Senin, 20 Oktober 2014
Kode Etik dan Tugas Rimbawan
Kode Etik dan Tugas Rimbawan
Jiwa korsa seharusnya tidak akan pernah luntur atau mati hanya karena sebuah kepentingan sebab rimbawan telah terikat oleh kode etik rimbawan yang telah dirumuskan dan dideklarasikan bersama di Cangkuang-Sukabumi pada tahun 1999. Adapun Kode Etik dimaksud adalah :
1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Menempatkan hutan alam sebagai bagian dari upaya mewujudkan martabat dan integritas bangsa di tengah bangsa-bangsa lain sepanjang jaman;
3. Menghargai dan melindungi nilai kemajemukan sumber daya hutan dan sosial budaya setempat;
4. Bersikap objektif dalam melaksanakan segenap kelestarian fungsi ekonomi, ekologi dan sosial hutan secara seimbang dimanapun dan kapanpun bekerja dan berdarma bakti;
5. Menguasai, meningkatkan, mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan teknologi berwawasan lingkungan dan kemasyrakatan yang berkaitan dan kehutanan;
6. Menjadi pelopor dalam setiap upaya pendidikan dan penyelamatan lingkungan dimanapun dan kapanpun rimbawan berada;
7. Berperilaku jujur, bersahaja, terbuka, komunikatif, bertanggunggugat, demokratis, adil, ikhlas dan mampu bekerjasama dengan semua pihak sebagai upaya mengembankan profesi;
8. Bersikap tegas, teguh dan konsisten dalam melaksanakan segenap bidang gerak yang diembannya, serta memiliki kepekaan, proaktif, tanggap, dinamis dan adaptif, terhadap perubahan lingkungan strategis yang mempengaruhi baik ditingkat lokal, nasional, regional dan global;
9. Mendahulukan kepentingan tugas rimbawan dan kepentingan umum (public interest) saat ini dan generasi yang akan datang diatas kepentingan-kepentingan lain;
10. Menjunjung tinggi dan memelihara jiwa korsa rimbawan
Rabu, 15 Oktober 2014
Contoh Laporan Inventarisasi Kehutanan
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kegiatan pengelolaan harus berdasarkan
pada prinsip kelestarian
hutan (Suistanable Forest
Management). Prinsip kelestarian
hutan yang dimaksud
adalah kelestarian fungsi
produksi, fungsi ekologis,
dan fungsi sosial.
Hal ini berarti
bahwa pengelolaan hutan
tersebut harus menjamin
keberlanjutan pemanfaatan hasil
hutan, fungsi hutan
sebagai sistem penyangga
kehidupan berbagai spesies
asli beserta ekosistemnya
dan kehidupan masyarakat
setempat yang tergantung kepada
hutan, baik secara
langsung maupun tidak
langsung,
Inventarisasi
hutan biasanya dianggap sinonim dengan taksiran kayu. Di sini inventarisasi hutan adi artikan
sebagai suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta
berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya. Perlu ditekankan, bahwa inventarisasi hutan
harus berisi pula evaluasi terhadap karakteristik-karakteristik pohon mampu
terhadap lahan tempat pohon-pohon itu tumbuh (Husch, B., 1987).
Menurut
FAO di dalam World Forest Inventory 1968 menggunakan suatu rangkaian defenisi
yang merupakan revisi defenisi-defenisi sebelumnya dan yang mungkin akan
direvisi lebih lanjut dengan bertambahnya pengalaman. FAO pun mengdefinikan
lahan hutan sebagai “suatu lahan yang tertutup hutan yakni dengan pohon-pohonan
yang tajuknya menutup lebih dari 20% dari area, dan yang tidak digunakan untuk
tujuan lain selain untuk kehutanan”.
Suatu
inventarisasi hutan lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi
deskripsi areal berhutan serta pemilikannya, penaksiran volume (parameter lain
seperti berat) pohon-pohon yang masih berdiri, dan penaksiran tambah-tumbuh dan
pengeluaran hasil. Dalam inventarisasi tertentu, dapat diberikan tekanan atau
pembatasan pada satu atau beberapa masalah tersebut, bergantung pada asas
tujuan. Tetapi untuk suatu penilaian
yang menyeluruh terhadap suatu areal hutan dan terutama bermaksud untuk
mengelolanya berdasar asas hasil lestari, semua elemen itu harus dikuasai.
