Kelangkaan
minyak tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah akhir-akhir ini
dikhawatirkan memacu penduduk untuk menggunakan kayu bakar dan menebang pohon
tanaman keras. Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan semakin
cepat. Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan
terprogram (hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk. Di
lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah
memperoleh kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi
pohonnya. kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan
penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan
minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
Penebangan hutan skala besar dimulai
pada tahun 1970 dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya izin-izin pengusahaan
hutan tanaman industri di tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land
clearing). Selain itu, areal hutan juga dialihkan fungsinya menjadi kawasan
perkebunan skala besar yang juga melakukan pembabatan hutan secara menyeluruh,
menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan.
Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai, pemerintah daerah membagi-bagikan
kawasan hutannya kepada pengusaha daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala
kecil. Di saat yang sama juga terjadi peningkatan aktivitas penebangan hutan
tanpa ijin yang tak terkendali oleh kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal
(cukong) yang dilindungi oleh aparat pemerintah dan keamanan.
Semakin meluasnya lahan kosong atau
gundul akibat penebangan liar yang melibatkan oknum tertentu tidak dapat
dipungkiri. Sudah saatnya aksi penebangan liar yang terjadi di sejumlah hutan
lindung harus segera mendapat perhatian lebih serius dari semua pihak. Kejadian
ini akan menyebabkan timbulnya deforensi hutan, yang merupakan suatu kondisi
dimana tingkat luas area hutan yang menunjukkan penurunan baik dari segi
kualitas dan kuantitas. Indonesia memiliki 10% hutan tropis dunia yang masih
tersisa. Luas hutan alam asli Indonesia menyusut dengan kecepatan yang sangat
mengkhawatirkan
Tidak hanya fauna yang hidupnya
tergantung pada hutan seluruh kehidupan yang ada didunia ini hidupnya akan
tergantung dengan hutan bagi manusia hutan sangat diperlukan untuk
berlangsungnya kehidupan, misalnya bagi yang hidup di daerah pelosok –pelosok
sana mereka hanya hidup tergantung dengan hutan, tempat mencari makan,
berladang, dan lain-lain
Hutan alam mungkin memerlukan ratusan tahun untuk
berkembang menjadi sistem yang rumit yang mengandung banyak spesies yang saling
tergantung satu sama lain. Pada tegakan dengan pohon-pohon yang ditanam murni,
lapisan permukaan tanah dan tumbuhan bawahnya diupayakan relatif bersih.
Pohon-pohon muda akan mendukung sebagian kecil spesies asli yang telah ada
sebelumnya. Pohon-pohon hutan hujan tropis perlu waktu bertahun-tahun untuk
dapat dipanen dan tidak dapat digantikan dengan cepat; demikian juga
komunitasnya yang kompleks juga juga tidak mudah digantikan bila rusak.
Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran
hutan telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang,
PP, dan SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal.
Sejak kebakaran hutan yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur,
intensitas kebakaran hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas.
Tercatat beberapa kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994
dan 1997 hingga 2003. Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk
mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan.
Tulisan ini merupakan sintesa dari berbagai pengetahuan
tentang hutan, kebakaran hutan dan dampaknya terhadap keanekaragaman hayati
yang dikumpulkan dari berbagai sumber sebagai salah satu tugas mata kuliah dan
dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi para pengambil kebijakan serta
pengembangan ilmu pengetahuan bagi para pencinta lingkungan dan kehutanan