 1.  Data hasil perhitungan parameter pohon pada plot 11 berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan.
No
Jenis
Keliling
Diameter
TBC
TT
Volume
1
Pohon 1A
78 cm
24,8 cm

30,12
10,179 m3
2
Pohon 1B
17 cm
5,41 cm

14,26
9,1376 m3
3
Pohon 1C
32 cm
10,19 cm

26,39
6,2891  m3
4
Pohon 1D
30 cm
9,55 cm

24,73
4,9574  m3
5
Pohon 2A
25 cm
7,96 cm

21,56
3,0026  m3

Ø   Perhitungan  Volume  Pohon
v  Pohon  1A
V  =    d2  (t  x  fk)
  (3,14)  (24,8)2  (3012  x  0,7)
=  10,179,46 cm
=  10,179 m3



v  Pohon 1B
V  =    d2  (t  x  fk)
  (3,14)  (5,41)2  (1426  x  0,7)
=  9,1736,4107 cm
=  9,1736  m3

v  Pohon  1C
V  =    d2  (t  x  fk)
  (3,14)  (10,41)2  (263 x  0,7)
=  6,2891,54 cm
=  6,2891  m3
v  Pohon 1D
V  =    d2  (t  x  fk)
  (3,14)  (9,55)2  (2473 x  0,7)
=  4,9574,234 cm
=  4,9574  m3


v  Pohon  2A
V  =    d2  (t  x  fk)
  (3,14)  (7,96)2  (2156 x  0,7)
=  3,0026,526 cm
=  3,0026  m3