Inventarisasi hutan
dilaksanakan untuk mengetahui
dan memperoleh data
dan informasi tentang
sumberdaya hutan, potensi
kekayaan hutan serta
lingkungannya secara lengkap. Kegiatan pengumpulan
data penunjang dalam
kegiatan inventarisasi hutan
terdiri dari data
luas dan letak,
topografi, bentang alam
spesifik, geologi dan
tanah, iklim, fungsi
hutan, tipe hutan,
flora dan fauna
yang dilindungi, pengusahaan
hutan serta penduduk,
kelembagaan dan sarana-prasarana. Sedangkan
kegiatan pengolahan data
terdiri penyusunan daftar
nama jenis pohon
dan dominasi, perhitungan masa
tegakan, perhitungan luas
bidang dasar pohon
serta perhitungan volume
pohon.
Dalam Inventarisasi
Hutan penaksiran volume
tegakan diminimalkan pada salah
satu variabel penting.
Volume tegakan selalu
ditaksir dengan mengukur sejumlah pohon
dalam petak ukur
sebagai sampel. Parameter
pohon yang diukur dalam
setiap petak ukur
tersebut adalah diameter
(setinggi dada), tinggi
dan jumlah pohon.
Penaksiran volume
kayu yang masih
berdiri hanya merupkaan
langkah awal untuk menghitung
hasil akhir dalam
inventore hutan,. Target yang
lebih penting adalah menaksir
volume tegakan merupakan
jumlah volume pohon
yang terdapat di suatu
areal hutan. Konsep ini berlaku
bila sampel yang
diambil merupakan individu pohon.
Untuk kepentingan pengelolaan
hutan yang perlu
diketahui bukan hanya volume
tegakan yang ada
sekarang saja, tetapi
juga pertimbangan tegakan tersebut di
masa yang akan
datang khususnya selama
jangka waktu perencanaan.
1.2.
Tujuan Praktek
Tujuan dari praktikum
Inventarisasi Hutan adalah agar mahasiswa dapat mengetahui sekaligus memahami
cara mengukur atau menaksir potensi dari suatu tegakan hutan dalam hal
pengukuran parameter pohon dengan menggunakan metode Line Plot Systematic
Sampling. Dalamkegiatan inventarisasi hutan ini bertujuan juga untuk mengevaluasi
dan menyajikan informasi
yang terspesifikasi dari
suatu areal hutan,
dan menganalisis berbagai
macam metode dalam
pengambilan data, penggunaan
bentuk unit contoh ,
maupun pengolahan data.
1.3.
Kegunaan Praktek
Kegunaan
praktikum Inventarisasi Hutan adalah agar mahasiswa dapat memahami tata cara
pembuatan jalur petak ukur, cara menentukan arah jalur, serta cara pengukuran jarak petak ukur pada
masing-masing jalur. Kegunaan lain dari kegiatan
ini adalah agar
dalam pengambilan data,
penggunaan bentuk unit
contoh, maupun pengolahan
data dapat disertai
dengan metode sampling
yang mampu memberikan
hasill akhir dari
penaksiran parameter pohon.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Inventarisasi Hutan
Inventarisasi
hutan merupakan terjemahan dari bahasa inggris forest inventory, atau bahasa
Belanda bosch inventarisatie. Secara
umum, arti istilah tersebut adalah suatu tindakan untuk mengumpulkan informasi
tentang kekayaan hutan. Istilah lain
yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia adalah perisalahan istilah seruoa
dalam bahasa inggris yang mempunyai arti lebih spesifik, adalah timber
cruising, yang lebih menitikberatkan pada pengumpulan informasi tentang potnesi
kayu dari suatu areal hutan dalam rencana pembalakkan (logging) (Kadri W.,
DKK., 1992).
Secara
umum inventarisasi hutan
didefenisiskan sebagai pengumpulan
dan penyusunan data
dan fakta mengenai
sumberdaya hutan untuk
perencanaan pengelolaan sumberdaya
tersebut bagi kesejahteraan
masyarakat secara lestari
dan serbaguna (Departemen
Kehutanan dan Perkebunan,
1999).
Inventarisasi hutan
merupakan suatu teknik
mengumpulkan, mengevaluasi, dan
menyajikan informasi yang terspesifikasi dari
suatu areal hutan
karena secara umum
hutan merupakan areal
yang luas, maka
data biasanya dikumpulkan
dengan kegiatan sampling
(De Vries, 1986).
Husch
(1987) menegaskan bahwa
inventarisasi hutan adalah
suatu usaha untuk
menguraikan kualitas dan
kuantitas pohon-pohon hutan
serta berbagai karakteristik
arael tempat tumbuhnya.
Suatu inventarisasi hutan
lengkap dipandang dari
segi penaksiran kayu
harus berisi deskripsi
areal berhutan serta
pemilikannya, penaksiran pohon-pohon
yang masih berdiri,
penaksiran tempat tumbuh
dan pengeluaran hasil.
2.2 Sampling
dalam Inventarisasi Hutan
Sampling sistematik adalah satu
cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan satu pola yang bersifat
sistematik (systematic pattern), yang telah ditentukan terlebih dahulu. Bentuk pola tersebut bermacam-macam,
bergantung pada tujuan inventore, waktu dan biaya yang tersedia, serta kondisi
populasi yang dihadapi (Simon H. 2007).
Line plot systematic sampling
merupakan perkembangan dari continuous strip sampling. Latar belakang penggunaan line plot sampling
adalah untuk menghemat waktu dan biaya pekerjaan pengukuran di lapangan, tetapi
diharapkan tidak mengurangi kecermatan sampling yang diperoleh (Simon H.,
2007).
Menurut Direktorat
Bina Program Kehutanan
(1982) dalam Purwaningrum
(2002), mengkaji bahwa
sampling merupakan tatanan
cara dalam penarikan
contoh yang metode
pengukurannya hanya dilakukan
pada sebagian elemen dari
populasi, tidak semua
elemen dalam populasi
diukur atau dengan
kata lain pendugaan
karakteristik suatu populasi berdasarkan contoh
(sample) yang diambil
dari populasi tersebut
yang digunakan untuk memperoleh
nilai dugaan dari
populasi yang sedang
dipelajari. Cenderung menguntungkan
karena menghemat sumberdaya
(biaya, waktu, dan
tenaga), kecepatan mendapatkan informasi (up
to date), ruang
lingkup (cakupan) lebih
luas, data/informasi yang diperoleh lebih teliti
dan mendalam serta
pekerjaan lapangan lebih
mudah dibanding cara sensus.
2.3
Pengertian
Populasi dan Sampel (Contoh)
Populasi
ialah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif
maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek
yang lengkap dan jelas. Populasi terdiri
atas populasi terbatas dan tak terbatas.
Populasi dapat bersifat homogeny
dan heterogen (Usman, H., 2008).
Menurut
Cochran (1963), populasi digunakan untuk menyatakan kumpulan dari mana contoh
diambil, sedangkan Husch (1971) mengatakan populasi merupakan kumpulan
keseluruhan anggota dan individu yang akan diteliti atau dipelajari.
Ditinjau dari banyak anggotanya,
populasi dapat dibedakan atas populasi tak terhingga dan populasi terhingga
(Nasution, 1970; Husch, 1971; Sudjana, 1974).
Sampel merupakan bagian populasi yang
secara statistik dianggap refresentatif untuk mewakili karakteristik atau
menggambarkan parameter populasi tersebut (Simon H., 1996).
Pengambilan
contoh menurut Teken (1965), dilakukan atas pertimbangan biaya waktu dan tenaga
yang tersedia dalam suatu penelitian.
Menurut Mubyarto (1976), pengambilan contoh dilakukan atas pertimbangan
sumberdaya yang terbatas, keterbatasan data dan pengujian yang sifatnya
merusak.
2.4
Prinsip Dasar
Sampling jalur sitematik
Penentuan sampling
jalur sistematik terkait
dengan petak ukur
pengamatan. Petak ukur
ini berbasis pada
plot persegi maupun
persegi panjang yang
umunya dibuat tegak
lurus garis kontur
atau sungai yang
mengarah ke puncak
gunung atau bukit
agar keragaman karakteristik
tegakan yang diukur
dapat terwakili. Adanya
penentuan petak ukur
ini tidak lepas
dari pengamatan, pengukuran,
dan penandaan pohon
inti yang meliputi
jumlah, jenis, diameter
dan tingkat kerusakannya.
Biasanya kegiatan ini
digunakan untuk inventarisasi
hutan alam (Hey Metode
sampling jalur sistematik
merupakan suatu metode
yang ditentukan berdasarkan
luas tertentu dari
unit contohnya, yakni
berdasarkan dengan unit
contoh berbentuk jalur
yang terdistribusi secara
sistematik. Sistematik di
sini diartikan bahwa
jalur tersebar merata
dengan lebar jalur
dan jarak antar
jalur yang selalu
tetap dari satu
jalur ke jalur
lainnya (Sutarahardja, 1997).