5.2.       Pembahasan
Inventarisasi  Hutan  merupakan  kegiatan  dalam  sistem  pengelolaan  hutan  untuk  mengetahui  dan  memperoleh  data  dan  informasi  tentang  sumberdaya  hutan,  potensi  kekayaan  hutan  serta  lingkungannya  secara  lengkap  dengan  cara  melakukan  survey  mengenai  status  dan  keadaan  fisik  hutan,  flora  dan  fauna,  sumberdaya  manusia  serta  kondisi  masyarakat  di  dalam  dan  sekitar  hutan.
Hasil  dari  kegiatan  inventarisasi  hutan  antara  lain  dipergunakan  sebagai  dasar  pengukuhan    kawasan  hutan,  penyusunan  neraca  sumberdaya  hutan,  penyusunan  rencana  kebutuhan  dan  sistem  nformasi  kehutanan.  Oleh  karena  itu,  data  hasil  kegiatan  inventarisasi  hutan  harus  memilliki  tingkat  keakuratan  yang  tinggi  dengan  memperhatikan  efisiensi  dalam  pengambilan  data  baik  dari  segi  waktu,  tenaga,  dan  biaya.
Metode  yang  banyak  dikembangkan  dalam  kegiatan  inventarisasi  hutan  baik  teknik  pengambilan  data,  penggunaan  bentuk  unit  contoh,  maupun  pengolahan  datanya  adalah  metode  sampling  karena  tatanan  cara  dalam  pengambilan  contoh  hanya  dilakukan  pada  sebagian elemen  dari  populasi,   tidak  semua  elemen  dalam  populasi  diukur  atau  dengan  kata  lain  pendugaan  karakteristik  suatu  populasi berdasarkan  contoh  (sample)  yang  diambil  dari  populasi  tersebut  yang   digunakan untuk  memperoleh  nilai  dugaan  dari  populasi  yang  sedang  dipelajari.  Cenderung  menguntungkan  karena  menghemat  sumberdaya  (biaya,  waktu,  dan  tenaga),  kecepatan  mendapatkan informasi  (up  to  date),  ruang  lingkup  (cakupan)  lebih  luas,  data/informasi  yang diperoleh  lebih teliti  dan  mendalam  serta  pekerjaan  lapangan  lebih  mudah.
Metode  sampling  yang  baik  digunakan  dalam  kegiatan  inventarisasi  hutan  adalah  metode  sampling  berdasarkan  jalur  sistematik  karena  prinsip  dasar  sampling  ini  ditentukan  berdasarkan  luas  tertentu  dari  unit  contohnya,  yakni  berdasarkan  dengan  unit  contoh  berbentuk  jalur  yang  terdistribusi  secara  sistematik.  Sistematik  di  sini  diartikan  bahwa  jalur  tersebar  merata  dengan  lebar  jalur  dan  jarak  antar  jalur  yang  selalu  tetap  dari  satu  jalur  ke  jalur  lainnya.
          Rancangan  sampling  jalur  sistematik  pemilihan  jalur  pertama  secara  acak  (random  start)  dan  selanjutnya  jalur  ditempatkan  secara  sistematik.  Adanya  pengambilan  contoh  secara  sistematik  dengan  awal  acak  ini  sangatlah  tepat  karena  untuk  memperkecil  kekurangan  sistematik  sampling,  maka  jalan  keluarnya  adalah  dengan  mengkombinasikan  metode  sistematik  sampling  dengan  metode  random  sampling.       
          Penentuan  metode  sampling  jalur  sistematik  berkaitan  dengan  penandaan  petak  ukur  pengamatan.  Petak  ukur  ini  berbasis  pada  plot  persegi  yang  umunya  dibuat  tegak  lurus  garis  kontur  atau  sungai  yang  mengarah  ke  puncak  gunung  atau  bukit  agar  keragaman  karakteristik  tegakan  yang  diukur  dapat  terwakili.  Adanya  penentuan  petak  ukur  ini  tidak  lepas  dari  pengamatan,  pengukuran  ,  dan  penandaan  pohon  inti  yang  meliputi  jumlah,  jenis,  keliling,  diameter,  tinggi  bebas  cabang,  tinggi  total,  dan  volume  tegakan  pohon.
          Pengukuran  keliling  dan  diameter  pohon  setinggi  dada,  yaitu  pada  ketinggian  1,3  m  di  atas  permukaan  tanah.  Pengukuran  ini  menggunakan  metode  sampling  jalur  sistematik,  karena  semua  pohon  yang  di  amati  berada  dalam  wadah  petak  ukur  pengamatan.  Kedua  hal  ini  merupakan  parameter  pohon  yang  memiliki  peran  penting  dalam  pengumpulan  data  potensi  hutan  untuk  keperluan  pengelolaan  hutan  karena  memiliki  korelasi  yang  kuat  dengan  volume  pohon. 
          Tinggi  pohon  yang  di  amati  dalam  kegiatan  ini  berupa  tinggi  bebas  cabang,  dan  tinggi  total  pohon.  Tinggi  bebas  cabang  pohon  merupakan   yaitu  tinggi  pohon  dari  pangkal  batang  di  permukaan  tanah   sampai  cabang  pertama  untuk  jenis  daun  lebar  atau  crow  point  untuk  jenis  konifer,  yang  membentuk  tajuk,  sedangkan  tinggi  total  pohon  merupakan  tinggi  dari  pangkal  pohon  di  permukaan  tanah  sampai  puncak  pohon.
          Tinggi  pohon  merupakan  variabel  yang  dapat  diukur  di  lapangan  dengan  ketelitian  yang  tinggi.  Tinggi  pohon  merupakan  parameter  lain  setelah  keliling,  dan  diameter  yang  memiliki  arti  penting  dalam  penaksiran  hasil  hutan.  Bersama  diameter,  tinggi  pohon  diperlukan  untuk  menaksir  volume  pohon.
          Penentuan  volume  dari  sebatang  pohon  dapat  ditaksir  dengan  menggunakan  suatu  tabel  volume.  Tabel  volume  ini  disusun  berdasarkan  suatu  persamaan  yang  menggambarakan  hubungan  antara  beberapa  dimensi  pohon  yang  mudah  untuk  diukur  dengan  volume  pohon  tersebut.  Dalam  penyusunan  tabel  volume  tersebut  perhitungan  volume  pohon  yang  masih  berdiri  perlu  dilakukan  untuk  menentukan  hubungan  antara  volume  pohon  sebenarnya  dengan  dimensi  pohon  lainnya,  antara  lain  keliling,  diameter  dan  tinggi  pohon.
           Pada  dasarnya  ada  dua  macam  cara  untuk  menaksir  volume  kayu  yaitu penaksiran  secara  langsung  dan  tak  langsung.  Penaksiran  secara  tak  langsung dilakukan  dengan  menggunakan  tabel  volume  sedangkan  dengan  cara  langsung dilakukan  dengan  mengukur  parameter  individu  pohon  di  lapangan,  kemudian dihitung  volumenya  dengan  menggunakan  metoda  rumus.  Dalam  penaksiran volume  pohon  yang  masih  berdiri  seluruhnya  hanya  dapat  dilakukan  secara langsung  hanya  sampai  ketinggian  2  m,  lebih  dari  itu  harus  menggunakan  taksiran.
          Hasil  yang  didapat  pada  pengukuran  volume  pohon  diperoleh  nilai  perbedaan  angka  yang  sangat  signifikan  dan  merupakan  data  yang  akurat  dan  merupakan hasil  yang  cermat.  Adapun  dalam  pengukuran  volume  diperoleh  dari  data  Luas  Bidang  Dasar  (LBDS)  dengan  menggunakan tinggi  pohon  dan  faktor  koreksi 0,7.
          Dalam  melakukan  penaksiran  volume  tegakan,  kita  juga  harus  mengetahui volume  mana  yang  harus  diukur  untuk  dapat  menentukan  dan  menghitung  volume  pohon  berdiri  serta  volume  tegakan  dan  dapat  pula  membedakannya.  Dimana  volume  totallah  yang  digunakan  untuk  mengukur  taksiran  volume tegakan.  Dimana  volume  tegakan  memiliki  arti  bahwa  volume  yang  termasuk dalam  bagian  batang  utama  pohon  untuk  pohon  berbentuk  tak  teratur,  sampai permukaan  tajuk  untuk  pohon-pohon  bertajuk  kerucut  sampai  ujung  pohon. Volume  kayu  pohon  memiliki  defenisi  bahwa  pengukuran  dilakukan  dari  volume kayu  yang  terdapat   di  seluruh  pohon  mulai  dari  volume  tunggak  (Boner  Pohon) sampai  ujung  pohon.
          Bila  suatu  pohon  yang  berdiameter  (d)  dilihat  dengan  alat  ukur  sudut tertentu  dengan  jarak  berbeda-beda  atau  alat  pengukuran  sudut  tertentu  dipakai untuk  melihat  pohon  dengan  diameter  yang  berbeda-beda  dari  suatu  tempat,  maka  ada  3  kemungkinan  yang  dapat  terjadi,  yaitu  semua  penampang  lintang pohon  berada  dalam  sudut  pandang,  sudut  pandang  persis  menyinggung penampang  lintang  pohon,  dan  Sebagian  penampang  pohon  berada  di  luar  sudut pandang.