2.5
Pengertian Pengambilan Sampel dan
Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh adalah suatu cara
untuk menaksir sifat-sifat dari suatu kumpulan individu atau populasi dengan
jalan mengamati sebagian daripada kumpulan individu tersebut (Sukhatme,
1963). Pengambilan contoh bertujuan
untuk menaksir sifat dari populasi dengan suatu ketelitian tertentu ( Spure,
1952).
Alasan
yang dipergunakan untuk pengambilan contoh
(Cochran, 1963 antara lain:
1.
Sulit untuk mengamati
seluruh populasi ;
2.
Dengan pengambilan
contoh, pengamatan menjadi lebih muda dan biaya yang diperlukan relatif menjadi
kecil ;
3.
Waktu yang dipergunakan
relatif lebih singkat ;
4.
Sasaran lebih besar dan
lebih teliti.
Cochran
dan Sukhatme (1963) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan pengambilan contoh
sistematik adalah bila pengambilan pemilihan unit contohnya dilakukan menurut
cara atau pola khusus yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Pengambilan
contoh sistematik merupakan cara pengambilan contoh yang relatif lebih muda
dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan bila dibanding dengan cara-cara lain
yang biasa digunakan, antara lain pengambilan contoh acak sederhana dan
pengambilan contoh acak berlapis (Soediono dan Komar, 1976).
2.6
Penentuan Volume
Pohon
Perhitungan volume
pohon yang masih
berdiri ini, dapat
dilakukan dengan berbagai
cara membagi batang
pohon ke dalam
bagian-bagian yang sama
atau tidak sama
panjang, kemudian masing-masing
bagian batang dihitung
volumenya dengan menggunakan
rumus-rumus geometrik volume.
Volume batang pohon
merupakan hasil penjumlahan
dari volume bagian-bagian
tersebut (FAO, 1987).
Cara
penentuan volume bagi
batang pohon yang
memiliki bentuk yang
tidak teratur adalah
dengan menggunakan alat
Xylometer, yaitu dengan
cara memasukan batang
pohon ke dalam
bak air dan
menghitung kenaikan permukaan
air yang kemudian
dihitung volumenya (Simon, 1993).
Volume
dari sebatang pohon
dapat ditaksir dengan
menggunakan suatu tabel
volume. Tabel volume
ini disusun berdasarkan
suatu persamaan yang
menggambarakan hubungan antara
beberapa dimensi pohon
yang mudah untuk
diukur dengan volume
pohon tersebut (Loetsch,
Zofrer dan Haller,
1973). Dalam penyusunan
tabel volume, diperlukan
pengukuran dimensi pohon,
perhitungan volume pohon
serta pengembangan persamaan
hubungan antara dimensi
pohon dengan volume
pohon tersebut (FAO,
1987).
III.
METODE PRAKTEK
3.1
Waktu dan
Tempat
Praktikum Inventarisasi Sumber Daya Hutan
dilaksanakan pada Saptu, 2 Juli tahun 2012, bertempat di Dusun 2 Lanta, Desa Labuan
Kungguma, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala
3.2
Alat dan
Bahan
Alat yang digunakan
dalam kegiatan ini
antara lain :
1. Roll Meter; 6. Kalkulator;
2. Tali Rapia; 7. Alat
Tulis
3. Kayu;
4. Parang ;
5. Kompas Bidik;
Bahan
atau objek yang
digunakan dalam kegiatan
ini adalah yang
terdapat di sekitar
lokasi pengamatan.
3.3 Cara
Kerja
Ø
Line Plot Sistematik Sampling
Sistem plot yang digunakan dalam praktek Inventarisasi Hutan adalah Line
Plot Systematic Sampling dengan ukuran plot yang digunakan 20 m x 20 m dengan
luasan keseluruhan 60 m2.
Ø
Pengukuran Diameter Pohon
Pengukuran diameter pohon dilakukan dengan mengukur keliling pohon dengan
menggunakan pita ukur dan pengukurannya dilakukan dengan setinggi dada (dbh)
yaitu pada ketinggian pohon 1,3 m dari pangkal pohon di atas permukaan tanah.
Ø
Pengukuran Tinggi Pohon
Pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan mengukur tinggi batang bebas
cabang dan tinggi total pohon dengan menggunakan alat Hagameter.
3.4 Metode
Pengumpulan Data
Data
yang dikumpulkan dalam
pengamatan ini terbagi
menjadi dua, yaitu
data primer dan
data sekunder.
3.4.1 Data Primer
Data primer
merupakan data yang
diperoleh dengan carapengukuran secara
langsung di lapangan.
Data ini terdiri
dari :
Ø Keliling dan
Diameter Pohon setinggi
dada yang diukur
pada ketinggian 1,3
m di atas
permukaan tanah. Pengukuran
ini menggunakan metode
sampling jalur sistematik,
karena semua pohon
yang di amati
berada dalam wadah
petak ukur pengamatan.
Ø Diameter pangkal
dan ujung per
seksi pohon. Masing-masing
seksi pohon memiliki
panjang yang berbeda.
Ø Pengukuran Tinggi
Bebas Cabang dan
Tinggi Total Pohon.
Ø Volume dan
rerata volume masing-masing
pohon contoh dihitung
dengan cara menjumlahkan
seluruh volume seksi
pohon.
Ø
Waktu penyelesaian
adalah waktu mulai
penandaan titik awal
secara acak sampai
dengan pengukuran volume
dan rerata volume
pohon berdasarkan metode
sampling jalur sistematik.
3.4.2
Data Sekunder
Data ini
berisi tentang keadaan
umum lokasi pengamatan,
yang akan didapatkan
melalui pencatatan arsip
Badan Statistik, Sulawesi
Tengah, Palu, berupa
letak lokasi secara
geografis dan administratif, kondisi
iklim, tanah, dan
topografi serta data
lain yang mendukung
kegiatan ini.
3.5
Analisis Data
Analisis data
hasil pengukuran di
lapangan ditujukan untuk
memperoleh nilai dari
Keliling, Diameter, Tinggi
Bebas Cabang, Tinggi
Total, dan Volume
pohon berdasarkan metode
sampling jalur sistematik
dengan petak ukur
pengamatan seluas 20
x 20 m.
Di samping
itu, dapat dianalisa
variabel lain yang terkait dalam
pengukuran di lapangan,
yakni pengukuran Volume
Rata-rata per Petak
Ukur, Ragam (Rarians),
Simpangan Baku (Standar
Deviasi), Galat Baku
(Standar Error), Kesalahan
Pengambilan Contoh (Sampling
Error), Konviden Interval
(Selang Kepercayaan).
Berdasarkan data lapangan yang telah dikumpulkan, maka dilakukan analisis
kuantitatif dengan menggunakan perhitungan Matematis-Statistika dengan rumus
sebagai berikut :
a.
Volume rata-rata pada
petak ukur :
b.
Ragam
(Varians) :
c.
Simpangan
Baku (standar deviasi) :
d.
Galat
Baku (Standard error) :
e.
Kesalahan
Pengambilan Contoh (Sampling Error) :
f.
Tingkat
kecermatan :
P
= x 100%
g.
Konviden
Interval (Selang Kepercayaan) :
IV.
KEADAAN UMUM
LOKASI PRAKTEK
4.1
Letak dan
Luas
Praktikum Sumberdaya
Inventarisasi Hutan dilaksanakan, Desa
Labuan Kungguma, Kec.Labuan Kab. Donggala
4.1.1
Iklim, Curah
Hujan, Temperatur, dan
Kelembaban
Iklim
Pada kegiatan
yang dilaksanakan di
areal tersebut, keadaan Iklimnya termaksud kategori
iklim H serta
menurut klasifikasi iklim
Schmidth dan Ferguson, jumlah
bulan kering O, sedangkan jumlah
bulan basah 6
bulan.
Ø
Curah Hujan
ketinggian rata-rata
curah hujan pada
bulan Juli sebesar
(80,40 mm) sedangkan yang
terendah pada bulan
Februari (43,92 mm).
Ø
Temperatur Udara
Keadaan temperatur
lokasi kegiatan ini
suhunya berkisar antara
24,12oc – 27,31oc.
4.1.2
Kelembaban Udara
Untuk kelembaban
udara pada lokasi
kegiatan ini berkisar
antara 74,80% - 79%.
4.2
Topografi dan
Jenis Tanah
4.2.1
Jenis Tanah
Lokasi
Kegiatan ini berada
pada ketinggian yang
mencapai 150
– 400 di
atas permukaan laut.
Bentuk umum topografi
di lokasi praktek ini
adalah datar, yang
didominasi oleh kelas
datar berbukit.
4.2.2
Topografi
Pada
lokasi kegiatan ini
jenis tanahnya didominasi
oleh jenis Cutisol,
tekstur tanah umumnya
kering serta didominasi
oleh vegetasi rumput
dan semak belukar.
Pada lahan pekarangan
sering dijumpai jenis pohon
Akasia (Cassia siamea
Lamk), Bayur, Beringin dan
Lamtoro. Sedangkan jenis
Non-kayu seperti Rotan,
Bambu, Aren dan lain-lain.