                                                             VI.            KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.       Kesimpulan
          Berdasarkan hasil dan pembahasan dari pelaksanaan praktikum, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.        Inventarisasi hutan merupakan suatu teknik mengumpulkan, mengevaluasi, dan menyajikan informasi yang terspesifikasi dari suatu areal  hutan karena secara  umum hutan merupakan areal yang luas, maka data biasanya dikumpulkan dengan kegiatan sampling.
2.        Sampling merupakan tatanan cara dalam penarikan contoh yang metode pengukurannya hanya dilakukan pada sebagian elemen dari populasi,  tidak semua elemen dalam populasi diukur atau dengan kata lain pendugaan karakteristik suatu populasi berdasarkan contoh (sample) yang diambil  dari populasi tersebut yang digunakan untuk memperoleh nilai dugaan dari populasi yang sedang dipelajari.
3.        Sampling sistematik adalah satu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan satu pola yang bersifat sistematik (systematic pattern), yang telah ditentukan terlebih dahulu.  Bentuk pola tersebut bermacam-macam, bergantung pada tujuan inventore, waktu dan biaya yang tersedia, serta kondisi populasi yang dihadapi.
4.        Line plot systematic sampling merupakan perkembangan dari continuous strip sampling.  Latar belakang penggunaan line plot sampling adalah untuk menghemat waktu dan biaya pekerjaan pengukuran di lapangan, tetapi diharapkan tidak mengurangi kecermatan sampling yang diperoleh.
5.        Bentuk petak ukur yang lazim digunakan dalam inventore hutan adalah bentuk petak ukur persegi panjang, bujur sangkar, jalur dan lingkaran.  Di kehutanan khususnya dalam inventarisasi hutan, bentuk petak ukur dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan kegunaannya yaitu petak ukur tidak permanen (temporary sample plot) dan petak ukur permanen (permanent sample plot).
6.        Dalam melakukan pengukuran atau penaksiran potensi suatu tegakan hutan, ada beberapa variabel yang penting dari parameter pohon yang harus diamati yaitu keliling dan diameter, tinggi batang bebas cabang, tinggi total pohon, dan pengukuran atau perhitungan volume dan volume rata-rata pohon sampel.
7.        Perhitungan volume dan volume rata-rata pohon sampel diperoleh dengan menggunakan rumus :
a.          Volume pohon                                    :   V =
b.         Volume rata-rata pohon sampel          : 
Dimana : V = Volume pohon
 = Volume rata-rata pohon
 = 3,14
d = Diameter pohon ( d =  )
 t  = Tinggi total pohon
fk = Faktor koreksi (0,7)
 n = Jumlah pohon atau petek ukur
8.        Agar hasil dari inventarisasi hutan dapat memberikan keyakinan bagi si penaksir maka harus dilakukan analisis data lainnya seperti perhitungan ragam, simpangan baku, galat baku, kesalahan pengambilan contoh, tingkat kecermatan, dan konviden interval.  Dengan menggunakan rumus :
a.    Ragam                                               :  S2
b.    Simpangan baku                               :  S =
c.    Galat baku                                        :
d.   Kesalahan pengambilan contoh        :  
e.    Tingkat kecermatan                          :  P =  x 100%
f.     Konviden interval                             :   


5.1         Saran
          Dalam  pengambilan  keputusan  dan  penilaian  terhadap  sumberdaya  hutan  diharapkan  agar  merumuskan  dasar-dasar  dan  konsepnya  terlebih  dahulu,  agar  terciptanya  suatu  kriteria  khusus  dalam  pengambilan  keputusan  dan  penilaian  tersebut,  serta  dapat  memberikan  manfaat  yang  berdampak  global,  nasional,  dan lokal.