V.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
5.1.
Hasil
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis dilapangan
pada 4 plot, pada hutan alam Wani diketahui komposisi jenis vegetasi pada
tingkat pohon, tiang, pancang, dan semai terdiri :
Tabel 1. Data hasil perhitungan parameter pohon pada
plot 11 berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan.
No
|
Jenis
|
Keliling
|
Diameter
|
TBC
|
TT
|
Volume
|
1
|
Pohon 1A
|
78 cm
|
24,8 cm
|
|
30,12
|
10,179 m3
|
2
|
Pohon 1B
|
17 cm
|
5,41 cm
|
|
14,26
|
9,1376 m3
|
3
|
Pohon 1C
|
32 cm
|
10,19 cm
|
|
26,39
|
6,2891
m3
|
4
|
Pohon 1D
|
30 cm
|
9,55 cm
|
|
24,73
|
4,9574
m3
|
5
|
Pohon 2A
|
25 cm
|
7,96 cm
|
|
21,56
|
3,0026
m3
|
Ø Perhitungan Volume
Pohon
v Pohon 1A
V = d2 (t
x fk)
= (3,14) (24,8)2 (3012
x 0,7)
= 10,179,46 cm
= 10,179 m3
v Pohon
1B
V = d2 (t
x fk)
= (3,14) (5,41)2 (1426
x 0,7)
= 9,1736,4107 cm
=
9,1736 m3
v Pohon 1C
V = d2 (t
x fk)
= (3,14) (10,41)2 (263 x
0,7)
= 6,2891,54 cm
= 6,2891
m3
v Pohon
1D
V = d2 (t
x fk)
= (3,14) (9,55)2 (2473 x
0,7)
= 4,9574,234 cm
= 4,9574
m3
v Pohon 2A
V = d2 (t
x fk)
= (3,14) (7,96)2 (2156 x
0,7)
= 3,0026,526 cm
= 3,0026
m3
5.2.
Pembahasan
Inventarisasi Hutan
merupakan kegiatan dalam sistem
pengelolaan hutan untuk
mengetahui dan memperoleh
data dan informasi
tentang sumberdaya hutan,
potensi kekayaan hutan
serta lingkungannya secara
lengkap dengan cara
melakukan survey mengenai
status dan keadaan
fisik hutan, flora
dan fauna, sumberdaya
manusia serta kondisi
masyarakat di dalam
dan sekitar hutan.
Hasil dari
kegiatan inventarisasi hutan
antara lain dipergunakan
sebagai dasar pengukuhan
kawasan hutan, penyusunan
neraca sumberdaya hutan,
penyusunan rencana kebutuhan
dan sistem nformasi
kehutanan. Oleh karena
itu, data hasil
kegiatan inventarisasi hutan
harus memilliki tingkat
keakuratan yang tinggi
dengan memperhatikan efisiensi
dalam pengambilan data baik dari
segi waktu, tenaga,
dan biaya.
Metode yang
banyak dikembangkan dalam
kegiatan inventarisasi hutan
baik teknik pengambilan
data, penggunaan bentuk
unit contoh, maupun
pengolahan datanya adalah
metode sampling karena
tatanan cara dalam
pengambilan contoh hanya
dilakukan pada sebagian elemen dari
populasi, tidak semua
elemen dalam populasi
diukur atau dengan
kata lain pendugaan
karakteristik suatu populasi berdasarkan contoh
(sample) yang diambil
dari populasi tersebut
yang digunakan untuk memperoleh
nilai dugaan dari
populasi yang sedang
dipelajari. Cenderung menguntungkan
karena menghemat sumberdaya
(biaya, waktu, dan
tenaga), kecepatan mendapatkan informasi (up
to date), ruang
lingkup (cakupan) lebih
luas, data/informasi yang diperoleh lebih teliti
dan mendalam serta
pekerjaan lapangan lebih
mudah.
Metode sampling
yang baik digunakan
dalam kegiatan inventarisasi
hutan adalah metode
sampling berdasarkan jalur
sistematik karena prinsip
dasar sampling ini
ditentukan berdasarkan luas
tertentu dari unit
contohnya, yakni berdasarkan
dengan unit contoh
berbentuk jalur yang
terdistribusi secara sistematik.
Sistematik di sini
diartikan bahwa jalur
tersebar merata dengan
lebar jalur dan
jarak antar jalur
yang selalu tetap
dari satu jalur
ke jalur lainnya.
Rancangan sampling
jalur sistematik pemilihan
jalur pertama secara
acak (random start)
dan selanjutnya jalur
ditempatkan secara sistematik.
Adanya pengambilan contoh
secara sistematik dengan
awal acak ini
sangatlah tepat karena untuk
memperkecil kekurangan sistematik
sampling, maka jalan
keluarnya adalah dengan
mengkombinasikan metode sistematik
sampling dengan metode
random sampling.
Penentuan metode
sampling jalur sistematik
berkaitan dengan penandaan
petak ukur pengamatan.
Petak ukur ini
berbasis pada plot
persegi yang umunya
dibuat tegak lurus
garis kontur atau
sungai yang mengarah
ke puncak gunung
atau bukit agar
keragaman karakteristik tegakan
yang diukur dapat
terwakili. Adanya penentuan
petak ukur ini
tidak lepas dari
pengamatan, pengukuran ,
dan penandaan pohon
inti yang meliputi
jumlah, jenis, keliling,
diameter, tinggi bebas
cabang, tinggi total,
dan volume tegakan
pohon.
Pengukuran keliling
dan diameter pohon
setinggi dada, yaitu
pada ketinggian 1,3
m di atas
permukaan tanah. Pengukuran
ini menggunakan metode
sampling jalur sistematik,
karena semua pohon
yang di amati
berada dalam wadah
petak ukur pengamatan.
Kedua hal ini
merupakan parameter pohon
yang memiliki peran
penting dalam pengumpulan
data potensi hutan
untuk keperluan pengelolaan
hutan karena memiliki
korelasi yang kuat
dengan volume pohon.
Tinggi
pohon yang di
amati dalam kegiatan
ini berupa tinggi
bebas cabang, dan
tinggi total pohon.
Tinggi bebas cabang
pohon merupakan yaitu
tinggi pohon dari
pangkal batang di
permukaan tanah sampai
cabang pertama untuk
jenis daun lebar
atau crow point
untuk jenis konifer,
yang membentuk tajuk,
sedangkan tinggi total
pohon merupakan tinggi
dari pangkal pohon
di permukaan tanah
sampai puncak pohon.
Tinggi
pohon merupakan variabel
yang dapat diukur
di lapangan dengan
ketelitian yang tinggi.
Tinggi pohon merupakan
parameter lain setelah
keliling, dan diameter
yang memiliki arti
penting dalam penaksiran
hasil hutan. Bersama
diameter, tinggi pohon
diperlukan untuk menaksir
volume pohon.
Penentuan volume
dari sebatang pohon
dapat ditaksir dengan
menggunakan suatu tabel
volume. Tabel volume
ini disusun berdasarkan
suatu persamaan yang
menggambarakan hubungan antara
beberapa dimensi pohon
yang mudah untuk
diukur dengan volume
pohon tersebut. Dalam
penyusunan tabel volume
tersebut perhitungan volume
pohon yang masih
berdiri perlu dilakukan
untuk menentukan hubungan
antara volume pohon
sebenarnya dengan dimensi
pohon lainnya, antara
lain keliling, diameter
dan tinggi pohon.
Pada dasarnya ada
dua macam cara
untuk menaksir volume
kayu yaitu penaksiran secara
langsung dan tak
langsung. Penaksiran secara
tak langsung dilakukan dengan
menggunakan tabel volume
sedangkan dengan cara
langsung dilakukan dengan mengukur
parameter individu pohon
di lapangan, kemudian dihitung volumenya
dengan menggunakan metoda
rumus. Dalam penaksiran volume pohon
yang masih berdiri
seluruhnya hanya dapat
dilakukan secara langsung hanya
sampai ketinggian 2
m, lebih dari
itu harus menggunakan
taksiran.
Hasil yang
didapat pada pengukuran
volume pohon diperoleh
nilai perbedaan angka
yang sangat signifikan
dan merupakan data yang
akurat dan merupakan hasil yang
cermat. Adapun dalam
pengukuran volume diperoleh
dari data
Luas
Bidang Dasar (LBDS)
dengan menggunakan tinggi pohon
dan faktor koreksi 0,7.
Dalam melakukan
penaksiran volume tegakan,
kita juga harus
mengetahui volume mana yang
harus diukur untuk
dapat menentukan dan
menghitung volume pohon
berdiri serta volume
tegakan dan dapat
pula membedakannya. Dimana
volume totallah yang
digunakan untuk mengukur
taksiran volume tegakan. Dimana
volume tegakan memiliki
arti bahwa volume
yang termasuk dalam bagian
batang utama pohon
untuk pohon berbentuk
tak teratur, sampai permukaan tajuk
untuk pohon-pohon bertajuk
kerucut sampai ujung
pohon. Volume kayu pohon
memiliki defenisi bahwa
pengukuran dilakukan dari
volume kayu yang terdapat
di seluruh pohon
mulai dari volume
tunggak (Boner Pohon) sampai
ujung pohon.
Bila suatu
pohon yang berdiameter
(d) dilihat dengan
alat ukur sudut tertentu dengan
jarak berbeda-beda atau
alat pengukuran sudut
tertentu dipakai untuk melihat
pohon dengan diameter
yang berbeda-beda dari
suatu tempat, maka
ada 3 kemungkinan
yang dapat terjadi,
yaitu semua penampang
lintang pohon berada dalam
sudut pandang,
sudut pandang persis
menyinggung penampang lintang pohon,
dan Sebagian penampang
pohon berada di
luar sudut pandang.
VI.
KESIMPULAN
DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dari
pelaksanaan praktikum, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Inventarisasi hutan
merupakan suatu teknik mengumpulkan, mengevaluasi, dan menyajikan informasi
yang terspesifikasi dari suatu areal
hutan karena secara umum hutan
merupakan areal yang luas, maka data biasanya dikumpulkan dengan kegiatan
sampling.
2.
Sampling merupakan
tatanan cara dalam penarikan contoh yang metode pengukurannya hanya dilakukan
pada sebagian elemen dari populasi,
tidak semua elemen dalam populasi diukur atau dengan kata lain pendugaan
karakteristik suatu populasi berdasarkan contoh (sample) yang diambil dari populasi tersebut yang digunakan untuk
memperoleh nilai dugaan dari populasi yang sedang dipelajari.
3.
Sampling sistematik
adalah satu cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan satu pola yang
bersifat sistematik (systematic pattern), yang telah ditentukan terlebih
dahulu. Bentuk pola tersebut
bermacam-macam, bergantung pada tujuan inventore, waktu dan biaya yang tersedia,
serta kondisi populasi yang dihadapi.
4.
Line plot systematic
sampling merupakan perkembangan dari continuous strip sampling. Latar belakang penggunaan line plot sampling
adalah untuk menghemat waktu dan biaya pekerjaan pengukuran di lapangan, tetapi
diharapkan tidak mengurangi kecermatan sampling yang diperoleh.
5.
Bentuk petak ukur yang
lazim digunakan dalam inventore hutan adalah bentuk petak ukur persegi panjang,
bujur sangkar, jalur dan lingkaran. Di
kehutanan khususnya dalam inventarisasi hutan, bentuk petak ukur dapat dibagi
menjadi dua bagian berdasarkan kegunaannya yaitu petak ukur tidak permanen
(temporary sample plot) dan petak ukur permanen (permanent sample plot).
6.
Dalam melakukan
pengukuran atau penaksiran potensi suatu tegakan hutan, ada beberapa variabel
yang penting dari parameter pohon yang harus diamati yaitu keliling dan
diameter, tinggi batang bebas cabang, tinggi total pohon, dan pengukuran atau
perhitungan volume dan volume rata-rata pohon sampel.
7.
Perhitungan volume dan
volume rata-rata pohon sampel diperoleh dengan menggunakan rumus :
a.
Volume pohon : V =
b.
Volume rata-rata pohon
sampel :
Dimana
: V = Volume pohon
= Volume rata-rata pohon
= 3,14
d
= Diameter pohon ( d = )
t =
Tinggi total pohon
fk
= Faktor koreksi (0,7)
n = Jumlah pohon atau petek ukur
8.
Agar hasil dari
inventarisasi hutan dapat memberikan keyakinan bagi si penaksir maka harus
dilakukan analisis data lainnya seperti perhitungan ragam, simpangan baku,
galat baku, kesalahan pengambilan contoh, tingkat kecermatan, dan konviden
interval. Dengan menggunakan rumus :
a.
Ragam : S2
=
b.
Simpangan baku : S =
c.
Galat baku :
d.
Kesalahan pengambilan
contoh :
e.
Tingkat kecermatan : P = x 100%
f. Konviden
interval :
5.1
Saran
Dalam
pengambilan keputusan dan
penilaian terhadap sumberdaya
hutan diharapkan agar
merumuskan dasar-dasar dan
konsepnya terlebih dahulu,
agar terciptanya suatu
kriteria khusus dalam
pengambilan keputusan dan
penilaian tersebut, serta
dapat memberikan manfaat
yang berdampak global,
nasional, dan lokal.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Langganan:
Postingan (Atom)